Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menilai tren penurunan industri media nasional merupakan dampak nyata dari disrupsi teknologi.
"Hampir setiap tahun kita membahas tentang tren penurunan industri media nasional. Dan ini dampak yang sangat nyata dari disrupsi teknologi yang menerpa industri media. Adanya tekanan ekonomi yang cukup signifikan untuk keberlangsungan media," ucap Nezar dalam rilis pers, Selasa.
Hal itu dikatakannya dalam peluncuran hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers Tahun 2024 di Jakarta Selatan, Selasa.
Menurut dia, disrupsi teknologi digital menjadi pemicu keberlangsungan media.
Dia menilai, keberadaan hampir 4.000 media online menekan populasi media cetak dan radio hingga makin mengecil.
Nezar menyatakan hal ini juga berlangsung secara global, sehingga memicu inisiatif untuk menjaga kualitas jurnalisme dengan model seperti National Fund for Journalism di Amerika.
“Tujuannya mengatasi hambatan atau ketidakseimbangan di pasar media atau untuk memberi insentif dan juga menjadi katalisator hingga mempercepat proses transformatif di industri pers,” ungkapnya.
Tekanan ekonomi yang dialami industri media nasional juga telah menjadi perhatian pemerintah.
Lewat Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, Pemerintah mendorong Dewan Pers menjadi katalisator dalam menjadikan relasi imbang antara industri pers dengan penyelenggara platform digital.
“Kita harapkan itu bisa bekerja dengan cepat dan kita juga mengantisipasi untuk perkembangan ke depan agar bisa menjamin ekosistem media yang sehat. Kami tengah mempelajari Digital Service Act dan Digital Market Act yang berlaku di Eropa,” tutur Nezar.
Lebih lanjut Nezar juga mengingatkan terhadap tekanan yang bisa menjadikan media jadi sarana kampanye kepentingan politik tertentu. Hal tersebut dinilainya memengaruhi kualitas media secara keseluruhan.
Oleh karena itu, Nezar mendorong pemangku kepentingan untuk saling berkolaborasi merumuskan solusi keberlanjutan media di Indonesia, terutama dalam mempertahankan kualitas jurnalistik dan model bisnis yang paling tepat.
"Kami berharap dengan dialog, dengan duduk satu meja, pemangku kepentingan di industri pers ini ada langkah-langkah yang bisa dijadikan solusi untuk keberlanjutan media ini," ucap dia.
Hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers Tahun 2024 menunjukkan angka 69,36 persen dengan kategori Cukup Bebas.
Dewan Pers mengidentifikasi faktor lingkungan ekonomi, politik, dan hukum menjadi pendorong angka indeks tersebut.
Acara ini dihadiri Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers Periode 2010-2016, Bagir Manan dan anggota Dewan Pers.
"Hampir setiap tahun kita membahas tentang tren penurunan industri media nasional. Dan ini dampak yang sangat nyata dari disrupsi teknologi yang menerpa industri media. Adanya tekanan ekonomi yang cukup signifikan untuk keberlangsungan media," ucap Nezar dalam rilis pers, Selasa.
Hal itu dikatakannya dalam peluncuran hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers Tahun 2024 di Jakarta Selatan, Selasa.
Menurut dia, disrupsi teknologi digital menjadi pemicu keberlangsungan media.
Dia menilai, keberadaan hampir 4.000 media online menekan populasi media cetak dan radio hingga makin mengecil.
Nezar menyatakan hal ini juga berlangsung secara global, sehingga memicu inisiatif untuk menjaga kualitas jurnalisme dengan model seperti National Fund for Journalism di Amerika.
“Tujuannya mengatasi hambatan atau ketidakseimbangan di pasar media atau untuk memberi insentif dan juga menjadi katalisator hingga mempercepat proses transformatif di industri pers,” ungkapnya.
Tekanan ekonomi yang dialami industri media nasional juga telah menjadi perhatian pemerintah.
Lewat Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, Pemerintah mendorong Dewan Pers menjadi katalisator dalam menjadikan relasi imbang antara industri pers dengan penyelenggara platform digital.
“Kita harapkan itu bisa bekerja dengan cepat dan kita juga mengantisipasi untuk perkembangan ke depan agar bisa menjamin ekosistem media yang sehat. Kami tengah mempelajari Digital Service Act dan Digital Market Act yang berlaku di Eropa,” tutur Nezar.
Lebih lanjut Nezar juga mengingatkan terhadap tekanan yang bisa menjadikan media jadi sarana kampanye kepentingan politik tertentu. Hal tersebut dinilainya memengaruhi kualitas media secara keseluruhan.
Oleh karena itu, Nezar mendorong pemangku kepentingan untuk saling berkolaborasi merumuskan solusi keberlanjutan media di Indonesia, terutama dalam mempertahankan kualitas jurnalistik dan model bisnis yang paling tepat.
"Kami berharap dengan dialog, dengan duduk satu meja, pemangku kepentingan di industri pers ini ada langkah-langkah yang bisa dijadikan solusi untuk keberlanjutan media ini," ucap dia.
Hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers Tahun 2024 menunjukkan angka 69,36 persen dengan kategori Cukup Bebas.
Dewan Pers mengidentifikasi faktor lingkungan ekonomi, politik, dan hukum menjadi pendorong angka indeks tersebut.
Acara ini dihadiri Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers Periode 2010-2016, Bagir Manan dan anggota Dewan Pers.