Kendari (ANTARA News) - Bupati Konawe Selatan, Aswad Sulaeman, berwenang mengatur regulasi lahan di wilayahnya, baik untuk kepentingan pertambangan maupun untuk peruntukan lainnya seperti lahan pertanian atau perkebunan.
"Bupati Konawe Utara yang memberikan lahan pertambangan kepada PT Duta Inti Perkasa Mineral melalui SK No 153/2011 dan PT Sriwijaya Raya SK No 154/2011, tidak melampaui batas kewenangannya, meski PT Aneka Tambang Tbk merasa memiliki lahan tersebut," kata anggota DPRD Sultra, Nursalam Lada di Kendari, Jumat.
Anggota Komisi III DPRD Sultra menyatakan hal itu, menanggapi pernyataan kuasa hukum PT Antam, Todung Mulya Lubis, bahwa bupati Konawe Utara yang memberikan lahan milik PT Antam kepada perusahaan lain telah bertindak melampaui wewenangnya sebagai bupati.
Menurut Nursalam, kebijakan bupati Konawe Utara yang mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP) di atas lahan milik PT Antam tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang dan tugas seorang bupati.
"Bupati menerbitkan IUP di atas lahan milik PT Antam itu, tentu melalui pertimbangan yang cukup matang. Boleh jadi, lahan tersebut telah ditelantarkan oleh PT Antam sehingga merugikan masyarakat Konawe Utara sendiri secara keseluruhan," katanya.
Menurut dia, PT Antam menguasai lahan tambang di wilayah Konawe Utara, saat kabupaten tersebut masih menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Konawe.
Kurun waktu tersebut, PT Antam membiarkan lahan tersebut tidak diolah, sehingga tampak sebagai lahan kosong yang ditelantarkan.
Selain itu, izin usaha pertambangan yang dikantongi PT Antam, diterbitkan oleh Bupati Konawe, jauh sebelum undang-undang otonomi daerah diberlakukan.
Makanya sangatlah wajar, jika bupati Konawe Utara yang wilayahnya sudah otonom, menata kembali lahan-lahan tambang yang ada.
"Saya pikir, bupati Konawe Utara yang wilayahnya sudah pisah dengan Kabupaten Konawe, berwenang mengatur regulasi lahan itu. Bupati tidak bisa dituding telah merampas lahan milik PT Antam," katanya.
Sebelumnya, kuasa hukum PT Aneka Tambang, Todung Mulya Lubis menilai kebijakan Bupati Konawe Utara yang memberikan IUP kepada PT Duta Inti Perkasa Mineral melalui SK No 153/2011 dan PT Sriwijaya Raya SK No 154/2011 di atas lahan milik PT Antam, bertentangan dengan Undang-undang Pertambangan dan peraturan pelaksanaannya serta asas-asas umum pemerintahan yang baik.
"Bupati Konawe Utara seharusnya melindungi aset-aset negara yang ada di wilayahnya. Bukan merampas lahan negara lalu memberikannya kepada perusahaan lain, apalagi perusahaan itu milik swasta," katanya.
Todung menyatakan dirinya tidak menganggap undang-udang otonomi daerah salah, namun kebijakan seorang bupati yang semena-mena menghalalkan segala cara itu yang salah.
"Bagaimana mungkin, hanya alasan otonomi, bupati bisa merampas lahan milik BUMN yang sudah dikuasai sejak puluhan tahun, kan aneh itu," katanya.
Menurut dia, akibat ulah Bupati Konawe Utara tersebut, PT Antam Tbk tidak dapat mengolah lahan nikel seluas 6.213 hektare yang terletak di Desa Tapunopako Kecamatan Molawe itu, sehingga perusahaan BUMN itu mengalami kerugian yang tidak sedikit, yakni berkisar Rp40 triliun.
"Kerugian yang dialami PT Antam itu, juga ikut menimbulkan kerugian negara karena pemasukan uang ke kas negara dari perusahaan BUMN itu, ikut berkurang," katanya.
PT Antam sendiri sudah menggugat kebijakan bupati Konawe Utara tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha negara (PTUN) Kendari. Hasilnya, majelis hakim pengadilan tersebut menolak gugatan PT Antam dan membenarkan kebijakan bupati. (Ant).
"Bupati Konawe Utara yang memberikan lahan pertambangan kepada PT Duta Inti Perkasa Mineral melalui SK No 153/2011 dan PT Sriwijaya Raya SK No 154/2011, tidak melampaui batas kewenangannya, meski PT Aneka Tambang Tbk merasa memiliki lahan tersebut," kata anggota DPRD Sultra, Nursalam Lada di Kendari, Jumat.
Anggota Komisi III DPRD Sultra menyatakan hal itu, menanggapi pernyataan kuasa hukum PT Antam, Todung Mulya Lubis, bahwa bupati Konawe Utara yang memberikan lahan milik PT Antam kepada perusahaan lain telah bertindak melampaui wewenangnya sebagai bupati.
Menurut Nursalam, kebijakan bupati Konawe Utara yang mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP) di atas lahan milik PT Antam tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang dan tugas seorang bupati.
"Bupati menerbitkan IUP di atas lahan milik PT Antam itu, tentu melalui pertimbangan yang cukup matang. Boleh jadi, lahan tersebut telah ditelantarkan oleh PT Antam sehingga merugikan masyarakat Konawe Utara sendiri secara keseluruhan," katanya.
Menurut dia, PT Antam menguasai lahan tambang di wilayah Konawe Utara, saat kabupaten tersebut masih menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Konawe.
Kurun waktu tersebut, PT Antam membiarkan lahan tersebut tidak diolah, sehingga tampak sebagai lahan kosong yang ditelantarkan.
Selain itu, izin usaha pertambangan yang dikantongi PT Antam, diterbitkan oleh Bupati Konawe, jauh sebelum undang-undang otonomi daerah diberlakukan.
Makanya sangatlah wajar, jika bupati Konawe Utara yang wilayahnya sudah otonom, menata kembali lahan-lahan tambang yang ada.
"Saya pikir, bupati Konawe Utara yang wilayahnya sudah pisah dengan Kabupaten Konawe, berwenang mengatur regulasi lahan itu. Bupati tidak bisa dituding telah merampas lahan milik PT Antam," katanya.
Sebelumnya, kuasa hukum PT Aneka Tambang, Todung Mulya Lubis menilai kebijakan Bupati Konawe Utara yang memberikan IUP kepada PT Duta Inti Perkasa Mineral melalui SK No 153/2011 dan PT Sriwijaya Raya SK No 154/2011 di atas lahan milik PT Antam, bertentangan dengan Undang-undang Pertambangan dan peraturan pelaksanaannya serta asas-asas umum pemerintahan yang baik.
"Bupati Konawe Utara seharusnya melindungi aset-aset negara yang ada di wilayahnya. Bukan merampas lahan negara lalu memberikannya kepada perusahaan lain, apalagi perusahaan itu milik swasta," katanya.
Todung menyatakan dirinya tidak menganggap undang-udang otonomi daerah salah, namun kebijakan seorang bupati yang semena-mena menghalalkan segala cara itu yang salah.
"Bagaimana mungkin, hanya alasan otonomi, bupati bisa merampas lahan milik BUMN yang sudah dikuasai sejak puluhan tahun, kan aneh itu," katanya.
Menurut dia, akibat ulah Bupati Konawe Utara tersebut, PT Antam Tbk tidak dapat mengolah lahan nikel seluas 6.213 hektare yang terletak di Desa Tapunopako Kecamatan Molawe itu, sehingga perusahaan BUMN itu mengalami kerugian yang tidak sedikit, yakni berkisar Rp40 triliun.
"Kerugian yang dialami PT Antam itu, juga ikut menimbulkan kerugian negara karena pemasukan uang ke kas negara dari perusahaan BUMN itu, ikut berkurang," katanya.
PT Antam sendiri sudah menggugat kebijakan bupati Konawe Utara tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha negara (PTUN) Kendari. Hasilnya, majelis hakim pengadilan tersebut menolak gugatan PT Antam dan membenarkan kebijakan bupati. (Ant).