Wangiwangi (ANTARA News) - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pendidikan dan kebudayaan, UNESCO, telah menyetujui penetapan Taman Nasional Laut Wakatobi, Sulawesi Tenggara sebagai salah satu dari 13 cagar biosfir yang baru di dunia.

UNESCO menyetujui hal tersebut melalui pertemuan Penasehat Internasional Comittee untuk Biosphere Reserve Program MAB UNESCO ke-18, yang berlangsung di Paris pada tanggal 2 sampai 4 April 2012 lalu.

Menurut Bupati Wakatobi, Hugua yang disampaikan dalam berbagai kesempatan di Wangiwangi, ada tiga kepentingan yang dilindungi UNESCO dalam menetapkan TN Wakatobi sebagai pusat cagar biosfir dunia tersebut.

Ketiga kepentingan tersebut yakni kearifan lokal masyarakat Wakatobi, kelestarian lingkungan dan kepentingan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan.

Kearifan lokal yang dilindungi di Wakatobi, menyangkut tradisi budaya masyarakat dalam memperlakukan alam dan mengambil sesuatu dari alam.

Sedangkan kelestarian lingkungan perlu dilindungi, karena kawasan perairan laut TN Wakatobi memiliki keragaman terumbu karang dan biota laut yang cukup tinggi, bila dibandingkan dengan kawasan-kawasan lain yang ada di dunia.

Jumlah spesies terumbu karang di perairan laut Wakatobi mencapai 750 spesies dari 850 spesies terumbu karang dunia. Di laut Karibia yang banyak dikunjungi wisatawan terutama penyelam, hanya memiliki 50 spesies terumbu karang, sedangkan laut Merah hanya 300 spesies.

Sedangkan kepentingan ekonomi yang perlu dilindungi menurut Hugua, bagaimana masyarakat di kawasan Wakatobi dapat mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada secara berkelanjutan, tanpa mengganggu keseimbangan lingkungan.

"Dengan status sebagai cagar biosfir dunia yang diberikan oleh UNESCO ini, maka Wakatobi yang terletak di pusat segi tiga terumbu karang dunia, saat ini bukan lagi hanya milik masyarakat Wakatobi tapi sudah menjadi milik dunia," kata Hugua pada kesempatan Semiloka yang diikuti para kepala desa, aktivis LSM lingkungan, anggota DPRD dan para pejabat lingkup Pemerintah Kabupaten Wakatobi pekan lalu.

Oleh karena itu tutur Hugua, menjaga keselamatan dan kelestarian lingkungan alam Wakatobi dari berbagai ancaman kerusakan, bukan lagi hanya tanggung jawab masyarakat Wakatobi, melainkan sudah menjadi kewajiban semua pihak, termasuk masyarakat dunia.

Bagi masyarakat dunia, tangung jawab mengamankan dan menjaga kelestarian lingkungan, terutama ekosistem perairan laut yang beragam jenis di kawasan TN Wakatobi tersebut, mungkin hanya sekedar dukungan moral atau bantuan dana pengelolaan kawasan konservasi perairan laut.

Namun bagi masyarakat Wakatobi sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan kawasan cagar biosfir dunia tersebut, dituntut berpartisipasi aktif mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam di dalam kawasan itu secara lestari dan berkelanjutan.

Bila tidak, label cagar biosfir yang akan diberikan dalam bentuk Sertifikat oleh UNESCO kepada Pemerintah Kabupaten Wakatobi pada Juli 2012, hanya akan menjadi pajangan yang menghiasi dinding ruangan kerja Bupati Wakatobi.

Kerusakan ekosistem dan lingkungan perairan laut di TN Wakatobi akan tetap berlangsung, karena 75 persen penduduk Wakatobi yang berjumlah 114.000 jiwa lebih, sepenuhnya menggantungkan hidup dari potensi sumber daya alam yang ada di dalam laut.

"Karena itu, menjaga kelestarian ekosistem dan lingkungan perairan laut di Wakatobi seperti yang diinginkan pihak UNESCO, tidak pilihan lain kecuali masyarakat sendiri ikut dilibatkan menjadi pengawas utama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber dalam alam di dalam kawasan tersebut," kata pengiat lingkungan di Wakatobi, Saleh Hanan.



Area konservasi

Menyambut penetapan TN Wakatobi sebagai Cagar Biosfir dunia itu, Bupati Hugua sudah menginstruksikan kepada para kepala desa dan lurah di wilayahnya, menyediakan area laut di wilayah masing-masing seluas satu kilometer per segi, untuk konservasi ikan, terutama jenis ikan karang.

Di kawasan seluas satu kilometer persegi di masing-masing desa wilayah pesisir itu, tidak boleh ada aktifitas warga yang menangkap ikan atau kegiatan lainnya yang bisa mengganggu keseimbangan ekosistem di kawasan tersebut.

"Area konservasi yang akan dikelola oleh masyarakat di setiap desa itu, pada kurun waktu tertentu, tidak hanya akan mengembalikan jumlah populasi ikan di Wakatobi yang saat ini sudah mulai berkurang, melainkan juga akan melestarikan sumber daya alam perikanan secara berkelanjutan sepanjang masa," kata Hugua.

Menurut Hugua, area konservasi ikan yang disiapkan di setiap wilayah pesisir desa tersebut, untuk mengembalikan induk-induk ikan yang belakangan ini populasinya terus menurun akibat penangkapan oleh para nelayan yang sudah berlebihan.

Melalui upaya konservasi itu, diharapkan pertumbuhan populasi ikan, bisa lebih tinggi dari jumlah ikan yang ditangkap, minimal dapat terjadi keseimbangan antara jumlah ikan yang ditangkap dengan jumlah ikan yang berkembang.

Selain menyiapkan lahan konservasi di wilayah pesisir perairan laut tersebut, Bupati Hugua juga meminta masyarakat adat, untuk menghutankan tanah-tanah adat di wilayah itu dengan pepohonan yang bernilai ekonomi.

Menurut dia, tanah-tanah adat yang hijau dengan pepohonan, tidak sekedar bisa menjaga kelestarian alam, melainkan juga akan menjadi daya tarik bagi para wisatawan untuk berlama-lama tinggal di Wakatobi karena alam yang hijau dengan berbagai jenis pohon, akan menghasilkan udara segar yang menyejukkan dan memberi rasa nyaman.

"Wakatobi sebagai salah satu dari 29 daerah tujuan wisata dunia di Indonesia, hanya akan memiliki daya tarik bagi wisatawan, jika daratannya kelihatan hijau dengan pepohonan, pantainya putih dengan pasir dan lautnya tetap biru dan bersih dari sampah," katanya.

Oleh karena itu, masyarakat adat di Wakatobi, diharapkan tidak menjual tanah-tanah adat untuk kepentingan membangun rumah, gedung-gedung perhotelan atau pasar mal melainkan tetap dipertahankan menjadi lahan kosong yang hanya ditumbuhi pepohonan hijau bernilai ekonomi.

Pada kurun waktu tertentu, masyarakat dapat memanfaatkan pepohonan di dalam tanah adat itu untuk berbagai keperluan, lalu ditanami lagi kembali dengan jenis pohon yang sama, sehingga kehijauannya tetap lestari sepanjang masa.



Didukung IMACS

Rencana Pemerintah Kabupaten Wakatobi menyiapkan area konservasi di setiap wilayah pesisir desa dan kelurahan di Wakatobi tersebut mendapat dukungan dari IMACS (Indonesia Marine and Climate Support) atau Laut Indonesia dan Dukungan Iklim.

Menurut Direktur IMACS, Richard Mousey, dalam mendukung upaya-upaya konservasi perairan laut di Wakatobi, IMACS menyediakan dana U$2 juta dollar.

"Tahun 2012 ini, 10 dari 100 desa yang ada di Wakatobi, kami menyediakan dana untuk konservasi dan pengelolaan sumber daya kelautan di Wakatobi sebesar U$25.000 dollar," katanya.

Tentu saja IMACS menyiapkan dana sebanyak itu dengan harapan, dapat meningkatkan ketahanan ekosistem alam dan masyarakat pesisir untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim dan mengurangi resiko bencana.

Di seluruh Indonesia menurut Richard, hanya ada dua provinsi yang mendapatkan dukungan dari IMACS dalam hal pengelolaan sumber daya kelautan ini, yakni NTB dan Sultra.

Provinsi Sultra sendiri, hanya Kabupaten Wakatobi yang mendapat dukungan dari IMACS, karena status Wakatobi sendiri yang wilayahnya seluas 1,3 juta hektar jadi kawasan Taman Nasional yang perlu dilindungi.

Bahkan pada Juli 2012, kawasan Wakatobi akan menjadi salah satu dari delapan cagar biosfir dunia yang ada di Indonesia. (ANT).

Pewarta : Agus
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024