Kendari, 23/9 (ANTARA) - Tokoh masyarakat di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara menilai, dampak dari kegiatan penambangan emas secara tradisional mapun yang dikelola oleh kelompok pengusaha di wilayah itu menyebabkan lingkungan menjadi rusak sekitar 70 persen.

"Masyarakat bisa melihat langsung bekas lokasi yang pernah dijadikan tambang tradisional maupun yang kini masih dikelola penambang-penambang lainnya, lingkungannya rusak dan bahkan sejumlah kawasan persawahan di daerah itu kini kekurangan air," kata Suleman, tokoh masyarakat Bombana di Kendari, Jumat.

Ia mengatakan, akibat ulah para penambanga liar, maka sebaiknya pemerintah setampat mencari lahan khusus bagi penambang liar. Hal ini bertujuan agar kerusakan lingkungan dapat diminimalisasi.

Menurut Suleman, harus dicontoh di daerah Jawa Barat, pemerintah di sana menyediakan lahan khusus bagi penambang liar tradisional, untuk menjaga keselamatan lingkungan.

Bahkan, kata dia, anggota DPRD Bombana pada tahun 2010 pernah melakukan studi banding di lokasi tambang emas di Pongkar Bogor (Jabar), namun tindak lanjut kegiatan para anggota dan mantan anggota DPRD Bombana seolah-olah tidak diterapkan di daerah ini.

Tokoh masyarakat lainnya, H Musliman, mengungkapkan, selain lingkungan di sekitar lokasi tambang emas rusak, juga termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS) terhambat.

Sungai-sungai di lokasi tambang emas hampir semuanya tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana biasa, akibatnya para petani sawah dan pekerja kebun mengeluh.

Tidak dapat dipungkiri, sungai tidak lagi dialiri air tetapi lumpurlah yang dominan. Tanaman padi mati tertimpa lumpur-lumpur sisa dulangan, para petani menjadi rugi karena hasil panen semakin menurun, selain itu habitat di sungai menjadi hancur.

Begitu pula, ikan-ikan dan tumbuhan air lainnya sebagian mati seketika karena penggunaan bahan kimia (merkuri) oleh para pendulang liar yang tidak terkontrol, kata mantan kepala desa di wilayah itu.

Terkait rencana kehadiran investor China menjadikan Pulau Kabaena Kabupaten Bombana untuk dibangun sebuah industri nikel terbesar di kawasan Sulawesi, tokoh masyarakat bernama Samsuddin justru menolak kehadiran perusahaan itu.

"Kehadiran industri nikel di Pulau Kabaena, hanya akan membawa penderitaan dan kesengsaraan bagi warga setempat. Karena itu, kami menolak kehadiran industri di Kabaena," katanya.

Menurut dia, kehadiran industri nikel di Pulau Kanaena hanya menyebabkan kerusakan lingkungan di wilayah pulau tersebut yang tidak terkendali.

"Hampir dipastikan, pengerukan sumber daya alam berupa nikel di pulau tersebut, akan menimbulkan kerusakan alam dan pada gilirannya akan membawa bencana bagi warga Pulau Kabaena khususnya dan masyarakat Bombana pada umumnya," ujarnya. (Ant).

Pewarta : Azis Senong
Editor :
Copyright © ANTARA 2024