Pekanbaru, (Antara News) - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan bencana kabut asap dampak dari kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau menjadi proyek rutin setiap tahun sejak 1997.
"Hal itu dilihat dari besarnya anggaran yang dialokasikan, namun tidak pernah optimal dan terus terjadi setiap tahun, bahkan setahun dua kali bencana asap," kata Koordinator Fitra Riau, Usman, kepada Antara di Pekanbaru, Jumat.
Melihat dari beberapa tahun terakhir, terkait penanggulangan asap, kata dia, penanganannya seperti tidak pernah serius dan anggaran yang dialokasi hanya untuk melengkapi penderitaan masyarakat Riau.
"Kami mengindikasikan, bantuan pusat sebesar Rp500 miliar dan dana senilai Rp 10 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) telah dimanfaatkan untuk kepentingan proyek. Hal itu karena dana sebesar itu hanya untuk mengatasi persoalan yang telah terjadi dan bukan dalam upaya pencegahan," katanya.
Usman mengatakan, penanggulangan asap sejauh ini dipandang hanya sebagai bentuk pengerjaan proyek, di mana asap harusnya bisa ditangani sebelum puncaknya, justru hanya ada bentuk upaya setelah kejadian dan menyengsarakan puluhan ribu jiwa masyarakat.
Seharusnya menurut dia, ada antisipasi yang lebih baik agar bencana tersebut tidak terus terjadi setiap tahunnya.
Mestinya pula, demikian Usman, melalui mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang) dan reses para wakil rakyat yang digelar secara rutin setiap tahunnya, dapat membicarakan bagaimana upaya pencegahan kabut asap itu sehingga tidak harus menunggu terjadi.
"Parahnya, sekali sudah terjadi kebakaran asap selalu menyatakan dana tidak ada dan daerah harus menunggu bantuan pusat. Ini yang menjadi indikasi bahwa bencana kabut asap itu adalah sebuah proyek," katanya.
Fitra mengharapkan pemda tidak lagi berfoya dalam penganggaran belanja pegawai atau aparatur yang saat ini sudah begitu mewah.
"Sebaiknya tingkatkan program kerakyatan yang lebih memihak kepada masyarakat banyak. Jangan sampai asap ini kembali menjadi proyek rutin setiap tahunnya," kata dia.
Pada kasus bencana kabut asap tahun ini, sebanyak lebih 60.000 jiwa telah menderita berbagai penyakit yang dipicu oleh udara tercemar polusi asap kebakaran lahan.
Bahkan tiga orang warga Riau meninggal dunia dipicu dengan bencana yang melanda daerah ini sejak dua bulan terakhir.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif menyatakan pemerintah akan menyantuni tiga korban meninggal dunia dan menggratiskan biaya pengobataan korban asap Riau.
"Hal itu dilihat dari besarnya anggaran yang dialokasikan, namun tidak pernah optimal dan terus terjadi setiap tahun, bahkan setahun dua kali bencana asap," kata Koordinator Fitra Riau, Usman, kepada Antara di Pekanbaru, Jumat.
Melihat dari beberapa tahun terakhir, terkait penanggulangan asap, kata dia, penanganannya seperti tidak pernah serius dan anggaran yang dialokasi hanya untuk melengkapi penderitaan masyarakat Riau.
"Kami mengindikasikan, bantuan pusat sebesar Rp500 miliar dan dana senilai Rp 10 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) telah dimanfaatkan untuk kepentingan proyek. Hal itu karena dana sebesar itu hanya untuk mengatasi persoalan yang telah terjadi dan bukan dalam upaya pencegahan," katanya.
Usman mengatakan, penanggulangan asap sejauh ini dipandang hanya sebagai bentuk pengerjaan proyek, di mana asap harusnya bisa ditangani sebelum puncaknya, justru hanya ada bentuk upaya setelah kejadian dan menyengsarakan puluhan ribu jiwa masyarakat.
Seharusnya menurut dia, ada antisipasi yang lebih baik agar bencana tersebut tidak terus terjadi setiap tahunnya.
Mestinya pula, demikian Usman, melalui mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang) dan reses para wakil rakyat yang digelar secara rutin setiap tahunnya, dapat membicarakan bagaimana upaya pencegahan kabut asap itu sehingga tidak harus menunggu terjadi.
"Parahnya, sekali sudah terjadi kebakaran asap selalu menyatakan dana tidak ada dan daerah harus menunggu bantuan pusat. Ini yang menjadi indikasi bahwa bencana kabut asap itu adalah sebuah proyek," katanya.
Fitra mengharapkan pemda tidak lagi berfoya dalam penganggaran belanja pegawai atau aparatur yang saat ini sudah begitu mewah.
"Sebaiknya tingkatkan program kerakyatan yang lebih memihak kepada masyarakat banyak. Jangan sampai asap ini kembali menjadi proyek rutin setiap tahunnya," kata dia.
Pada kasus bencana kabut asap tahun ini, sebanyak lebih 60.000 jiwa telah menderita berbagai penyakit yang dipicu oleh udara tercemar polusi asap kebakaran lahan.
Bahkan tiga orang warga Riau meninggal dunia dipicu dengan bencana yang melanda daerah ini sejak dua bulan terakhir.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif menyatakan pemerintah akan menyantuni tiga korban meninggal dunia dan menggratiskan biaya pengobataan korban asap Riau.