Ternate,  (ANTARA News) - Mabes Polri pada Agustus 2012 menetapkan Gubernur Maluku Utara Thaib Armayin sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Dana Tak Terduga (DTT) senilai Rp6,9 miliar pada APBD Malut tahun 2004.

        Langkah Mabes Polri tersebut mendapat apresiasi besar dari para penggiat antikorupsi di Maluku Utara karena selama ini institusi hukum setempat terkesan enggan mengusut kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah.

        Seorang penggiat antikorupsi di Malut Hasbi Yusup SE, MS menilai langkah Mabes Polri menetapkan gubernur setempat sebagai tersangka dalam kasus DTT merupakan lonpatan besar dalam upaya pemberantasan korupsi di provinsi ini.

        Kasus korupsi DTT tersebut sudah diteriakkan penuntasannya oleh para penggiat antikorupsi di daerah ini sejak 2006 setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan dana DTT sebesar Rp6,9 miliar saat mengaudit keuangan Pemprov Malut tahun anggaran 2004.

        Polda Malut sebenarnya sudah mengusut kasus tersebut, namun hanya menyentuh staf bawahan, di antaranya mantan Kabag Perbedaharaan Biro Keuangan Pemprov Malut Rusli Zainal yang telah divonis ditingkat kasasi dengan hukuman penjara lima tahun.

        "Kalau kasus DTT tersebut tidak diambil alih kelanjutan penangganannya oleh Mabes Polri maka Gubernur Malut yang sesuai hasil audit BPK berperan besar dalam penyimpangan dana DTT itu tidak akan diproses secara hukum," kata Hasbi yang juga pengajar dari Universitas Khairun Ternate.

        Namun para penggiat antikorupsi di Malut mulai pula mengkhwatirkan keseriusan Mabes Polri untuk menuntaskan proses hukum Gubernur Malut dalam kasus itu karena sampai saat ini gubernur yang akan mengakhiri masa jabatan periode keduanya pada Agustus 2013, belum juga ditahan.

        Mabes Polri seharusnya segera menahan Thaib Armayin dan melimpahkan ke kejaksaan untuk diteruskan ke pengadilan agar secepatnya mendapat kepastian hukum, karena kalau dibiarkan mengambang akan memunculkan penilaian bahwa Mabes Polri hanya cari popularitas.

        Gubernur Thaib Armayin melalui kuasa hukumnya Abdul Kahar SH menyatakan, siap mematuhi semua proses hukum yang akan terjadi pada dirinya terkait dengan kasus dugaan korupsi dana DTT itu dan siap membuktikan bahwa ia tidak bersalah dalam kasus itu.

        Gubernur yang terkenal sebagai 'bapak rekonsiliasi' Malut itu membenarkan bahwa pada 2004 memanfaatkan dana DTT, di antaranya untuk biaya perjalanan mengunjungi berbagai daerah di Malut untuk melakukan rekonsiliasi di masyarakat pasca-terjadinya konflik sosial di daerah itu.

        Dalam setiap kunjungan ke daerah itu gubernur juga banyak memberikan bantuan kepada masyarakat mengingat saat itu ekonomi masyarakat belum berjalan efektif akibat konflik, namun saat itu karena fokus pada upaya menciptakan rekonsiliasi dan membantu masyarakat sehingga kurang memperhatikan pertanggungjawaban adiministrasinya.

        "Jadi temuan BPK karena tidak ada pertanggungjawaban administrasi dalam pemanfaatan dana DTT trsebut, tapi data-data mengenai pertanggungjawaban dana DTT itu sudah dikumpulkan dan akan diserahkan dalam proses hukum nanti," kata gubernur melalui penasehat hukumnya.

    
    Sebaiknya mundur

    Sejumlah kalangan di Malut menyarankan Gubernur Thaib Armayin untuk mengundurkan diri dari jabatannya Gubernur Malut sebagai tanggung jawab moral atas penetapannya sebagai tersangka dalam kasus DTT tersebut.

         Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah memiliki tanggungjawab untuk menyukseskan serta mensosialisasikan berbagai program pemerintah pusat di daerahnya, termasuk program pencegahan praktik korupsi dikalangan aparat pemerintah di daerah.

         Menurut Ketua Pusat Studi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah (UMMU) Maluku Utara (Malut) Aswir Padjodah, Gubernur Thaib pasti menghadapi hambatan psikologis saat mensosialisasikan program tersebut, disisi lain masyarakat pun tidak akan menggubris jika gubernur menyampaikan hal itu, karena menganggap ia justru melakukannya.

         Oleh karena itu, gubernur sebaiknya mundur dari jabatannya seperti yang dilakukan mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng yang langsug menyatakan mundur setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Hambalang oleh KPK.

         Para penggiat anti korupsi di Malut mengharapkan pula kepada institusi penegak hukum di pusat, baik KPK, Kejaksaan Agung maupun Mabes Polri untuk mengambil alih kasus korupsi di Malut yang hingga 2012 ini belum dituntaskan institusi penegak hukum setempat.

         Kasus tersebut di antaranya adalah kasus korupsi pembelian kapal cepat MV Halsel Expres senilai Rp14 miliar lebih di Pemkab Halmahera Selatan (Halsel), yang diduga melibatkan Bupati Halsel Muhammad Kasuba.

         Kasus korupsi yang terjadi pada 2006 itu menurut penggiat anti korupsi lainnya di Malut, Irvan Umasugi, sudah ditanggani oleh Kejati Malut, namun sampai saat ini belum jelas penuntasannya, padahal bukti-bukti mengenai terjadinya korupsi sangat jelas.

         Kasus korupsi lainnya di Malut yang selama ini selalu pula terus disuarakan para penggiat anti korupsi untuk diambil alih penangganannya oleh KPK atau Kejaksaan Agung dan Mabes Polri adalah kasus korupsi pembangunan Masjid Raya Sula di Kabupaten Kepulauan Sula senilai Rp20 miliar.

         Selain itu, kasus dugaan korupsi pembebasan lahan di Sofifi untuk lokasi pusat perkantoran Pemprov Malut senilai Rp20 miliar lebih serta dugaan penyimpangan dana bantuan sosial di Pemprov Malut tahun 2008 senilai Rp40 miliar lebih.

         "Kalau semua kasus tersebut tidak diambil alih penangganannya oleh institusi penegak hukum di pusat, terutama KPK maka sampai kapan pun tidak akan pernah dituntaskan oleh institusi penegak hukum di daerah ini, karena semuanya diduga melibatkan para pejabat birokrasi setempat," kata Irvan.

         Namun Polda Malut maupun Kejati Malut dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa kedua institusi hukum itu akan tetap berupaya menuntaskan semua dugaan kasus korupsi tersebut dengan catatan ditemukan bukti yang kuat.(Ant).

Pewarta : Oleh: La Ode Aminuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024