Jakarta (Antara News) -  "... Jangan pernah ragu menegur orang lain...",kata seorang penerbang  Jeffry Adrian di Jakarta, Sabtu ketika mengomentari pemukulan seorang pramugari oleh seorang pejabat pemerintah.

Jeffry Adrian menyatakan hal itu ketika menanggapi ulah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Provinsi Bangka Belitung Zakaria Umar Hadi terhadap seorang pramugari perusahaan penerbangan Sriwijaya Air Nur Febriani dalam penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Banten menuju Bandara Depati Amir, Bangka baru-baru ini.

Nur Febriani yang berusia sekitar 31 tahun ini menegur Zakaria Umar Hadi karena Kepala BKPM Bangka Belitung itu ketahuan menggunakan  pesawat telepon genggamnya di dalam pesawat padahal Undang-Undang No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan yang secara jelas atau tegas telah melarang pemakaian HP di dalam pesawat udara.

Pilot Jeffry Adrian menegaskan bahwa seharusnya seorang penumpang pesawat terbang tidak hanya dilarang untuk mengotak-atik HP-nya pada saat sudah berada di dalam kapal terbang tapi juga ketika telah berada di ruang pemeriksaan.

Ia menyatakan pemakaian HP di dalam pesawat bisa mengganggu sistem komunikasi sarana angkutan udara itu. Patut didukungkah sikap pilot ini?

Ternyata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti mendukung  sikap penerbang ini, dengan mengatakan jika ada pelanggaran terhadap UU Penerbangan maka harus diberikan sanksi-sanksi yang tegas.

"Di dalam Undang-Undang itu diatur kewajiban masing-masing yakni penyedia maupun pemakai jas. Jika melanggar , ya harus diberi sanksi," kata Dirjen Perhubungan Herry Bakti dengan tegas.

Sementara itu, sang Kepala BKPM Bangka Belitung itu ketika mengomentari pemukulan sang pramugari dengan kertas koran  itu dengan nada membela diri cuma berkata "Itu hanya salah paham".

Zakaria Umar Hadi berkata bahwa karena ia sudah sering naik kapal terbang maka tentu dirinya mengetahui bahwa seseorang dilarang memanfaatkan hp saat sudah berada di dalam pesawat.

Namun pertanyaan orang awam adalah kenapa kalau sudah mengetahui larangan itu, seorang pejabat pemerintah masih juga melanggarnya?

Bukankah seorang pejabat pemerintah baik di tingkat daerah maupun pusat harus memberi contoh kepada rakyat atau masyarakat bahwa merekalah yang harus berinisiatif memberi contoh baik dalam hal apa pun juga kepada masyarakat?

Gara-gara ulah tidak bertanggung jawab itu, maka sang Kepala BKPM Bangka Belitung itu harus berurusan dengan jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia alias Polri.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polisi Brigadir Jenderal Polisi Boy Rafli Amar menyatakan  gara-gara peristiwa pemukulan itu, maka sang Kepala BKPM Babel itu telah ditahan.

Pejabat itu ditahan di Polsek Pangkalan  Baru, Bangka Belitung. Karena disangka melakukan penganiayaan maka terkena ancaman hukuman paling lama dua tahun delapan bulan.

Kepala BKPM itu bisa terkena Pasal 351 KUHP Ayat 1 tentang penganiayaan juncto Pasal 335, kata Brigjen Boy Rafli Amar. Pelanggaran  pidana itu juga diperkuat oleh pramugari Sriwijaya lainnya, Ulza Wulandari yang berusia 23 tahun

                Pejabat beri contoh
Kasus penganiayaan yang dilakukan Kepala BKPM Bangka Belitung tampaknya hanya merupakan "urusan kecil atau remeh" karena cuma ditujukan kepada seorang pramugari apalagi "cuma" menggunakan kertas koran.

Tapi persoalannya adalah kalau frekuensi radio komunikasi pesawat itu sampai terganggu  maka pertanyaan yang bisa muncul adalah apakah sang Kepala BKPM itu mau dipersalahkan ataukah sang pramugari yang dituduh tidak melarang penumpang  untuk mematikan hp sesuai aturan perundangan?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam berbagai kesempatan selalu mengingatkan seluruh jajaran pemerintahan mulai dari pegawai negeri sipil  hingga anggota TNi dan Polri untuk mematuhi semua aturan atau undang-undang yang dibuat untuk kepentingan masyarakat.

Pertanyaannya adalah kok sampai sekarang masih banyak pejabat termasuk Kepala BKPM Bangka Belitung ini yang dengan gampangnya atau santainya melanggar aturan.

Karena tindak penganiayaan ini dilakukan di depan umum dan berlangsung tanpa malu-malu, maka pertanyaan yang bisa muncul pada benak orang banyak adalah apakah sang Kepala BKPM ini  sudah terbiasa melakukan hal itu? 

Zakaria Umar Hadi atau pun anggota keluarganya  sah-sah saja jika membela diri dengan mengatakan bahwa ini adalah kejadian pertama  atau karena istrinya sedang sakit.

Tapi siapa pun orangnya yang masih memiliki akan sehat yang baik tentu tidak akan bisa membenarkan tindakan penganiayaan itu apalagi diarahkan kepada seorang wanita.

Pertanyaan yang pantas diajukan kepada Kepala BKPM ini adalah sudikah dia membiarkan orang lain memukul atau menganiaya anak perempuan atau anggota keluarganya yang lain?

Pertanyaan lain yang bisa muncul di benak masyarakat  umum adalah kenapa Zakaria Umar Hadi sampai hati melakukan tindak kekerasan itu? 

Pertanyaan ini dengan sangat mudah bisa dijawab dengan mengatakan bahwa karena dia merasa dirinya adalah seorang pejabat penting maka tentu tidak ada orang yang berani melawan.

Beranikah seorang juru tik di kantor BKPM Bangka Belitung melakukan hal yang sama kepada seorang  pramugari gara-gara ditegur soal pemakaian hp karena merasa sadar tidak mempunyai kekuasaan atau kewenangan yang serba besar atau hebat.

Pelajaran atau hikmah apakah yang bisa dipetik dari ulah pemimpin BKPM tingkat lokal ini?

Ajaran Islam dengan  secara jelas telah mengajarkan sikap tawadhu yang sikap rendah hati jika seseorang apalagi pejabat saat berhadapan dengan orang lain.

Seorang pejabat baik beragama Islam maupun agama lainnya tentu harus bersikap rendah hati terhadap orang lain  apa pun pekerjaan atau profesinya.

Kementerian Aparatur Negara serta Reformasi Reformasi dan juga Lembaga Administrasi Negara atau LAN mudah-mudahan ikut memperhatikan kasus ini dan semakin menekankan arti pentingnya pembinaan mental  aparatur negara  sehingga tidak ada lagi pejabat semacam Kepala BKPM Bangka Belitung ini yang cuma menjadi cemohan rakyat umum karena bertindak semaunya sendiri.

Pewarta : Oleh Arnaz Firman
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024