Kendari, (Antara News) - Anggota Komisi I DPRD Sulawesi Tenggara, Woon Laola menilai penyelenggaraan Pemilihan legislatif (Pileg) 2014 di Sultra, diwarnai banyak kecurangan yang dilakukan secara terstruktur dan masif.

"Pelaku kecurangan Pileg di sejumlah kabupaten dan kota di daerah ini rata-rata melibatkan penguasa dan pemilik modal besar," katanya di Kendari, Rabu.

Dalam melakukan kecurangan Pileg kata dia, pihak penguasa menggerakkan seluruh elit birokrasi melakukan penekanan dan mengintimidasi kepada masyarakat agar memilih partai yang dipimpin penguasa di daerah bersangkutan.

"Para elit birokrasi melakukan penekanan dengan cara menakut-nakuti warga tidak akan diberikan bantuan dari pemerintah jika tidak memilih partai yang dipimpin bupati atau wali kota," katanya.

Selain ditakut-takuti tidak akan diberikan bantuan dari pemerintah, para elit birokrasi pemerintah juga membagi-bagi beras, gula dan amplop berisi uang kepada para pemilih.

"Di dalam satu rumah, terkadangan kita menemukan tiga sampai empat kantong beras dan gula," katanya.

Sedangkan pemilik modal besar kata dia, melakukan pembelian suara dengan nilai antara Rp100 ribu hingga Rp120 ribu per suara pemilih.

"Transaksi jual beli suara ini dilakukan secara terbuka, yang kerap kali terjadi di depan mata para pengawas pemilu," katanya.

Makanya kata dia, para calon anggota legislatif yang terpilih melalui Pileg 2014 ini, rata-rata dari keluarga penguasa dan pemilik modal besar.

"Di Kota Kendari dua orang anak wali kota lolos Pileg, satu di DPRD Provinsi Sultra dan satu di DPRD Kota Kendari. Sedangkan di Kabupaten Buton Utara dan Konawe Selatan, istri bupati kedua daerah tersebut lolos di DPRD Provinsi Sultra," katanya.

Pewarta : oleh Agus
Editor : Abdul Azis Senong
Copyright © ANTARA 2024