Gorontalo (Antara News) - Setelah satu tahun plus 21 hari menyelesaikan sengketa pilkada, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Gorontalo Marten Taha dan Budi Doku akhirnya dilantik di DPRD setempat.

         Pengambilan sumpah dan pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Gorontalo periode 2014-2019 itu dilakukan melalui rapat paripurna oleh DPRD di Lapangan Taruna Remaja Kota Gorontalo, Senin pagi.

         "Proses Pilkada Kota Gorontalo adalah yang terlama, bila dihitung sejak pendaftaran di KPU maka lamanya 1,5 tahun hingga kami dilantik. Lamanya proses ini karena ada gugatan dari pihak lain ke Mahkamah Konstitusi," kata Marten Taha.

         Meski berproses lama, namun mantan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo itu mengaku puas dengan proses berdemokrasi yang berjalan di Kota Gorontalo.

         "Masyarakat telah menentukan pilihannya, namun ada konsekuensi peraturan yang harus ditempuh. Kami menjalani semua proses hukum yang ada hingga MK memutuskannya pada 24 April dan SK Mendagri keluar 12 Mei 2014," jelasnya.

         Sementara itu Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menilai pilkada di Kota Gorontalo merupakan proses pendewasaan berdemokrasi bagi masyarakat di daerah tersebut.

        "Sengketa itu wajar dalam berdemokrasi, namun yang saya acungkan jempol adalah bahwa proses tersebut berhasil dilalui dengan suasana kondusif hingga digelarnya pelantikan," ungkapnya.

         Ia meminta wali kota baru dan seluruh masyarakat melupakan segala bentuk silang pendapat di masa lalu dan kembali fokus membangun Kota Gorontalo.

         Dengan dilantiknya kepala daerah baru, gubernur berharap keduanya memberi perhatian khusus ada peningkatan jalan, penataan pemukiman dan sanitasi yang masih dinilainya amburadul.

         "Penataan birokrasi juga penting dan bagi aparatur pemerintahan yang sedang harap-harap cemas, saya minta tidak perlu khawatir. Saya kenal baik Marten dan Budi, mereka tidak akan membalas dendam," katanya.

                 Program 100 Hari

Wali Kota dan Wakil Wali Kota Gorontalo yang baru dilantik, Marten Taha dan Budi Doku, menyatakan siap menjalankan tiga program prioritas dalam 100 hari kepemimpinannya.

         "Yang pertama akan kami lakukan adalah restrukturisasi birokrasi. Saya tahu program ini membuat PNS di Kota Gorontalo harap-harap cemas, khawatir jabatannya terancam atau diganti. Padahal, maksud kami berdua bukan itu," kata Marten Taha usai dilantik.

         Restrukturisasi birokrasi, menurutnya harus dilakukan untuk membenahi penempatan jabatan sesuai dengan kompetensi setiap Aparatur Sipil Negara (ASN).

         Ia menilai pada pemerintahan sebelumnya, para ASN bekerja dengan pertimbangan politik dalam menjalankan program yang ada sehingga hasilnya tidak sesuai yang diharapkan.

         "Makanya saat ada pergantian wali kota, banyak yang harap-harap cemas. Itu karena mereka selalu berpikiran politis, tidak mengedepankan profesionalitas dalam bekerja," tandasnya.

         Program lainnya yang akan dijalankan yakni manajemen keuangan, di mana pemerintah kota harus menggunakan anggaran dengan efektif sesuai target program.

         Selama ini, Marten menilai manajemen keuangan di Kota Gorontalo buruk, karena sebagian kewajiban pemerintah tidak ditunaikan seperti pembayaran sertifikasi guru sejak Desember 2013 maupun keterlambatan dalam belanja.

         "Kami berdua harus berupaya mengubah sistem keuangan yang selama ini selalu defisit di Kota Gorontalo," imbuhnya.

         Sementara itu Budi Doku mengungkapkan dirinya akan konsentrasi pada sektor kesehatan, terutama pelayanan  dan fasilitas di rumah sakit.

         "Banyak yang bilang rumah sakit Aloei Saboe itu bau, menjijikkan dan tidak nyaman. Ini akan kami benahi lagi dengan salah satu caranya mengatur jam besuk keluarga pasien," tukasnya.

         Mantan anggota DPD RI sekaligus seorang dokter itu menambahkan harus ada pemisahan pasien dengan keluarga pasien, agar kenyamanan dan kebersihan ruang rawat inap terjamin.

Pewarta : Oleh Debby Hariyanti Mano
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024