Kendari (Antara News) - Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam kurun waktu empat tahun terakhir menangani 175 kasus pertambangan.

Permasalahan pertambangan yang kompleks umumnya disebabkan tidak adanya koordinasi antarlembaga atau instansi terkait, kata Kapolda Sultra Brigjen Pol Ngadino saat menjadi keynote speech pada seminar pertambangan di Kendari, Selasa.

Tampil sebagai narasumber pada seminar yang mengangkat tema "Menciptakan Kepastian Hukum bidang Pertambangan dan Menumbuhkan Iklim Investasi di Daerah" adalah mantan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol (Purn) Untung S Radjab, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof Juajir Sumardi dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar yang juga mantan anggota Kompolnas Prof Laode Husain.

Kapolda Sultra mengemukakan bahwa beberapa sumber permasalahan sektor pertambangan adalah banyaknya regulasi yang mengatur kegiatan pertambangan yang mengakibatkan kontradiksi antara peraturan dengan penerapannya.

Ia memberi contoh, dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi pedoman penerbitan izin-izin lainnya, termasuk izin pertambangan.

Namun, pada kenyataannya saat ini di Sultra belum ada izin lingkungan yang diterbitkan terkait izin usaha pertambangan.

Hal ini terjadi karena pemerintah terlambat menetapkan aturan tentang pelaksanaan izin lingkungan serta peraturan-peraturan daerah terkait.

Juga permasalahan pertambangan dipicu kurangnya koordinasi antarinstansi yang berwenang dalam proses penerbitan izin usaha pertambangan sehingga bermuara pada tumpang tindih wilayah izin usaha pertambangan.

Pemberian status "clear and clean" tanpa mempertimbangkan kepentingan sektor lain, seperti Kehutanan, Perhubungan dan lingkungan hidup serta tidak dilakukannya verifikasi faktual ikut memberi kontribusi permasalahan tambang di daerah ini, kata Kapolda Ngadiono.

Pewarta : Oleh: Suparman
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024