Semarang (ANTARA) - Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Dr. Pratama Persadha memandang perlu strategi mitigasi risiko siber dengan mengadopsi zero trust architecture (ZTA) serta penguatan keamanan perimeter (batas luas lingkaran) dan endpoint atau perangkat yang terhubung ke jaringan komputer dan bertukar informasi dengan perangkat lain.
"Perlu pula melindungi data, aplikasi, dan infrastruktur berbasis cloud dari ancaman keamanan. Peningkatan keamanan cloud suatu keharusan," kata pakar keamanan siber ini ketika dihubungi dari Semarang di sela-sela seminar bertajuk Keamanan Siber Salesforce di Jakarta, Rabu.
Strategi mitigasi risiko siber lainnya, kata Pratama, deteksi dan respons terhadap ancaman secara real time, kemudian perlu pula peningkatan kemampuan keamanan dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan Machine Learning (cabang ilmu komputer dan kecerdasan buatan yang mempelajari cara membuat program komputer untuk belajar).
Hal lain yang menyangkut mitigasi ini, lanjut dia, pelatihan dan kesadaran pengguna, keterlibatan dalam kolaborasi internasional, penguatan keamanan rantai pasokan, serta regulasi yang lebih ketat dan kepatuhan.
Pakar keamanan siber ini juga memandang penting simulasi dan pengujian keamanan berkelanjutan, penggunaan blockchain (buku besar digital yang terdesentralisasi dan tersebar di berbagai jaringan komputer) untuk keamanan siber.
"Masih terkait dengan strategi mitigasi risiko siber, perlu otomatisasi dan orkestrasi keamanan serta meningkatkan ketahanan dan adaptasi organisasi," kata Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).