Kendari (ANTARA News) - Harga kakao dan biji mete gelondongan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang ditawarkan di pusat perdagangan hasil bumi hingga memasuki awal Maret 20012 cenderung bertahan seperti pekan sebelumnya.
Pantauan disejumlah pasar induk dan tradisional, Selasa, harga biji mete gelondongan kini dijual seharga Rp9.750 per kilogram yang sebelumnya mencapai Rp10.000 hingga Rp10.500 per kilogram dan kakao Rp19.200 per kilopgram yang sebelumnya Rp19.350 per kilogram.
Stabilnya harga biji mete gelondongan dan kakao itu karena permintaan pedagang sudah mulai stabil meskipun produksi hasil petani belum begitu ramai.
"Faktor hujan, juga mempengaruhi pembelian di bulan lalu, sehingga baru saat ini pedagang mulai kembali ramai membeli," kata Ny Jery, pembeli hasil basil komoditi di Pasar Kota Lama.
Sementara komoditi andalan lain khususnya cengkih, kopra dan lada msih tetap dan stoknya masih cukup meski tidak sebanyak pada panen tahun lalu.
"Biasanya bila pembeli dari luar banyak yang meminta maka harga terkadang naik seketika dalam batas yang masih wajar," katanya.
Ia mengatakan, meski stok komoditi andalan perkebunan itu masih tergolong sepih, menyebabkan transaksi permintaan pasar dari luar daerah maupun ekspor juga sedikit berkurang.
Sementara jenis komoditi andalan lainnya, kata Udin pedagang di Pasar Wuawua mengatakan, jika komodiditi lainnya seperti kopi, kemiri dan pinang belum mengalami perubahan yang berarti dan stabil seperti pada pekan sebelumnya.
Para pedagang mengatakan, naiknya harga sejumlah komoditi andalan itu menyusul perminta pasar lokal maupun untuk kebutuhan ekspor mulai meningkat.
Apalagi pedagang kini mulai banyak yang langsung membeli ditingkat petani disejumlah daerah sentra di Sultra. sehingga harganya pun terkadang lebih rendah dibanding dengan membeli pada tingkat pengumpul yang sudah mencari keuntungan dari petani.
Begitu pula dengan pedagang dari kabupaten Konawe Selatan, Wawan mengatakan, secara umum harga hasil perkebunan akhir-akhir ini belum menunjukkan kenaikan yang berarti karena pedagang dari luar belum ramai yang datang membeli.
Setiap kabupaten di Sultra, katanya, berbeda-beda harga penjulana hasil komoditinya. Di Kabupaten Buton dan Bombana misalnya harga kopra yang biasanya Rp6.000 per kilogram sementara di Kabupaten Konawe dan Kota Kendari ditawarkan Rp5.000 per kilogram.
Kadis Perdagangan dan Perindustrian Kota Kendari, Syam Alam mengatakan, perbedaan harga yang terjadi dipasaran merupakan hal biasa.
"Kualitas yang dihasilkan para petani itu memang baik, maka tentu nilai jualnya pun akan mahal. begitu pula sebaliknya bila hasil yang djual itu tidak memenuhi standar pasar maka haarganya pun akan dibeli sesuai dengan mutu" katanya.
Ia menambahkan, harga komoditi andalan yang di jual di Kota Kendari dengan beberapa kabupaten lain di Sultra tidak sama karena dipengaruhi faktor kualitas dari masing-masing daerah. (Ant).
Pantauan disejumlah pasar induk dan tradisional, Selasa, harga biji mete gelondongan kini dijual seharga Rp9.750 per kilogram yang sebelumnya mencapai Rp10.000 hingga Rp10.500 per kilogram dan kakao Rp19.200 per kilopgram yang sebelumnya Rp19.350 per kilogram.
Stabilnya harga biji mete gelondongan dan kakao itu karena permintaan pedagang sudah mulai stabil meskipun produksi hasil petani belum begitu ramai.
"Faktor hujan, juga mempengaruhi pembelian di bulan lalu, sehingga baru saat ini pedagang mulai kembali ramai membeli," kata Ny Jery, pembeli hasil basil komoditi di Pasar Kota Lama.
Sementara komoditi andalan lain khususnya cengkih, kopra dan lada msih tetap dan stoknya masih cukup meski tidak sebanyak pada panen tahun lalu.
"Biasanya bila pembeli dari luar banyak yang meminta maka harga terkadang naik seketika dalam batas yang masih wajar," katanya.
Ia mengatakan, meski stok komoditi andalan perkebunan itu masih tergolong sepih, menyebabkan transaksi permintaan pasar dari luar daerah maupun ekspor juga sedikit berkurang.
Sementara jenis komoditi andalan lainnya, kata Udin pedagang di Pasar Wuawua mengatakan, jika komodiditi lainnya seperti kopi, kemiri dan pinang belum mengalami perubahan yang berarti dan stabil seperti pada pekan sebelumnya.
Para pedagang mengatakan, naiknya harga sejumlah komoditi andalan itu menyusul perminta pasar lokal maupun untuk kebutuhan ekspor mulai meningkat.
Apalagi pedagang kini mulai banyak yang langsung membeli ditingkat petani disejumlah daerah sentra di Sultra. sehingga harganya pun terkadang lebih rendah dibanding dengan membeli pada tingkat pengumpul yang sudah mencari keuntungan dari petani.
Begitu pula dengan pedagang dari kabupaten Konawe Selatan, Wawan mengatakan, secara umum harga hasil perkebunan akhir-akhir ini belum menunjukkan kenaikan yang berarti karena pedagang dari luar belum ramai yang datang membeli.
Setiap kabupaten di Sultra, katanya, berbeda-beda harga penjulana hasil komoditinya. Di Kabupaten Buton dan Bombana misalnya harga kopra yang biasanya Rp6.000 per kilogram sementara di Kabupaten Konawe dan Kota Kendari ditawarkan Rp5.000 per kilogram.
Kadis Perdagangan dan Perindustrian Kota Kendari, Syam Alam mengatakan, perbedaan harga yang terjadi dipasaran merupakan hal biasa.
"Kualitas yang dihasilkan para petani itu memang baik, maka tentu nilai jualnya pun akan mahal. begitu pula sebaliknya bila hasil yang djual itu tidak memenuhi standar pasar maka haarganya pun akan dibeli sesuai dengan mutu" katanya.
Ia menambahkan, harga komoditi andalan yang di jual di Kota Kendari dengan beberapa kabupaten lain di Sultra tidak sama karena dipengaruhi faktor kualitas dari masing-masing daerah. (Ant).