Surabaya (Antara News) - Dolly, yang konon merupakan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, direncanakan hari ini, Rabu (18/6) ditutup keberadaannya dan diharapkan untuk selamanya.

         Rencana Pemerintah Kota Surabaya yang dimotori Wali Kota Tri Rismaharini dan didukung oleh Pemerintah Provinsi Jatim serta "back up" dan dukungan Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Sosial ini, mendapat apresiasi dari Menteri Agama.

         Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap proses penutupan lokalisasi Dolly harus berjalan sukses karena berbagai pihak - termasuk Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim - sudah lama merencanakannya, namun tatkala hendak dilaksanakan banyak persoalan lebih awal harus diselesaikan.

         Implikasi dari kehadiran lokalisasi Dolly lebih banyak negatifnya. Karena itu sudah tak dapat ditunda lagi untuk segera ditutup.

         "Saya memberi apresiasi kepada jajaran pemerintah kota," kata Lukman Hakim Saifuddin di Surabaya, seusai menghadiri peringatan satu abad berdirinya Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, Selasa (17/6) malam.

         Ia berharap pelaksanaan penutupan lokalisasi Dolly hendaknya tak sebatas pada alih profesi pemberdayaan para pekerja seks komersial ke bidang lain. Atau mengembalikan para pekerja di lingkungan tersebut ke kampung halamannya masing-masing.

         Tetapi, yang lebih penting ke depan harus dilakukan pemantauan secara berkelanjutan sekaligus meningkatkan perannya secara ekonomi.

         Sementara itu bagi pihak yang merasa dirugikan dengan ditutupnya lokalisasi Dolly, menurut dia, hendaknya tetap diajak berdialog dan diberi pemahaman.

         Selalu saja dalam persoalan itu kerap menuai sikap pro dan kontra. Tetapi, yakinlah bahwa jika pelaksanaan penutupan lokalisasi tersebut dilakukan secara terpadu dan melibatkan banyak pihak maka akan membuahkan hasil.

         Lokalisasi Dolly direncanakan ditutup pada 18 Juni malam yang di pusatkan di Islamic Center Surabaya dan akan dihadiri oleh Mensos.

         Menag Lukman Hakim juga minta jajaran kementeriannya di daerah, khususnya di Jawa Timur, juga ikut memberi kontribusi dengan cara memberikan pembinaan bagi para pekerja seks komersial.

         Terlebih lagi, Ramadhan sudah di depan pintu. "Para penyuluh agama harus turun tangan," imbau Menag Lukman.

         Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri juga sebelumnya menyatakan memberi mendukung penutupan lokalisasi tersebut, dan mengapresiasi upaya penutupan lokalisasi Dolly yang dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

         "Saya apresiasi dan mendukung yang dilakukan Bu Risma karena menyelamatkan perempuan Indonesia," ujarnya setelah bertemu dengan Risma di ruang kerjanya di kantor Kementerian Sosial di Jakarta, baru-baru ini.

         Akar permasalahan di lokalisasi adalah kemiskinan dan rentan terjadi perdagangan orang. "Kalau kita membiarkan ini zalim. Kita malu sebagai negara yang masyarakatnya agamis tapi Dolly menjadi lokalisasi terbesar di Asia Tenggara," tambah Mensos.

         Berbagai upaya dilakukan agar sekitar 1.400 eks PSK Dolly tidak kembali lagi, misalnya, dengan memberikan pelatihan, sehingga mereka bisa mencari nafkah dengan cara yang lain.

         Kementerian Sosial juga menyiapkan anggaran Rp8 miliar untuk merehabilitasi eks PSK tersebut dengan memberikan jadup (jaminan hidup) sebesar Rp20.000 per hari selama tiga bulan, uang transportasi untuk pulang ke kampung asal Rp250.000 dan modal usaha Rp3 juta.

         Selama tiga bulan setelah kepulangan mereka, akan dilakukan pendampingan, sehingga memastikan mereka tidak kembali lagi ke prostitusi dan usaha mereka berjalan. "Saya yakin akan berhasil dan yang penting ada penegakan hukum," tambah Mensos.

    
           Dukungan dan ancaman
    Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Madura mendukung kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemkot Surabaya melakukan penutupan lokasi Dolly di Surabaya.

         Tidak hanya MUI, organisasi ulama lain di Pulau Garam ini seperti Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (Bassra), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga menyatakan mendukung, bahkan siap membantu pemerintah memberikan sumbangan pemikiran dan pembinaan moral kepada para pekerja seks komersial (PSK) yang selama ini bekerja di lokalisasi itu.

         "Hari ini kami menggelar doa bersama di Grahadi Surabaya sebagai bentuk dukungan terhadap Pemprov Jatim," ucap Ketua MUI Bangkalan KH Syarifuddin Damanhuri, Selasa (17/6).

         Tidak hanya itu, berbagai ormas hingga kalangan akademisi juga menyatakan dukungannya kepada Pemkot Surabaya atas rencana penutupan dan penghentian operasional lokalisasi Dolly.

         Namun, (pada tahap awal) rencana penutupan yang dilakukan di gedung Islamic Center, yang berjarak sekitar satu kilometer arah selatan Dolly, baru sebatas seremoni.

         Seremoni tersebut, berupa deklarasi alih fungsi wisma dan alih profesi PSK.

         Sayangnya, di tengah upaya mulia itu, ada warga yang tergabung dalam Barisan Bintang Merah mengancam akan membubarkan deklarasi penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak di Islamic Center pada Rabu (18/6) malam.

         Salah seorang koordinator Barisan Bintang Merah Saputra, Selasa, mengaku dirinya sudah menyiapkan 500 anggotanya untuk membubarkan pelaksanaan deklarasi penutupan Dolly.

         "Tuntutan kami jelas, tidak ada deklarasi penutupan karena tidak ada kejelasan mau dibawa kemana setelah ditutup. Tidak ada satu pun pemerintah yang datang ke sini untuk berbicara mencari solusi bersama," kilahnya.

         Menurut dia, meski deklarasi dilakukan tidak akan berpengaruh terhadap aktivitas Dolly dan Jarak, para mucikari akan tetap membuka wismanya. Begitu pula dengan para PSK juga siap bekerja.

         Mereka tidak takut dengan ancaman yang kemungkinan datang dari pemerintah melalui aparat kepolisian. "Kecuali bulan puasa, kita menghormati orang Islam, kita akan tutup (sementara)," ucapnya, menegaskan.

Pewarta : Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024