Palu, (ANTARA News) - Ekspor biji kakao Sulawesi Tengah periode Januari hingga September 2011 turun drastis dibandingkan periode sama sebelumnya.
Kepala Seksi Bidang Ekspor Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Sulteng Abdul Muin di Palu, Selasa mengatakan realisasi ekspor biji kakao selama Januari-September 2011 sebanyak 37.094 ton dengan perolehan devisa 111,003 juta dolar AS.
Sementara pada kurun yang sama 2010, volume ekspor biji kakao ke berbagai negara di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika tercatat mencapaii 86.525 ton menghasilkan devisa sebesar 236,278 juta dolar AS.
Menurut dia, merosotnya volume dan perolehan devisa ekspor komoditas perkebunan unggulan Sulteng itu bukan karena kegiatan ekspor dari para pengekspor yang berkurang.
Tetapi, karena produksi petani pada musim panen kali ini mengalami penurunan cukup besar dibanding sebelumnya.
Ia tidak merinci, kecuali mengatakan berdasarkan laporan dari Dinas Perkebunan di daerah itu, penyebab utama menurunya produksi petani adalah karena gangguan cuaca.
Cuaca ekstrim yang melanda wilayah Sulteng telah mengakibatkan tanaman kakao banyak yang tidak berbuah.
Selain itu, katanya, adanya serangan hama terhadap tanaman kakao milik petani di sejumlah sentra produksi di Sulteng.
"Jadi perubahan cuaca ekstrim, dan hama merupakan penyebab utama menurunya produksi petani," katanya.
Melihat realisasi ekspor yang hingga pada September 2011 baru menghasilkan devisa sebesar 111,003 juta dolar AS tersebut, Muin memprediksikan tidak mencapai target yang diharapkan.
Pemprov Sulteng mantargetkan perolehan devisa ekspor kakao 2011 paling tidak sama dengan tahun sebelumnya sebesar 236,278 juta dolar AS.
Pantauan di sejumlah pedagang pengumpul di Kota Palu harga biji kakao di pasaran saat ini berkisar Rp21.600,00 per kilogram.
Harga kakao pernah mencapai titik tertinggi Rp28.000,00 per kilogram pada 1998-2000. (Ant)
Kepala Seksi Bidang Ekspor Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Sulteng Abdul Muin di Palu, Selasa mengatakan realisasi ekspor biji kakao selama Januari-September 2011 sebanyak 37.094 ton dengan perolehan devisa 111,003 juta dolar AS.
Sementara pada kurun yang sama 2010, volume ekspor biji kakao ke berbagai negara di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika tercatat mencapaii 86.525 ton menghasilkan devisa sebesar 236,278 juta dolar AS.
Menurut dia, merosotnya volume dan perolehan devisa ekspor komoditas perkebunan unggulan Sulteng itu bukan karena kegiatan ekspor dari para pengekspor yang berkurang.
Tetapi, karena produksi petani pada musim panen kali ini mengalami penurunan cukup besar dibanding sebelumnya.
Ia tidak merinci, kecuali mengatakan berdasarkan laporan dari Dinas Perkebunan di daerah itu, penyebab utama menurunya produksi petani adalah karena gangguan cuaca.
Cuaca ekstrim yang melanda wilayah Sulteng telah mengakibatkan tanaman kakao banyak yang tidak berbuah.
Selain itu, katanya, adanya serangan hama terhadap tanaman kakao milik petani di sejumlah sentra produksi di Sulteng.
"Jadi perubahan cuaca ekstrim, dan hama merupakan penyebab utama menurunya produksi petani," katanya.
Melihat realisasi ekspor yang hingga pada September 2011 baru menghasilkan devisa sebesar 111,003 juta dolar AS tersebut, Muin memprediksikan tidak mencapai target yang diharapkan.
Pemprov Sulteng mantargetkan perolehan devisa ekspor kakao 2011 paling tidak sama dengan tahun sebelumnya sebesar 236,278 juta dolar AS.
Pantauan di sejumlah pedagang pengumpul di Kota Palu harga biji kakao di pasaran saat ini berkisar Rp21.600,00 per kilogram.
Harga kakao pernah mencapai titik tertinggi Rp28.000,00 per kilogram pada 1998-2000. (Ant)