Kendari, (Antara News) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), mencatat terdapat 1.542 karyawan perusahaan tambang di daerah itu yang sudah dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan sebagai dampak dari pelarangan ekspor ore ke luar negeri.
Kepala Dinas Nakertrans Sultra, Armunanto, di Kendari, Rabu, mengatakan, selain di-PHK ada ratusan pekerja tambang yang dirumahkan oleh beberapa perusahaan tambang.
"Jumlah karyawan perusahaan tambang yang dirumahkan sebanyak 289 orang," kata Armunanto.
Ia mengatakan, karyawan yang di PHK dan dirumahkan tersebut berasal dari 19 perusahaan pertambangan yang ada pada beberapa kabupaten di Sultra.
"Perusahaan tersebut berada di Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Bombana," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten sudah memprediksi akan terjadi PHK menyusul pemberlakuan larangan ekspor bahan mentah atau ore nikel ke luar negeri terhitung 12 Januari 2014 lalu.
"Langkah yang pertama kami lakukan adalah menyurati kabupaten kota khususnya dinas tenaga kerja setempat untuk melaporkan tenaga kerja perusahaan tambang yang di PHK atau dirumahkan," katanya.
Armunanto memperkirakan, jumlah karyawan yang di PHK atau dirumahkan akan bertambah secara bertahap, asalkan kabupaten kota pro aktif memantau atau mengkoordinasikan kepada perusahaan tambang yang ada dimasing-masing daerahnya.
Kepala Dinas Nakertrans Sultra, Armunanto, di Kendari, Rabu, mengatakan, selain di-PHK ada ratusan pekerja tambang yang dirumahkan oleh beberapa perusahaan tambang.
"Jumlah karyawan perusahaan tambang yang dirumahkan sebanyak 289 orang," kata Armunanto.
Ia mengatakan, karyawan yang di PHK dan dirumahkan tersebut berasal dari 19 perusahaan pertambangan yang ada pada beberapa kabupaten di Sultra.
"Perusahaan tersebut berada di Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Bombana," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten sudah memprediksi akan terjadi PHK menyusul pemberlakuan larangan ekspor bahan mentah atau ore nikel ke luar negeri terhitung 12 Januari 2014 lalu.
"Langkah yang pertama kami lakukan adalah menyurati kabupaten kota khususnya dinas tenaga kerja setempat untuk melaporkan tenaga kerja perusahaan tambang yang di PHK atau dirumahkan," katanya.
Armunanto memperkirakan, jumlah karyawan yang di PHK atau dirumahkan akan bertambah secara bertahap, asalkan kabupaten kota pro aktif memantau atau mengkoordinasikan kepada perusahaan tambang yang ada dimasing-masing daerahnya.