Kendari (ANTARA News) - Konsultan Bidang Hukum Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) RI, Laksamana Pertama TNI (Purn) Sukemi HM Yassin mengatakan, peran Bakorkamla perlu revitalisasi karena posisi lembaga tersebut masih lemah kewenangannya terhadap penegakkan hukum, keamanan dan keselamatan di laut.

"Bakorkamla merupakan gabungan 12 instansi kementerian yang memiliki wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan, sehingga dalam penegakkan hukum, keamanan dan keselamatan di laut tidak efektif dan efisien," kata Sukemi pada Forum Diskusi mengenai keamanan dan ketertiban serta keselamatan pelayaran di laut di Kendari, Rabu.

Staf ahli di era Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Rokhmini Dahuri ini mengatakan, konsep penegakan hukum dalam perspektif manajemen pada Bakorkamla bertugas `multi agency single task`, dan di dalam organisasi itu masih terjadi konflik kepentingan karena masing-masing instansi mengurusi kavlingnya sendiri.

Menurut mantan Wakil Oditur Pembinaan Hukum Mabes TNI ini, Bakorkamla perlu revitalisasi, yang tidak bertugas sebagai lembaga koordinasi, tetapi sebagai wadah atau lembaga pengintegrasian seluruh atau sebagian fungsi, sarana dan prasarana, personil dari instansi yang terkait dalam pelaksanaan penegakkan hukum, keamanan dan keselamatan di laut.

Ia mengatakan, pembentukan Bakorkamla dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang perairan Indonesia, khususnya pasal 2 dan 3, perlu direvisi, dengan tujuan untuk pemberdayaan Bakorkamla atau membentuk Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang dapat berperan optimal untuk mengurusi keamanan laut.

"Kalau Bakamla terbentuk, maka seluruh atau sebagian fungsi, sarana dan prasarana, serta personil dari instansi terkait bisa diintegransikan ke dalam lembaga tersebut, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antarinstansi dalam penegakkan hukum, keamanan dan keselamatan di laut karena telah tertangani khusus oleh lembaga ini," ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Panasehat Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla RI, Laksamana Madya TNI (Purn), Moekhlas Sidik bahwa sudah saatnya Indonesia memiliki lembaga khusus menangani masalah penegakkan hukum, keamanan dan keselamatan di laut.

Menurut mantan Wakil KASAL ini, sangat ironis Indonesia yang memiliki wilayah laut yang sangat luas dengan kekayaannya yang melimpah, tetapi tidak tertangani secara optimal.

"Kita pantas mensyukuri nikmat Tuhan yang memberikaan kekayaan laut yang begitu melimpah di negeri, tapi sayang belum dapat dikelola secara optimal," ujarnya.

Oleh karena itu, kata mantan Pangdam Armada Timur dan Armada Barat ini, sistem pengelolaan wilayah laut harus dibenahi untuk dapat menjaga keamanaan dan ketertiban serta keselamatan pelayaran di laut.

"Di bebepara negara lain yang memiliki wilayah laut punya lembaga tersendiri yang khusus menangani masalah keamanan laut, dan lembaga yang dibentuk negara itu adalah lembaga sipil. Sedangkan urusan masalah kedaulatan negara merupakan kewenangan lembaga militer," ujarnya.

Salah seroang peserta forum diskusi itu dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HINSI) Cabang Sultra, Rusli juga sependapat bahwa perlu instansi khusus yang menangani masalah kelautan agar dapat `menghilangkan` banyaknya pos pungutan biaya yang dilakukan berbagai instansi terkait.

"Para nelayan Sultra sering mengeluhkan banyaknya pungutan yang tidak jelas aturannya, dan juga banyaknya pos pelayanan dari berbagai instansi yang masing-masing memiliki kewenangan tersendiri sehingga kadang mengganggu usaha kami," ujarnya.

Hal senada diungkapkan pengusaha pelayaran rakyat di Sultra, Arifin juga mengeluhkan banyak pos pelayanan pelayaran dan tindakan oknum petugas instansi terkait yang memberlakukan pungutan tidak resmi, sehingga menimbulkan biaya tinggi terhadap usaha yang digelutinya.

"Kami biasanya diperiksa mulai petugas Adpel, Syahbandar, KPPP, Polairud sampai petugas Angkatan Laut, cukup panjang prosedur pelayanan yang dilewati sehingga menghambat arus bisnis, apalagi biasa ada oknum petugas yang macam-macam meminta biaya yang tidak jelas aturannya, sehingga terjadi biaya tinggi," ujarnya. (Ant).

Pewarta :
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024