Kendari, (Antara News) - Batik kerajinan tenun Tolaki, Sulawesi Tenggara menjadi primadona yang diminati setiap tamu dan wisatawan yang berkunjung ke daerah itu.
"Kalau ke sini, mereka pasti membelinya untuk cendera mata yang dibawa kembali ke daerahnya," kata Kadis Perindustrian dan Perdagangan Sultra, H Saimu Alwi, di Kendari, Selasa.
Bagi masyarakat Sultra, batik tenun Tolaki serta tenun khas dari kabupaten lain di Sultra sudah dijadikan pakaian kebesaran dalam setiap pesta dan sekali dalam seminggu dipakai kalangan pegawai negeri sipil (PNS) setempat.
"Motif kain batik di Sulawesi Tenggara tidak hanya pada hasil tenun Tolaki yang mendiami wilayah daratan Kota Kendari, Konawe, Kolaka dan Bombana, tetapi juga ada batik motif wilayah kepulauan hasil tenun masyarakat Kabupaten Muna, Buton dan Wakatobi yang tidak kalah bagusnya," katanya.
Menurut Saimu, khusus motif batik Tolaki saat ini merupakan primadona kain tenun khas Sulawesi Tenggara dan hingga saat ini tradisi menenun di beberapa kelompok penenun terus berkembang seiring dengan permintaan pasar.
"Hal itu juga karena kecintaan masyarakatnya terhadap kain tradisional itu semakin besar, apalagi ada motif dan mitos yang menjadi lambang corak budaya yang sedang digemari saat ini," katanya.
Ia mengatakan mereka selalu menjadikan kain tenun sebagai pakaian kebesaran dalam setiap pesta adat di lingkungan masyarakat Tolaki.
"Mereka pun berkeyakinan, jika dalam upacara adat tidak menggunakan kain tenun Tolaki, maka akan terasa ada yang sangat kurang," kata Saimu, didampingi Kabid Industri Kecil dan Menengah Dinas Perindag Sultra, Safoan.
Ia mengatakan motif yang cukup terkenal di masyarakat Tolaki adalah ragam hias mua. Motif ini biasanya menggunakan warna jingga muda, kelabu, biru laut, kuning susu, hijau lumut, dan merah samar.
Selain itu, digunakan juga benang emas yang membentuk motif garis halus dan kesan bunga kecil.
Kain tenun bercorak biasa disebut sebagai kain corak hujan panas karena adanya kesan berkilat yang disebabkan adanya benang emas. Jika benang emas membentuk garis lurus maka disebut sebagai tenun songket selit.
Safoan mengatakan prospek batik khas Sultra ke depan terus mengalami kemajuan yang cukup berkembang, apalagi setiap ada even nasional sudah menjadikan bahan bawaan (cendera mata) untuk dibawa pulang di saat para tamu berkunjung di daerah ini.
"Sudah menjadi tradisi para tamu pusat maupun tamu mancanegara, saat akan kembali ke daerahnya pasti mereka mengunjungi dan membeli cendera mata batik khas Sultra dan beberapa produk kerajinan lainnya berupa anyaman nentu dan makanan khas kacang mete," ujarnya.
Kendalanya adalah menciptakan penenun tradisional itu dengan produk dan karya sendiri sangat sulit, sebab penenun itu harus menjiwai seni yang dalam dan memiliki ketekunan untuk melahirkan corak dan motif yang bernilai tinggi.
"Kalau ke sini, mereka pasti membelinya untuk cendera mata yang dibawa kembali ke daerahnya," kata Kadis Perindustrian dan Perdagangan Sultra, H Saimu Alwi, di Kendari, Selasa.
Bagi masyarakat Sultra, batik tenun Tolaki serta tenun khas dari kabupaten lain di Sultra sudah dijadikan pakaian kebesaran dalam setiap pesta dan sekali dalam seminggu dipakai kalangan pegawai negeri sipil (PNS) setempat.
"Motif kain batik di Sulawesi Tenggara tidak hanya pada hasil tenun Tolaki yang mendiami wilayah daratan Kota Kendari, Konawe, Kolaka dan Bombana, tetapi juga ada batik motif wilayah kepulauan hasil tenun masyarakat Kabupaten Muna, Buton dan Wakatobi yang tidak kalah bagusnya," katanya.
Menurut Saimu, khusus motif batik Tolaki saat ini merupakan primadona kain tenun khas Sulawesi Tenggara dan hingga saat ini tradisi menenun di beberapa kelompok penenun terus berkembang seiring dengan permintaan pasar.
"Hal itu juga karena kecintaan masyarakatnya terhadap kain tradisional itu semakin besar, apalagi ada motif dan mitos yang menjadi lambang corak budaya yang sedang digemari saat ini," katanya.
Ia mengatakan mereka selalu menjadikan kain tenun sebagai pakaian kebesaran dalam setiap pesta adat di lingkungan masyarakat Tolaki.
"Mereka pun berkeyakinan, jika dalam upacara adat tidak menggunakan kain tenun Tolaki, maka akan terasa ada yang sangat kurang," kata Saimu, didampingi Kabid Industri Kecil dan Menengah Dinas Perindag Sultra, Safoan.
Ia mengatakan motif yang cukup terkenal di masyarakat Tolaki adalah ragam hias mua. Motif ini biasanya menggunakan warna jingga muda, kelabu, biru laut, kuning susu, hijau lumut, dan merah samar.
Selain itu, digunakan juga benang emas yang membentuk motif garis halus dan kesan bunga kecil.
Kain tenun bercorak biasa disebut sebagai kain corak hujan panas karena adanya kesan berkilat yang disebabkan adanya benang emas. Jika benang emas membentuk garis lurus maka disebut sebagai tenun songket selit.
Safoan mengatakan prospek batik khas Sultra ke depan terus mengalami kemajuan yang cukup berkembang, apalagi setiap ada even nasional sudah menjadikan bahan bawaan (cendera mata) untuk dibawa pulang di saat para tamu berkunjung di daerah ini.
"Sudah menjadi tradisi para tamu pusat maupun tamu mancanegara, saat akan kembali ke daerahnya pasti mereka mengunjungi dan membeli cendera mata batik khas Sultra dan beberapa produk kerajinan lainnya berupa anyaman nentu dan makanan khas kacang mete," ujarnya.
Kendalanya adalah menciptakan penenun tradisional itu dengan produk dan karya sendiri sangat sulit, sebab penenun itu harus menjiwai seni yang dalam dan memiliki ketekunan untuk melahirkan corak dan motif yang bernilai tinggi.