Jakarta (ANTARA) - Filipina mengubur mimpi skuad muda Indonesia yang ingin lolos ke semifinal ASEAN Cup 2024 ke-11 kalinya.
Di hadapan pendukung Indonesia di Stadion Manahan, Solo, Sabtu malam, tim Filipina yang berjuluk The Azkals memberi kekalahan yang pantas untuk Mohammad Ferarri dan kawan-kawan yang bermain ceroboh dan kurang dewasa untuk kedua kalinya saat bermain di kandang sendiri.
Dua kali bermain di kandang dalam format home-away di ASEAN Cup, dua kali juga ada pemain Indonesia diusir dari lapangan.
Pertama, Marselino Ferdinan saat melawan Laos. Pemain Oxford United itu mendapat kartu merah saat menerima kartu kuning kedua dari wasit setelah menekel pemain Laos Phatana Phommathep. Kartu merah ini sekilas menggambarkan betapa frustasinya Marselino pada laga tersebut saat aksi-aksinya gagal membuahkan gol.
Pemain kedua yang mendapat kartu merah adalah Muhammad Ferarri saat melawan Filipina. Lebih parah lagi, pemain Persija Jakarta itu diusir lapangan karena tak bisa menahan emosinya saat diprovokasi kapten Filipina Amani Aguinaldo.
Kedua pemain itu adalah pemain penting di skuad Indonesia karena memiliki pengalaman di timnas utama. Kehadiran Marselino dan Ferarri yang ditunjuk sebagai kapten berperan untuk membimbing 16 pemain muda lain yang dipilih yang tak punya caps senior, meski usia keduanya sebaya. Sebanyak 14 pemain mendapatkan debutnya di ASEAN Cup dan hanya kiper Erlangga Setyo dan Sulthan Zaky yang selalu menghangatkan bangku cadangan.
Tapi, di lapangan, kenyataannya berkata sebaliknya. Di saat Marselino dan Ferarri seharusnya menjadi pilar dan mentor tim muda Garuda, kedua pemain tersebut malah membuat rekan-rekannya kesusahan karena mendapat kartu merah yang sama sekali tidak penting.
Sebagai pelatih, Shin Tae-yong sangat kecewa dengan apa yang ditunjukkan Marselino dan Ferarri karena menurut dia kartu merah yang didapatkan keduanya membuat strateginya ternoda. Ia sangat menyayangkan sikap keduanya yang tak dewasa saat ditunjuk menjadi "pemimpin" dan "pembeda" di lapangan.
Akibatnya, Indonesia, yang ia prediksi akan meraih kemenangan pada dua laga tersebut, harus bertekuk lutut karena tak meraih hasil maksimal. Dari kemungkinan enam poin di laga kandang, skuad Garuda hanya sanggup meraih satu poin.
Kata Shin, segalanya berjalan sulit saat timnya yang mayoritas diisi pemain minim pengalaman jam terbang internasional bermain dengan 10 pemain.
"Ya, saya kecewa dengan kartu merah itu karena Marselino mendapatkan kartu merah saat menghadapi Laos dan itu membuat jalannya pertandingan jadi sulit," kata Shin Tae-yong pada jumpa pers pasca pertandingan.
"Jadi kita tidak bisa mencetak gol satu pun yang saya pikir bisa cetak dua sampai tiga gol sebelumnya, tapi disayangkan dapat kartu merah," lanjut dia.
Jika tim tuan rumah tertunduk lesu, raut wajah tim tamu sumringah merayakan kelolosan mereka ke semifinal untuk kelima kalinya setelah edisi 2010, 2012, 2014, dan 2018.
Pelatih timnas Filipina Albert Capellas merasa sangat senang setelah pihaknya dinaungi keberuntungan melawan Indonesia. Di tengah jadwal padat melakoni empat laga dalam 12 hari, Capellas merasa kelolosan ke babak semifinal ini adalah sesuatu yang layak didapatkan masyarakat Filipina.
Halaman berikut: Permainan Indonesia kurang identitas
Kurang identitas
Masalah pemain-pemain senior yang kurang bisa menjadi teladan bukan satu-satunya masalah Indonesia di ASEAN Cup. Secara keseluruhan, anak-anak muda Indonesia itu terlihat tak bisa bermain convince atau meyakinkan di setiap laga.
Bisa dikatakan, dari empat pertandingan, tidak ada identitas permainan yang jelas yang dimainkan Ferarri dan kawan-kawan.
Kadek Arel yang menjadi pemain pertama untuk mengalirkan bola dari belakang, selalu tak punya opsi terbaik untuk mengumpan dalam fase membangun serangan di formasi 3-5-2.
Alih-alih mempertontonkan permainan yang cantik, skuad muda Garuda malah memberikan rasa tak aman ketika memegang bola karena salah umpan, salah kontrol, hingga kurang memahami situasi permainan dengan baik.
Alhasil, permainan pragmatis dipilih sebagai cara terakhir untuk mencetak gol. Empat gol dari empat pertandingan tercipta berkat situasi ini.
Dalam jumpa pers pra laga, Shin Tae-yong mengatakan situasi bola mati akan menjadi senjata mematikan timnya untuk “membunuh” Filipina yang dari tiga laga sebelumnya, selalu kebobolan dari situasi ini sebanyak tiga gol. Tiga gol ini berasal dari dua situasi sepak pojok dan satu tendangan bebas langsung.
Namun, empat gol yang sudah dicetak Indonesia melalui situasi bola mati, tiga dari lemparan jauh Pratama Arhan dan satu melalui tendangan sudut, gagal terulang melawan Filipina
The Azkals mampu mengantisipasi semua taktik bola mati yang diterapkan Indonesia. Quincy Kammeraad, kiper yang menggantikan Patrick Deyto pada menit ke-16, mencatatkan enam penyelamatan. Tiga untuk tendangan Marselino, serta masing-masing satu untuk tendangan Hokky Caraka, Achmad Maulana Syarif, dan terakhir Ronaldo Kwateh.
Soal buruknya permainan Indonesia di ASEAN Cup, Shin Tae-yong selalu menjadikan pemain muda yang minim pengalaman dan mepetnya persiapan di tengah Liga 1 Indonesia yang tengah bergulir sebagai alasan kurang menggigitnya permainan Indonesia di ASEAN Cup 2024.
Padahal, di sisi lain kesalahan juga bisa dari dirinya yang terkesan memaksa anak-anak asuhnya bermain dalam formasi tiga bek, alih-alih kembali ke pakem formasi empat bek yang dulu pernah ia pakai saat Indonesia melawan tim yang lebih lemah.
Misalnya, pada turnamen yang sama pada babak penyisihan grup edisi 2022, formasi ini tak pernah berakhir dengan kekalahan. Dari empat pertandingan, Indonesia mengemas tiga kemenangan dan sekali imbang. Salah satu kemenangan itu terjadi saat menaklukkan Filipina dengan skor 2-1 dalam formasi 4-2-3-1.
Halaman berikut: Berharap munculnya bintang baru
Berharap muncul bintang baru
Indonesia gagal lolos ke semifinal untuk kelima kalinya dalam 15 edisi ASEAN Cup. Sebelum di 2024, Indonesia juga tersingkir dari babak grup turnamen ini pada edisi 2007, 2012, 2014, dan 2018.
Kegagalan Indonesia memenuhi target minimal dari Ketum PSS Erick Thohir untuk menembus semifinal juga membuat Shin Tae-yong harus rela namanya bergabung dengan pendahulu pelatih timnas dalam catatan negatif ini, yaitu Peter White (2007), Nil Maizar (2012), Alfred Riedl (2014), dan Bima Sakti (2018).
Perolehan empat poin dengan selisih gol minus satu di edisi 2024 adalah torehan yang sama seperti edisi 2012, 2014, dan 2018. Edisi 2007 menjadi penampilan terbaik Indonesia saat tidak lolos karena mereka tidak pernah kalah dengan mengoleksi lima poin di posisi ketiga. Ketidaklolosan armada Peter White ini juga bukan karena kalah jumlah poin, melainkan kalah agresivitas gol dari dua tim di atasnya yang mengoleksi poin yang sama, yaitu Singapura dan Vietnam.
Namun, tak perlu bersedih. Karena atas dasar penampilan buruk dari empat pertandingan, skuad muda Indonesia pantas mendapatkan kegagalan ini.
Lebih dari itu, mereka-mereka ini dipilih untuk dibentuk dan digembleng agar jam terbang internasionalnya lebih banyak, bukan untuk juara.
“Saya melihat harapan besar juga di permainan timnas hari ini. Daripada disebut kegagalan, ini merupakan pengalaman bagi para pemain muda,” kata Shin Tae-yong.
Harapannya adalah mereka lebih siap bertarung mempertahankan medali emas di SEA Games 2025 dan kembali bermain di putaran final Piala Asia U-23 2026.
Potensi besar selain itu adalah potensi munculnya generasi-generasi baru yang lahir dari turnamen ini yang harapannya bisa menjadi bagian tim utama Indonesia yang saat ini sedang berjuang bermain di Piala Dunia 2026.