Gorontalo (Antara News) - Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Cagar Alam Mas Popaya Raja Ismail Kulupani bersama warga Desa Dunu Kecamatan Monano Kabupaten Gorontalo Utara , menangkarkan 148 anak penyu atau tukik di desa tersebut.
Menurut Ismail, telur penyu yang dipindahkannya dari cagar alam tersebut menetas pada 20 Agustus 2014 dan hingga kini masih ada dalam penangkaran.
Ratusan tukik itu ditempatkan dalam kotak berisi air laut dan ikan untuk makanan tukik. Masing-masing kotak berisi 70 ekor tukik dan ditempatkan di beberapa rumah penduduk.
Tukik baru akan dilepas bila dirasa sudah siap dengan usia tiga hingga enam bulan dalam penangkaran.
"Sebenarnya tukik ini harus ditangkarkan di kolam khusus, namun karena keterbatasan biaya saya hanya menaruhnya dalam kotak. Itu pun saya mengupayakan sendiri kotak dan biaya pemeliharaannya," ungkap Ismail.
Ia menambahkan, perlindungan terhadap penyu itu tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah karena sampai saat ini tidak ada biaya operasional maupun pemeliharaan yang diberikan.
Padahal, kata dia, penangkaran dilakukan untuk melindungi kehidupan penyu dari perburuan daging dan telur yang marak dilakukan nelayan maupun pihak lain.
Penyu yang ada di Cagar Alam Mas Popaya Raja didominasi oleh penyu sisik, meskipun Ismail sendiri beberapa kali menemukan adanya penyu hijau, penyu tempayan dan penyu belimbing.
Habitat penyu paling besar ada di Pulau Popaya yang berada di seberang Desa Dunu dengan jarak tempuh sekitar 20 menit menggunakan perahu mesin.
Cagar alam seluas 160 hektare itu ditetapkan pada tahun 1939 oleh pemerintahan kolonial Belanda dan terdiri dari tiga pulau yakni Mas, Popaya dan Raja.
Menurut Ismail, telur penyu yang dipindahkannya dari cagar alam tersebut menetas pada 20 Agustus 2014 dan hingga kini masih ada dalam penangkaran.
Ratusan tukik itu ditempatkan dalam kotak berisi air laut dan ikan untuk makanan tukik. Masing-masing kotak berisi 70 ekor tukik dan ditempatkan di beberapa rumah penduduk.
Tukik baru akan dilepas bila dirasa sudah siap dengan usia tiga hingga enam bulan dalam penangkaran.
"Sebenarnya tukik ini harus ditangkarkan di kolam khusus, namun karena keterbatasan biaya saya hanya menaruhnya dalam kotak. Itu pun saya mengupayakan sendiri kotak dan biaya pemeliharaannya," ungkap Ismail.
Ia menambahkan, perlindungan terhadap penyu itu tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah karena sampai saat ini tidak ada biaya operasional maupun pemeliharaan yang diberikan.
Padahal, kata dia, penangkaran dilakukan untuk melindungi kehidupan penyu dari perburuan daging dan telur yang marak dilakukan nelayan maupun pihak lain.
Penyu yang ada di Cagar Alam Mas Popaya Raja didominasi oleh penyu sisik, meskipun Ismail sendiri beberapa kali menemukan adanya penyu hijau, penyu tempayan dan penyu belimbing.
Habitat penyu paling besar ada di Pulau Popaya yang berada di seberang Desa Dunu dengan jarak tempuh sekitar 20 menit menggunakan perahu mesin.
Cagar alam seluas 160 hektare itu ditetapkan pada tahun 1939 oleh pemerintahan kolonial Belanda dan terdiri dari tiga pulau yakni Mas, Popaya dan Raja.