Palu,   (ANTARA News) - Aksi unjuk rasa mahasiswa dan pemuda di Kota Palu, Sulawesi Tengah dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda yang berlangsung di halaman kantor Gubernur setempat, Jumat, diwarnai dengan kericuhan.

Kericuhan itu bermula saat ratusan pengunjuk rasa memasuki kantor Gubernur Sulteng di Jalan Sam Ratulangi untuk menyampaikan aspirasinya secara langsung kepada Gubernur Longki Djanggola.

Keinginan pendemo untuk bertemu dengan Gubernur Longki tidak digubris dan dihalangi puluhan aparat kepolisian dengan bersenjatakan tameng dan tongkat.

Karena kecewa, ratusan massa kemudian mendorong aparat untuk memaksakan diri  masuk ke kantor tersebut.

Aksi dorong-dorong pun tak terhindarkan antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian yang membentuk barisan barikade di depan pintu masuk, sehingga memicu terjadinya aksi pemukulan.

"Polisi jangan pukul rakyat," teriak sejumlah pengunjuk rasa yang mengaku dirinya mendapat pukulan dari polisi yang bertugas tersebut.

Situasi sempat mereda saat Wakil Gubernur (Wagub) Sudarto datang menemui para pengunjuk rasa, meski beberapa di antara mereka menolak dan tetap ingin bertemu langsung dengan Gubernur Longki Djanggola.

"Bapak Gubernur tidak ada di Palu. Tetapi saya dan Bapak Gubernur sama saja karena mewakili beliau," kata Sudarto di hadapan pengunjuk rasa menjelaskan.

Di hadapan Wagub, massa meneriakkan sejumlah tuntutannya terkait peringatan Hari Sumpah Pemuda di antaranya pemerintah harus segera melakukan nasionalisasi dan mengambil alih tambang asing.

Massa juga meminta kepada Kapolda Sulteng Brigjen Pol Dewa Parsana untuk memberikan sanksi tegas kepada oknum polisi yang melakukan penembakan terhadap rakyat sipil di sejumlah daerah seperti Kabupaten Buol, Tiaka Morowali, dan Desa Pakuli, Kabupaten Sigi.

Selain itu, massa juga mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono untuk segera turun dari jabatannya karena dinilai gagal mensejahterakan rakyat.

Menanggapi tuntutan pengunjuk rasa, Wagub Sudarto menegaskan, soal desakan agar Presiden SBY dan Wakilnya Boediono untuk mundur itu, tidak asal-asalan dan melalui mekanisme sesuai aturan Undang-undang.

"Negara kita ini adalah negara hukum. Untuk menurunkan Gubernur dan Wakil Gubernur itu saja ada aturannya, tidak asal-asal," kata mantan Bupati Banggai, Sulteng itu.

Sementara soal kekerasan, Sudarto yang didampingi Wakil Kapolda Sulteng Kombes Pol Ari Dono Sukmanto mengaku telah menekankan kepada kepolisian agar memproses para oknum polisi yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil.

"Pemerintah tidak tinggal diam dan tetap menekankan kepada Polda dan jajarannya agar tidak berlaku kekerasan terhadap rakyat karena saya mengutuk tindakan kekerasan tersebut," ujar Sudarto.

Wakapolda Ari Dono menambahkan, setiap pelaku kekerasan yang terjadi di wilayahnya pasti akan diproses hukum dan mendapat sanksi tegas.

Menurut dia, proses hukum terhadap oknum anggotanya dalam berbagai kasus kekerasan yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini, juga tidak luput dari proses hukum.

"Mulai dari kasus Buol, Tiaka Morowali hingga Pakuli semuanya telah ditangani serius dan pelakunya diproses hukum," kata orang kedua di Polda Sulteng itu.

Usai mendapat penjelasan dari Wagub Sudarto dan Wakapolda Sulteng, ratusan massa akhirnya membubarkan diri dengan tertib dan mendapat kawalan ketat dari aparat kepolisian setempat.

Peringatan Hari Sumpah Pemuda di Kota Palu diwarnai tiga aksi unjuk rasa yang diikuti ribuan orang dan berasal dari berbagai elemen organisasi pemuda dan mahasiswa seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO, Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND), dan sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa se Kota Palu. (Ant)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024