Kendari (Antara News) - Menteri Hukum dan HAM RI, Amir Syamsuddin menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak bermaksud membatasi atau menghilangkan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan Amir Syamsuddin saat dialog dan menjawab pertanyaan mahasiswa Universitas Muhamadiah (Unismuh) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) usai memberikan kuliah umum di kampus itu, Kamis.
"RUU KUHP dan RUU KUHAP merupakan lex generalis sehingga tidak menghilangkan kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," katanya.
Dia menjelaskan, RUU KUHP merupakan upaya rekodifikasi hukum pidana sehingga seluruh asas hukum pidana berlaku untuk semua tindak pidana, baik yang diatur di dalam KUHP maupun di luar KUHP.
"Penyusunan kedua RUU tersebut atas dasar sistem hukum nasional dan memperhatikan HAM yang universal," katanya.
Terkait dengan penghapusan penyelidikan dalam RUU KUHAP, diserahkan kepada setiap institusi yang telah ditentukan dalam undang-undang masing-masing, misalnya Pasal 43 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
"Sedangkan tindakan penyelidikan merupakan tindakan yang dilakukan secara diam-diam (tindakan keintelijenan) yang bersifat under cover yang cukup diatur di dalam SOP," katanya.
Lebih Lanjut Menteri menjelaskan, terkait dengan masa penahanan, maka mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan sampai dengan kasasi hanya mempunyai perbedaan 41 hari antara RUU KUHAP dan KUHAP (Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981).
Sedang mengenai penyadapan katanya, dapat diartikan bahwa Pasal 3 ayat (2) RUU KUHAP memberikan keleluasaan kepada undang-undang di luar KUHAP mengatur hukum acaranya masing-masing.
"Dengan ketentuan tersebut, KPK dapat melakukan penyadapan tanpa meminta izin kepada pengadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002," katanya.
Kuliah umum dilanjutkan dialog tersebut diikuti sekitar 500 orang terdiri dari mahasiswa Hukum Unismuh Kendari dan dosen di kampus tersebut yang dihadiri pula oleh Rektor Unismuh Kendari, Dr Rifai Nur.
Hal itu disampaikan Amir Syamsuddin saat dialog dan menjawab pertanyaan mahasiswa Universitas Muhamadiah (Unismuh) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) usai memberikan kuliah umum di kampus itu, Kamis.
"RUU KUHP dan RUU KUHAP merupakan lex generalis sehingga tidak menghilangkan kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," katanya.
Dia menjelaskan, RUU KUHP merupakan upaya rekodifikasi hukum pidana sehingga seluruh asas hukum pidana berlaku untuk semua tindak pidana, baik yang diatur di dalam KUHP maupun di luar KUHP.
"Penyusunan kedua RUU tersebut atas dasar sistem hukum nasional dan memperhatikan HAM yang universal," katanya.
Terkait dengan penghapusan penyelidikan dalam RUU KUHAP, diserahkan kepada setiap institusi yang telah ditentukan dalam undang-undang masing-masing, misalnya Pasal 43 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
"Sedangkan tindakan penyelidikan merupakan tindakan yang dilakukan secara diam-diam (tindakan keintelijenan) yang bersifat under cover yang cukup diatur di dalam SOP," katanya.
Lebih Lanjut Menteri menjelaskan, terkait dengan masa penahanan, maka mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan sampai dengan kasasi hanya mempunyai perbedaan 41 hari antara RUU KUHAP dan KUHAP (Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981).
Sedang mengenai penyadapan katanya, dapat diartikan bahwa Pasal 3 ayat (2) RUU KUHAP memberikan keleluasaan kepada undang-undang di luar KUHAP mengatur hukum acaranya masing-masing.
"Dengan ketentuan tersebut, KPK dapat melakukan penyadapan tanpa meminta izin kepada pengadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002," katanya.
Kuliah umum dilanjutkan dialog tersebut diikuti sekitar 500 orang terdiri dari mahasiswa Hukum Unismuh Kendari dan dosen di kampus tersebut yang dihadiri pula oleh Rektor Unismuh Kendari, Dr Rifai Nur.