Kendari (ANTARA News) - Kawasan konservasi suaka margasatwa Tanjung Batikolo di Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, merupakan obyek penelitian potensial yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh kalangan peneliti maupun akademisi.
Ketua Komisi IV DPRD Sultra Yaudu Salam Ajo di Kendari, Selasa, mengatakan suaka margasatwa Tanjung Batikolo memiliki ekosistem hutan tropis dengan tipe vegetasi hutan non-Dipterocarpaceae, hutan belukar, hutan pantai dan hutan bakau serta habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi.
"Peneliti dari kalangan pemerintah monoton meneliti masalah birokrasi dan organisasi yang juga hasil penelitian tidak diimplementasikan. Kenapa tidak tertarik meneliti keadaan flora dan fauna pada suaka margasatwa Tanjung Batikolo," kata Yaudu.
Padahal, dalam kawasan konservasi menyimpan "sejuta" potensi baik untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan maupun aset ekonomi.
Potensi flora Tanjung Batikolo berdasarkan studi ilmiah telah teridentifikasi sedikitnya 53 jenis tumbuhan berhabitus pohon yang termasuk dalam 27 famili, 30 jenis herba/semak, empat jenis rotan dan tiga jenis anggrek.
Sedangkan potensi fauna, antara lain, lima jenis mamalia, 23 jenis burung, tiga jenis reptil, beberapa jenis kupu-kupu serta jenis-jenis satwa liar yakni monyet hitam Sulawesi (Macaca ochreata), Anoa daratan rendah (Bubalus depressicomis) dan rusa (Cervus timorensis).
Jenis-jenis burung yang dijumpai dan dilindungi, antara lain, Rangkong Sulawesi (Ryticeros casidix), Maleo (Macrochepalon maleo) dan Bangau Putih (Egretta intermdedia).
Juga kawasan ini memiliki potensi wisata alam berupa pantai pasir putih yang mempesona yang terletak di blok Kabongka (pal 259) dengan panjang pantai sekitar 200 meter. Obyek wisata lain adalah dua buah telaga, yaitu Telaga Sopura I dan Sopura II.
Kadis Kehutanan Sultra Amal Jaya mengatakan permasalahan yang dihadapi di kawasan suaka margasatwa Tanjung Batikolo adalah pencurian kayu dan rotan, perburuan liar dan pengambilan telur Maleo.
Tanjung Batikolo ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 425/Kpts-II Tahun 1995 dengan luas 4.060 hektare.
Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo dapat dijangkau dari Kendari dengan perjalanan darat melalui Punggaluku-Amolengo-Batikolo sejauh 140 kilometer dengan lama perjalanan sampai tiga jam. Juga dapat melalui perjalanan melalui laut dari pelabuhan Kendari dengan menggunakan jasa perahu motor yang dapat ditempuh dalam waktu empat jam. (Ant).
Ketua Komisi IV DPRD Sultra Yaudu Salam Ajo di Kendari, Selasa, mengatakan suaka margasatwa Tanjung Batikolo memiliki ekosistem hutan tropis dengan tipe vegetasi hutan non-Dipterocarpaceae, hutan belukar, hutan pantai dan hutan bakau serta habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi.
"Peneliti dari kalangan pemerintah monoton meneliti masalah birokrasi dan organisasi yang juga hasil penelitian tidak diimplementasikan. Kenapa tidak tertarik meneliti keadaan flora dan fauna pada suaka margasatwa Tanjung Batikolo," kata Yaudu.
Padahal, dalam kawasan konservasi menyimpan "sejuta" potensi baik untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan maupun aset ekonomi.
Potensi flora Tanjung Batikolo berdasarkan studi ilmiah telah teridentifikasi sedikitnya 53 jenis tumbuhan berhabitus pohon yang termasuk dalam 27 famili, 30 jenis herba/semak, empat jenis rotan dan tiga jenis anggrek.
Sedangkan potensi fauna, antara lain, lima jenis mamalia, 23 jenis burung, tiga jenis reptil, beberapa jenis kupu-kupu serta jenis-jenis satwa liar yakni monyet hitam Sulawesi (Macaca ochreata), Anoa daratan rendah (Bubalus depressicomis) dan rusa (Cervus timorensis).
Jenis-jenis burung yang dijumpai dan dilindungi, antara lain, Rangkong Sulawesi (Ryticeros casidix), Maleo (Macrochepalon maleo) dan Bangau Putih (Egretta intermdedia).
Juga kawasan ini memiliki potensi wisata alam berupa pantai pasir putih yang mempesona yang terletak di blok Kabongka (pal 259) dengan panjang pantai sekitar 200 meter. Obyek wisata lain adalah dua buah telaga, yaitu Telaga Sopura I dan Sopura II.
Kadis Kehutanan Sultra Amal Jaya mengatakan permasalahan yang dihadapi di kawasan suaka margasatwa Tanjung Batikolo adalah pencurian kayu dan rotan, perburuan liar dan pengambilan telur Maleo.
Tanjung Batikolo ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 425/Kpts-II Tahun 1995 dengan luas 4.060 hektare.
Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo dapat dijangkau dari Kendari dengan perjalanan darat melalui Punggaluku-Amolengo-Batikolo sejauh 140 kilometer dengan lama perjalanan sampai tiga jam. Juga dapat melalui perjalanan melalui laut dari pelabuhan Kendari dengan menggunakan jasa perahu motor yang dapat ditempuh dalam waktu empat jam. (Ant).