Kendari (ANTARA) - Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) minta masyarakat maritim agar memanfaatkan layanan informasi `call center atau hotline" (021) 500500 sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan keamanan dan keselamatan pengguna laut di kawasan regonal.
"Masalah optimalisasi pemanfaatan call center atau hotline ini dalam rangka mengakumulasi isu permasalahan keamanan dan keselamatan pengguna laut, sehingga hal ini mendesak dan membutuhkan perhatian dari semua pihak," kata Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla, Laksamana Madya TNI Y. Didik Heru Purnomo di Kendari, Rabu.
Dalam sambutan tertulis dibacakan Kepala Pusat Penyiapan Kebijakan Keamanan Laut, Brigjen Pol AJ Benny Mokalu pada pembukaan Bimbingan Teknis Pengembangan Wilayah Tentang Keamanan dan Ketertiban serta Keselamatan Pelayaran, mengatakan, salah satu upaya menjaga dan mengamankan perairan Indonesia, dengan cara mengikutsertakan pertisipasi masyarakat maritim dan pengguna laut.
Kalakhar Bakorkamla menyebutkan, wilayah NKRI yang luasnya membentang secara horizontal dari Sabang (NAD) sampai Merauke (Papua) sekitar 5.140 kilometer, dan secara vertikal dari Pulau Miangas (Sulut) hingga Pulau Dana (NTT) sekitar 1.949 kilometer.
Wilayah Indonesia yang membentang dari Timur ke Barat dan dari Utara ke Selatan tersebut, sebagian besar berupa lautan, yakni luas lautan 5,8 juta kilometer persegi dibanding luas daratanya 1,9 juta kilometer persegi atau dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah lautan.
"Demikian wilayah laut Indonsia selain berpotensi utamanya sumber daya alam, juga berpotensi besar terhadap berbagai bentuk ancaman yang dapat mengganggu keamanan laut," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, Bakorkamla juga sudah merekomendasikan agar laut Indonesia bebas dari ancaman antara lain kekerasan, yakni ancaman dengan menggunakan senjata yang terorganisir dan memiliki kemampuan untuk mengganggu dan membahayakn negara seperti ancaman militer, pembajakan, perompakan dan sabotase obyek vital.
Selain itu Indonesia juga harus bebas dari ancaman navigasi seperti pembangunan suar, dan ancaman terhadap sumber daya alam berupa pencemaran dan perusakan ekosistem laut, serta konflik pengelolaan sumber daya laut.
"Fakta menunjukkan bahwa konflik pengelolaan sumber daya laut memiliki kecenderungan mudah dipolitisasi dan selanjutnya akan diikuti dengan pergelaran kekuatan militer seperti terjadi dalam sengketa Kepulauan Spratly dan Paracel," kata Purnomo.
Ancaman lainnya yang harus dianatisipasi dari wilayah perairan Indonesia, kata Kalakhar Bakorkamla, adalah pelanggaran hukum, baik terhadap ketentuan hukum nasional maupun internasional yang berlaku di perairan negara ini seperti illegal fishing, illegal logging, illegal migrant, illegal dredging dan penyelundupan.
Purnomo juga mengatakan, Bakorkamla terus mengembangkan pusat informasi yang menggambarkan situasi keamanan wilayah laut Indonesia karena sebagai negara kepulauan sudah waktunya memiliki pusat informasi yang bisa menangkal informasi yang kurang akurat.
"Dalam jangka pendek ini pengembangan pusat informasi ini baru akan melayani kepentingan dalam negeri terutama instansi yang bergabung dalam Bakorkamla, untuk memaksimalkan operasi keamanan laut, dan fakta saat ini ancaman kejahatan laut mengalami penurunan sejak patroli terkoordinasi," ujarnya.
Menurut Purnomo, sumber kekayaan laut Indonesia yang melimpah, membutuhkan pengawasan yang serius dan terintegrasi, sehingga dibutuhkan perangkat teknologi modern dan terkini di bidang komunikasi dan informasi untuk menguasai dan memantau kegiatan di perairan laut yang luas ini.
"Masyarakat maritim dan pengguna laut adalah masyarakat laut menjadi mata non teknologi bagi Bakorkamla dalam mendapatkan informasi terkini dalam situasi darurat yang mengancam keamanan laut kita," ujarnya.
Pada acara Bimbingan Teknis Pengembangan Wilayah Tentang Keamanan dan Ketertiban serta Keselamatan Pelayaran Di Laut yang diikuti kalangan asosiasi nelayan dan aparat instansi terkait itu, menghadirkan pembicara Panasehat Kalakhar Bakorkamla, Laksamana Madya TNI (Purn) Moekhlas Sidik dan Konsultan Bakorkamla, Laksma TNI (Purna) Sukemi HM Yassin, SH. (Ant).
"Masalah optimalisasi pemanfaatan call center atau hotline ini dalam rangka mengakumulasi isu permasalahan keamanan dan keselamatan pengguna laut, sehingga hal ini mendesak dan membutuhkan perhatian dari semua pihak," kata Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla, Laksamana Madya TNI Y. Didik Heru Purnomo di Kendari, Rabu.
Dalam sambutan tertulis dibacakan Kepala Pusat Penyiapan Kebijakan Keamanan Laut, Brigjen Pol AJ Benny Mokalu pada pembukaan Bimbingan Teknis Pengembangan Wilayah Tentang Keamanan dan Ketertiban serta Keselamatan Pelayaran, mengatakan, salah satu upaya menjaga dan mengamankan perairan Indonesia, dengan cara mengikutsertakan pertisipasi masyarakat maritim dan pengguna laut.
Kalakhar Bakorkamla menyebutkan, wilayah NKRI yang luasnya membentang secara horizontal dari Sabang (NAD) sampai Merauke (Papua) sekitar 5.140 kilometer, dan secara vertikal dari Pulau Miangas (Sulut) hingga Pulau Dana (NTT) sekitar 1.949 kilometer.
Wilayah Indonesia yang membentang dari Timur ke Barat dan dari Utara ke Selatan tersebut, sebagian besar berupa lautan, yakni luas lautan 5,8 juta kilometer persegi dibanding luas daratanya 1,9 juta kilometer persegi atau dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah lautan.
"Demikian wilayah laut Indonsia selain berpotensi utamanya sumber daya alam, juga berpotensi besar terhadap berbagai bentuk ancaman yang dapat mengganggu keamanan laut," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, Bakorkamla juga sudah merekomendasikan agar laut Indonesia bebas dari ancaman antara lain kekerasan, yakni ancaman dengan menggunakan senjata yang terorganisir dan memiliki kemampuan untuk mengganggu dan membahayakn negara seperti ancaman militer, pembajakan, perompakan dan sabotase obyek vital.
Selain itu Indonesia juga harus bebas dari ancaman navigasi seperti pembangunan suar, dan ancaman terhadap sumber daya alam berupa pencemaran dan perusakan ekosistem laut, serta konflik pengelolaan sumber daya laut.
"Fakta menunjukkan bahwa konflik pengelolaan sumber daya laut memiliki kecenderungan mudah dipolitisasi dan selanjutnya akan diikuti dengan pergelaran kekuatan militer seperti terjadi dalam sengketa Kepulauan Spratly dan Paracel," kata Purnomo.
Ancaman lainnya yang harus dianatisipasi dari wilayah perairan Indonesia, kata Kalakhar Bakorkamla, adalah pelanggaran hukum, baik terhadap ketentuan hukum nasional maupun internasional yang berlaku di perairan negara ini seperti illegal fishing, illegal logging, illegal migrant, illegal dredging dan penyelundupan.
Purnomo juga mengatakan, Bakorkamla terus mengembangkan pusat informasi yang menggambarkan situasi keamanan wilayah laut Indonesia karena sebagai negara kepulauan sudah waktunya memiliki pusat informasi yang bisa menangkal informasi yang kurang akurat.
"Dalam jangka pendek ini pengembangan pusat informasi ini baru akan melayani kepentingan dalam negeri terutama instansi yang bergabung dalam Bakorkamla, untuk memaksimalkan operasi keamanan laut, dan fakta saat ini ancaman kejahatan laut mengalami penurunan sejak patroli terkoordinasi," ujarnya.
Menurut Purnomo, sumber kekayaan laut Indonesia yang melimpah, membutuhkan pengawasan yang serius dan terintegrasi, sehingga dibutuhkan perangkat teknologi modern dan terkini di bidang komunikasi dan informasi untuk menguasai dan memantau kegiatan di perairan laut yang luas ini.
"Masyarakat maritim dan pengguna laut adalah masyarakat laut menjadi mata non teknologi bagi Bakorkamla dalam mendapatkan informasi terkini dalam situasi darurat yang mengancam keamanan laut kita," ujarnya.
Pada acara Bimbingan Teknis Pengembangan Wilayah Tentang Keamanan dan Ketertiban serta Keselamatan Pelayaran Di Laut yang diikuti kalangan asosiasi nelayan dan aparat instansi terkait itu, menghadirkan pembicara Panasehat Kalakhar Bakorkamla, Laksamana Madya TNI (Purn) Moekhlas Sidik dan Konsultan Bakorkamla, Laksma TNI (Purna) Sukemi HM Yassin, SH. (Ant).