Kendari (ANTARA News) - Aparat kepolisian belum menangkap pelaku penikaman wartawan Indosiar, Doni Oktayudha (31) meskipun sudah memintai keterangan sejumlah saksi dari kelompok pengunjukrasa.
Kapolres Kendari AKBP Yuyun Yudhantara di Kendari, Sabtu, mengatakan pengusutan penganiayaan wartawan Indosiar tidak dihentikan namun masih dalam pengumpulan data dan informasi untuk menguatkan tuduhan.
"Penyelidik belum menetapkan tersangka dari kasus tersebut karena bukti-bukti yang dimiliki belum kuat untuk menjerat seseorang," kata Kapolres Yuyun.
Ia meminta korban dan insan pers tidak mensinyalir polisi melakukan pembiaran tetapi membiarkan aparat untuk bekerja profesional berdasarkan fakta hukum.
Korban wartawan Doni menjadi sasaran penganiayaan saat melakukan tugas peliputan di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 22 Agustus 2011 oleh kelompok pengunjukrasa dengan menggunakan senjata tajam di Jalan Ahmad Yani sehingga mengalami luka robek pada tangan sebelah kiri dan jari kaki sebelah kanan.
"Saya diserang menggunakan senjata tajam saat merekam aksi unjukrasa. Tidak tahu kesalahan saya," kata Doni usai menjalani perawatan di rumah sakit Bhayangkara Polda Sultra.
Sebelum insiden penikaman wartawan Doni dan penganiayaan, sejumlah warga yang melintas di lokasi kejadian kelompok pelaku menggelar aksi unjukrasa di Mapolres Kendari.
Tindakan tegas polisi
Di Mapolres Kendari, pengunjukrasa yang dipimpin Kaisar menyuarakan proses hukum terhadap pelaku pembunuhan siswa salah satu SMU di Kota Kendari akhir Juli 2011.
Dalam perjalanan pulang dari Mapolres Kendari kemudia massa tiba-tiba memeriksa setiap warga yang melintas di bilangan jalan Wua Wua kemudian menanyakan etnis atau suku tertentu disertai penganiayaan.
Komunitas pers yang terdiri dari beberapa organisasi kewartawanan baik media cetak, televisi dan media on line menyampaikan keprihatinan di Mapolres Kendari.
Pengurus PWI Sultra Sarjono mengatakan kepolisian harus bertindak tegas dan cepat menangkap pelaku karena aksi mereka sudah bersifat provokasi.
"Ada apa mereka memeriksa setiap warga yang melintas kemudian menanyakan identitas lalu melakukan penganiayaan. Kalau tidak ada tindakan tegas dari aparat bisa memicu konflik," kata Sarjono. (Ant),
Kapolres Kendari AKBP Yuyun Yudhantara di Kendari, Sabtu, mengatakan pengusutan penganiayaan wartawan Indosiar tidak dihentikan namun masih dalam pengumpulan data dan informasi untuk menguatkan tuduhan.
"Penyelidik belum menetapkan tersangka dari kasus tersebut karena bukti-bukti yang dimiliki belum kuat untuk menjerat seseorang," kata Kapolres Yuyun.
Ia meminta korban dan insan pers tidak mensinyalir polisi melakukan pembiaran tetapi membiarkan aparat untuk bekerja profesional berdasarkan fakta hukum.
Korban wartawan Doni menjadi sasaran penganiayaan saat melakukan tugas peliputan di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 22 Agustus 2011 oleh kelompok pengunjukrasa dengan menggunakan senjata tajam di Jalan Ahmad Yani sehingga mengalami luka robek pada tangan sebelah kiri dan jari kaki sebelah kanan.
"Saya diserang menggunakan senjata tajam saat merekam aksi unjukrasa. Tidak tahu kesalahan saya," kata Doni usai menjalani perawatan di rumah sakit Bhayangkara Polda Sultra.
Sebelum insiden penikaman wartawan Doni dan penganiayaan, sejumlah warga yang melintas di lokasi kejadian kelompok pelaku menggelar aksi unjukrasa di Mapolres Kendari.
Tindakan tegas polisi
Di Mapolres Kendari, pengunjukrasa yang dipimpin Kaisar menyuarakan proses hukum terhadap pelaku pembunuhan siswa salah satu SMU di Kota Kendari akhir Juli 2011.
Dalam perjalanan pulang dari Mapolres Kendari kemudia massa tiba-tiba memeriksa setiap warga yang melintas di bilangan jalan Wua Wua kemudian menanyakan etnis atau suku tertentu disertai penganiayaan.
Komunitas pers yang terdiri dari beberapa organisasi kewartawanan baik media cetak, televisi dan media on line menyampaikan keprihatinan di Mapolres Kendari.
Pengurus PWI Sultra Sarjono mengatakan kepolisian harus bertindak tegas dan cepat menangkap pelaku karena aksi mereka sudah bersifat provokasi.
"Ada apa mereka memeriksa setiap warga yang melintas kemudian menanyakan identitas lalu melakukan penganiayaan. Kalau tidak ada tindakan tegas dari aparat bisa memicu konflik," kata Sarjono. (Ant),