Kendari (ANTARA News) - Tantangan yang dihadapi pemerintah Sulawesi Tenggara yakni masih rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM) yang belum beranjak dari posisi urutan 25 dari 33 provinsi di Tanah Air.
"Memang dari beberapa sektor seperti pendidikan sudah di atas angka rata-rata nasional, sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sultra yang kini di atas angka delapan persen," kata Ketua Pusat Penelitian Otonomi Daerah dan Pembangunan Pedesaan Universitas Haluoleo, Dr. Akhmad Firman di Kendari, Rabu
Namun, kata dia, masih terjadi perlambatan angka pertumbuhan sektor pertanian selam tiga tahun terakhir.
Pernyataan Akhamd Firman itu disampaikan pada Peluncuran Laporan Analisis Keuangan Publik Sultra Tahun 2012 bekerja sama dengan Bank Dunia dengan Pemerintah Provinsi Sultra, CIDA, Ausaid dan Yayasan Bakti, yang dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Sultra, HM Saleh Lasatta.
Berdasarkan hasil studi tersebut, menurut Firman, Sultra merupakan provinsi berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang secara konsisten lebih tinggi dari angka pertumbuhan nasional dalam lima tahun terakhir.
Sebagai contoh, angka kemiskinan turun dari 21,3 persen di tahun 2007 menjadi 14,6 persen di tahun 2011, atau berada di bawah rata-rata nasional seperti halnya angka pengangguran.
Namun demikian, kata dia, berbagai tantangan masih dihadapi Sultra di mana pertumbuhan ekonominya masih harus meningkatkan angka pendapatan domestik regional bruto (PDRB) per kapita yang saat ini masih di bawah angka PDRB per kapita nasional.
Ia mengatakan, hasil penelitian itu bahwa ada empat sektor strategis yang mempengaruhi yakni pendidikan, kesehatan, pertanian dan sektor infrastruktur.
Pada sektor pendidikan misalnya, kinerja pendidikan di Sultra belum mampu menyumbangkan peningkatan IPM karena masih rendahnya angka melek huruf, sedangkan di sektor kesehatan masih terdapat kesenjangan kinerja yang cukup tinggi antara kabupaten/kota.
Begitu pula di sektor infrastruktur, kata dia, pentingnya peran pemerintah daerah di Sultra untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur agar mendukung pertumbuhan sektor tersier (terutama perdangangan) yang tumbuh pesat akhir-akhir ini.
Selain itu di sektor pertanian, menurut dia, terlihat pentingnya upaya revitalisasi sektor pertanian yang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi Sultra.
"Meskipun perekonomian Sultra tumbuh di atas delapan persen, namun terjadi perlambatan angka pertumbuhan sektor pertanian dalam tiga tahun terakhir," ujarnya.
Sementara itu, Ekonom Senior Bank Dunia, Gregorius DV Pattinasary, mengatakan, Sultra memiliki peluang untuk terus meningkatkan kualitas pembangunan karena hal ini terlihat dari belanja pemerintah daerah per kapita, termasuk 10 terbesar di Indonesia.
"Namun demikian, laporan dari hasil analisis kuanagan publik Sultra tahun 2012 merekomendasikan agar kebijakan dan programn pemerintah harus lebih dipertajam dan efisiensi penggunaan anggaran harus lebih ditingkatkan," katanya.
Hal senada dikatakan Ketua Tim Peneliti Bank Dunia. Ihsan Haerudin bahwa Sultra terjadi peningkatan pemanfaatan infrastruktur belanja transfer (bantuan keuangan kepada daerah bawahan) oleh pemerintah provinsi selama dua tahun terakhir.
"Oleh karena itu, informasi keunagan belanja transfer perlu diperbaiki, sehingga komitmen pemerintah provinsi seperti pendidikan gratis, beasiswa, pelayanan kesehatan gratis, block grany ke desa/kelurahan yang tertuang dalam program Bahteramas dapat diketahui masyarakat dengan baik," ujaranya.(Ant).
"Memang dari beberapa sektor seperti pendidikan sudah di atas angka rata-rata nasional, sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sultra yang kini di atas angka delapan persen," kata Ketua Pusat Penelitian Otonomi Daerah dan Pembangunan Pedesaan Universitas Haluoleo, Dr. Akhmad Firman di Kendari, Rabu
Namun, kata dia, masih terjadi perlambatan angka pertumbuhan sektor pertanian selam tiga tahun terakhir.
Pernyataan Akhamd Firman itu disampaikan pada Peluncuran Laporan Analisis Keuangan Publik Sultra Tahun 2012 bekerja sama dengan Bank Dunia dengan Pemerintah Provinsi Sultra, CIDA, Ausaid dan Yayasan Bakti, yang dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Sultra, HM Saleh Lasatta.
Berdasarkan hasil studi tersebut, menurut Firman, Sultra merupakan provinsi berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang secara konsisten lebih tinggi dari angka pertumbuhan nasional dalam lima tahun terakhir.
Sebagai contoh, angka kemiskinan turun dari 21,3 persen di tahun 2007 menjadi 14,6 persen di tahun 2011, atau berada di bawah rata-rata nasional seperti halnya angka pengangguran.
Namun demikian, kata dia, berbagai tantangan masih dihadapi Sultra di mana pertumbuhan ekonominya masih harus meningkatkan angka pendapatan domestik regional bruto (PDRB) per kapita yang saat ini masih di bawah angka PDRB per kapita nasional.
Ia mengatakan, hasil penelitian itu bahwa ada empat sektor strategis yang mempengaruhi yakni pendidikan, kesehatan, pertanian dan sektor infrastruktur.
Pada sektor pendidikan misalnya, kinerja pendidikan di Sultra belum mampu menyumbangkan peningkatan IPM karena masih rendahnya angka melek huruf, sedangkan di sektor kesehatan masih terdapat kesenjangan kinerja yang cukup tinggi antara kabupaten/kota.
Begitu pula di sektor infrastruktur, kata dia, pentingnya peran pemerintah daerah di Sultra untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur agar mendukung pertumbuhan sektor tersier (terutama perdangangan) yang tumbuh pesat akhir-akhir ini.
Selain itu di sektor pertanian, menurut dia, terlihat pentingnya upaya revitalisasi sektor pertanian yang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi Sultra.
"Meskipun perekonomian Sultra tumbuh di atas delapan persen, namun terjadi perlambatan angka pertumbuhan sektor pertanian dalam tiga tahun terakhir," ujarnya.
Sementara itu, Ekonom Senior Bank Dunia, Gregorius DV Pattinasary, mengatakan, Sultra memiliki peluang untuk terus meningkatkan kualitas pembangunan karena hal ini terlihat dari belanja pemerintah daerah per kapita, termasuk 10 terbesar di Indonesia.
"Namun demikian, laporan dari hasil analisis kuanagan publik Sultra tahun 2012 merekomendasikan agar kebijakan dan programn pemerintah harus lebih dipertajam dan efisiensi penggunaan anggaran harus lebih ditingkatkan," katanya.
Hal senada dikatakan Ketua Tim Peneliti Bank Dunia. Ihsan Haerudin bahwa Sultra terjadi peningkatan pemanfaatan infrastruktur belanja transfer (bantuan keuangan kepada daerah bawahan) oleh pemerintah provinsi selama dua tahun terakhir.
"Oleh karena itu, informasi keunagan belanja transfer perlu diperbaiki, sehingga komitmen pemerintah provinsi seperti pendidikan gratis, beasiswa, pelayanan kesehatan gratis, block grany ke desa/kelurahan yang tertuang dalam program Bahteramas dapat diketahui masyarakat dengan baik," ujaranya.(Ant).