Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha mengharapkan agar pemerintah memberikan solusi jangka pendek terkait pelarangan ekspor mineral mentah dalam Peraturan Menteri ESDM No.7 tahun 2012.

"Prinsip hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah barang tambang kami dukung, tapi, pemerintah diharapkan memberikan solusi jangka pendek kepada pengusaha karena persiapan pembangunan 'smelter' membutuhkan waktu yang panjang," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur dalam satu diskusi di Jakarta, Rabu.

Permen ESDM No.7 tahun 2012 dikeluarkan pada 6 Februari 2012 dan pada Pasa1 21 disebutkan bahwa "Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Men teri ini".

Artinya, pengusaha tidak boleh lagi mengekspor mineral mentah mulai Mei 2012, padahal menurut Natsir, pada UU Minerba No. 4 tahun 2009 disebutkan bahwa pengusaha baru wajib mengolah mineral paling lambat pada 2015.

"Regulasi masih tumpang tindih antara Permen 7/2012 dengan UU Minerba No 4/2009, penerapan Permen dimajukan dengan pertimbangan agar persiapan smelter jauh lebih awal, pelaksanaannya sangat terburu-buru dan belum ada solusi karena pembangunan smelter butuh waktu lama, investasi besar dan suplai bahan baku," jelas Natsir.

UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) YANG ditetapkan pada 12 Januari 2009, pada pasal 170 menyatakan bahwa "Pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri selambatlambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan" atau pada 2014.

"Indonesia setidaknya membutuhkan 20-30 smelter untuk alumunium, tembaga, besi, nikel dan mineral lain dengan nilai investasi Rp300-500 triliun," jelas Natsir.

Dengan penerapan Permen No. 7/2012, Natsir melihat bahwa pemerintah mencoba untuk memaksa agar pengusaha serius membangun "smelter".

"Kuncinya adalah bagi pengusaha yang dalam rencana bisnisnya menyatakan kesediaan untuk membangun smelter maka dibolehkan untuk mengekspor," tambah Natsir.

Natsir mengusulkan agar ada dua jenis IUP bagi pengusaha terkait aturan tersebut.

"Pertama adalah IUP produksi yaitu bagi pengusaha yang melakukan penambangan dan pengolahan dan kedua adalah IUP khusus yaitu bagi pengusaha yang hanya melakukan pengolahan, jadi pengusaha tambang yang tiak memiliki smelter dapat menjual mineral mentahnya ke pemegang IUP khusus," papar Natsir.

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024