Jakarta (ANTARA News) - Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan pesawat tempur TNI Superhawk 200 jatuh di Riau, Selasa pagi saat melakukan persiapan menghadapi Angkasa Yudha (latihan perang puncak Angkatan Udara).

"Persiapan untuk itu (Angkasa Yudha)," katanya di Istana Negara, Jakarta, Selasa, seusai menghadiri acara Pembekalan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan XVIII dan Program Pendidikan Reguler Angkatan XLVII Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) 2012.

Menurut Imam, TNI AU akan melaksanakan latihan perang puncak pada 23 Oktober di Tanjung Pandan, Belitung, dengan mengerahkan semua jenis pesawat tempur seperti F 16, Superhawk 200, Sukhoi.

Imam menambahkan, kejadian jatuhnya pesawat yang dipiloti oleh Letna Dua Penerbang Reza tersebut, kini sedang diselidiki oleh PPKPT (Panitia Penyelidik Kecelakaan Pesawat Terbang) dari AU.

Imam menduga, ada sesuatu hal yang terjadi hingga membuat pilot pesawat melontarkan diri keluar dari pesawat.

"Biasanya itu mesti ada sesuatulah. Ga mungkin penerbang tiba-tiba 'eject' (melontarkan diri keluar) pasti ada something wrong, mungkin kena burunglah atau apa kita belum tahu. Kalau saya yakin, saya kira ini bukan 'human error' (kesalahan manusia), mungkin mesinnya. Berdasarkan pengalaman, kalau 'eject', tau ada sesuatu dia meninggalkan pesawat, ada 'emergency' (darurat)," katanya.

Seperti diberitakan, Selasa pagi, sekira pukul 09.30 WIB, sebuah pesawat Superhawk 200 jatuh di Jalan Amal, Pasir Putih, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar,Provinsi Riau.

                                              Minta Maaf

Kedispen TNI-AU Marsma TNI Azman Yunus atas nama Mabes TNI-AU meminta maaf terkait tindakan anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap sejumlah wartawan saat meliput jatuhnya pesawat tempur di permukiman warga di Kabupaten Kampar, Riau.

"Saya atas nama Mabes TNI AU meminta maaf sebesar-besarnya terkait insiden tersebut," kata Kadispenau saat dihubungi di Bandung, Selasa.

Ia mengatakan, anggotanya bukan ingin menghalang-halangi kerja wartawan untuk melakukan peliputan, melainkan menyelamatkan pilot yang ditengarai masih berada di dalam pesawat.

Menurut dia, oknum petugas itu merasa terhalangi kerjanya, sehingga dengan spontan mereka mengamankan wartawan.

"Mereka juga merasa labil dengan adanya peristiwa tersebut, sehingga melakukan tindakan seperti itu. Kendati demikian, tindakannya tidak dibenarkan. Kami akan mengirimkan surat teguran kepada yang bersangkutan," kata Azman.

Tindakan oknum TNI AU itu, ujarnya, juga sebagai upaya mengamankan wartawan yang akan mengambil gambar karena pesawat tempur yang jatuh itu dilengkapi peluru kendali (rudal).

"Ini membahayakan bagi jurnalis dan warga sekitar yang menonton jatuhnya pesawat tersebut. Jarak aman (radiusnya) mencapai 100 meter. Ini harus 'clear'," katanya.

Ia juga meminta Komandan Lanud Rusmin Nurjadin Pekanbaru untuk menemui para wartawan yang mendapatkan tindakan kekerasan oknum anggotanya.

"Kalau ada kamera yang diambil diminta untuk segera dikembalikan. Intinya kami meminta maaf terkait insiden ini," ucapnya.

Sebelumnya dilaporkan, sebanyak enam wartawan telah menjadi korban penganiayaan sejumlah oknum TNI saat meliput insiden jatuhnya pesawat Hawk 200 milik TNI AU di sekitar permukiman warga RT 03, RW 03,Dusun 03, Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Selasa, sekitar pukul 09.47 WIB.

Enam wartawan tersebut di antaranya Didik Herwanto, fotografer Riau Pos (Jawapos Grup), Fakhri Rubianto, reporter Riau Televisi, Rian FB Anggoro (pewarta kantor berita ANTARA), Ari (TV One) dan Irwansyah (reporter RTV) serta Andika (fotografer Vokal).

Tidak hanya penganiayaan, sejumlah oknum TNI yang berjaga-jaga di lokasi insiden pesawat jatuh juga merampas beberapa kamera milik pewarta foto yang tengah bertugas.

"Tiba-tiba, begitu saya datang mendekat ke lokasi langsung dipukul di bagian perut," kata Rian, pewarta ANTARA. (Ant).

Pewarta :
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024