Rumbia (ANTARA News) - Sejumlah pengelola rumah makan di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, mengeluhkankan pemungutan retribusi pajak menu makanan sebesar sepuluh persen yang dilakukan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) setempat.

"Rumbia sebagai Ibukota Kabupaten Bombana, belum seramai kota-kota lainnya di Indonesia, sehingga belum layak diberlakukan pajak rumah makan karena konsumen masih sangat sepi," kata koordinator Asosiasi Pengusaha Warung Makan Bombana, Wahyudi, di Rumbia, Jum`at.

Menurut dia, akibat perlakuan pungutan retribusi dari Dispenda tersebut, sejumlah pengelola rumah makan terpaksa menaikkan tarif makanan sebesar sepuluh persen dari tarif yang sebenarnya.

Dampaknya bagi pengelola rumah makanan kata dia, pendapatan yang diperoleh menjadi rendah karena jumlah pengunjung rumah makan menjadi berkurang akibat mahalnya harga makanan yang disajikan.

"Dalam kondisi kota Rumbia masih seperti sekarang ini, penarikan retribusi terhadap rumah makan mestinya ditentukan besarannya, misalnya Rp50.000 per bulan, bukan dengan model seperti ini, yang terkesan memaksakan kehendak," katanya.

Wahyudi mengatakan, Dispenda Bombana memungut retridusi tersebut dengan cara mengirimkan nota kotan kepada setiap rumah makan yang ada di Rumbia.

Nota kontan yang dikeluarkan berseri Dispenda tersebut, kata dia, telah tercantum besaran retribusi yang dikenakan kepada konsumen yang akan memesan menu makanan yang disediakan oleh pemilik warung.

"Setiap menu makanan yang disajikan kepada konsumen itu, dikenakan tarif retribusi sebesar sepuluh persen dari harga yang telah kami tentukan," ujarnya.

Jadi ujarnya, kalau konsumen memesan menu nasi goreng yang harganya Rp10.000, maka pengelola warung makan harus menaikkan harga sebesar sepuluh persen dari nilai tersebut, sebab ada pajak retribusi dari Dispenda yang akan ditarik dari konsumen tersebut.

Sementara itu, Kepala Dispenda Bombana, Hj Siti Saleha dalam keterangan terpisah mengatakan, penarikan retribusi pajak warung makanan, hotel dan tempat hiburan, diatur dalam Undang-Undang Perpajakan Nomor 34/2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang didukung dengan diberlakukannya Peraturan Daerah setempat.

"Jadi ini merupakan aturan yang harus kami jalankan, untuk memaksimalkan potensi pendapatan asli daerah," katanya.

Tahun ini, kata Saleha, Dispenda ditargetkan untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD) dari beberapa sumber perolehan sebesar Rp1,7 miliar.

"Target itu, tampaknya masih sulit dicapai, karena pengelola tidak jeli melihat potensi pendapatan yang ditarik retribusi. Hingga Oktober ini, realisasi PAD baru mencapai 70 persen" katanya. (Ant).

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024