Jakarta (ANTARA) - Pengamat Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Hardjuno Wiwoho menyarankan agar pembagian peran dan kewenangan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Jakarta nantinya ditegaskan dalam undang-undang (UU) atau peraturan lainnya apabila mengusung konsep kota kembar (twin cities).
Pasalnya, kata dia, dari kacamata hukum dan pembangunan, pembagian peran tersebut bukan hanya soal identitas, tetapi juga terkait struktur regulasi dan perencanaan pembangunan yang kuat.
"Jakarta, yang akan tetap menjadi pusat ekonomi, memerlukan revisi peraturan untuk memberi ruang pada perkembangan ekonomi, perdagangan, dan inovasi. Sementara IKN perlu dibangun sebagai pusat administrasi dengan efisiensi birokrasi yang lebih tinggi," ujar Hardjuno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Dalam proses pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke IKN, dia menjelaskan salah satu pendekatan yang sedang dipertimbangkan, yakni konsep kota kembar, yang bertujuan untuk menjadikan Jakarta dan IKN sebagai dua kota besar dengan peran saling melengkapi.
Konsep kota kembar antara Jakarta dan IKN menawarkan potensi besar untuk Indonesia. Dengan persiapan yang matang dan pelajaran dari negara lain, ia meyakini Jakarta dan IKN bisa menjadi pasangan kota yang kuat, saling mendukung dalam peran masing-masing, serta menjadi simbol kemajuan Indonesia di masa depan.
Menurut Hardjuno, dalam penerapan konsep itu, Indonesia dapat mengambil pelajaran dari berbagai negara yang telah berhasil mengembangkan kota kembar, seperti Brasil (Brasila-Sao Paulo), Australia (Canberra-Sydney), dan Amerika Serikat (Washington DC-New York City).
Namun, sambung dia, kunci utama keberhasilan konsep kota kembar terletak pada kejelasan pembagian peran dan fungsi antara kedua kota, misalnya Jakarta akan tetap berperan sebagai pusat ekonomi nasional, sedangkan IKN akan menjadi pusat pemerintahan dan layanan publik.
"Kedua kota ini harus diatur secara sinergis agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan administrasi negara tanpa ada tumpang tindih kewenangan,” ucap dia.
Dalam hal tersebut, ia menuturkan penting dilakukan pembandingan, di mana fungsi ekonomi dan pemerintahan dipisahkan secara jelas, tetapi tetap terhubung melalui infrastruktur dan kebijakan yang sinkron. Meski teorinya mudah, dirinya tak menampik praktiknya tidak semudah itu.
Dengan berpindahnya pusat pemerintahan, dia berpendapat Jakarta perlu melakukan penyesuaian sistem administrasi agar dapat mengakomodasi fungsi baru sebagai pusat ekonomi.
Kendati demikian, reformasi birokrasi di Jakarta akan menjadi kunci, di mana administrasi yang lebih ramping serta berbasis digital dapat mempermudah pelayanan bagi pelaku bisnis dan masyarakat.
Sementara itu, Hardjuno menilai IKN memiliki kesempatan untuk membangun sistem administrasi modern dari awal yang berbasis teknologi dan efisiensi.
IKN, kata dia, bisa menerapkan birokrasi digital yang lebih cepat dan responsif, yang diharapkan menjadi contoh baru dalam tata kelola pemerintahan Indonesia.
Untuk itu, dirinya menekankan bahwa keberhasilan konsep kota kembar Jakarta dan IKN memerlukan kerangka hukum yang jelas, konektivitas infrastruktur yang memadai, dan reformasi birokrasi yang sejalan dengan perkembangan zaman.
"Ini bukan sekadar pemindahan ibu kota, tetapi sebuah transformasi tata kelola yang akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik," tutur Hardjuno.
Pasalnya, kata dia, dari kacamata hukum dan pembangunan, pembagian peran tersebut bukan hanya soal identitas, tetapi juga terkait struktur regulasi dan perencanaan pembangunan yang kuat.
"Jakarta, yang akan tetap menjadi pusat ekonomi, memerlukan revisi peraturan untuk memberi ruang pada perkembangan ekonomi, perdagangan, dan inovasi. Sementara IKN perlu dibangun sebagai pusat administrasi dengan efisiensi birokrasi yang lebih tinggi," ujar Hardjuno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Dalam proses pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke IKN, dia menjelaskan salah satu pendekatan yang sedang dipertimbangkan, yakni konsep kota kembar, yang bertujuan untuk menjadikan Jakarta dan IKN sebagai dua kota besar dengan peran saling melengkapi.
Konsep kota kembar antara Jakarta dan IKN menawarkan potensi besar untuk Indonesia. Dengan persiapan yang matang dan pelajaran dari negara lain, ia meyakini Jakarta dan IKN bisa menjadi pasangan kota yang kuat, saling mendukung dalam peran masing-masing, serta menjadi simbol kemajuan Indonesia di masa depan.
Menurut Hardjuno, dalam penerapan konsep itu, Indonesia dapat mengambil pelajaran dari berbagai negara yang telah berhasil mengembangkan kota kembar, seperti Brasil (Brasila-Sao Paulo), Australia (Canberra-Sydney), dan Amerika Serikat (Washington DC-New York City).
Namun, sambung dia, kunci utama keberhasilan konsep kota kembar terletak pada kejelasan pembagian peran dan fungsi antara kedua kota, misalnya Jakarta akan tetap berperan sebagai pusat ekonomi nasional, sedangkan IKN akan menjadi pusat pemerintahan dan layanan publik.
"Kedua kota ini harus diatur secara sinergis agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan administrasi negara tanpa ada tumpang tindih kewenangan,” ucap dia.
Dalam hal tersebut, ia menuturkan penting dilakukan pembandingan, di mana fungsi ekonomi dan pemerintahan dipisahkan secara jelas, tetapi tetap terhubung melalui infrastruktur dan kebijakan yang sinkron. Meski teorinya mudah, dirinya tak menampik praktiknya tidak semudah itu.
Dengan berpindahnya pusat pemerintahan, dia berpendapat Jakarta perlu melakukan penyesuaian sistem administrasi agar dapat mengakomodasi fungsi baru sebagai pusat ekonomi.
Kendati demikian, reformasi birokrasi di Jakarta akan menjadi kunci, di mana administrasi yang lebih ramping serta berbasis digital dapat mempermudah pelayanan bagi pelaku bisnis dan masyarakat.
Sementara itu, Hardjuno menilai IKN memiliki kesempatan untuk membangun sistem administrasi modern dari awal yang berbasis teknologi dan efisiensi.
IKN, kata dia, bisa menerapkan birokrasi digital yang lebih cepat dan responsif, yang diharapkan menjadi contoh baru dalam tata kelola pemerintahan Indonesia.
Untuk itu, dirinya menekankan bahwa keberhasilan konsep kota kembar Jakarta dan IKN memerlukan kerangka hukum yang jelas, konektivitas infrastruktur yang memadai, dan reformasi birokrasi yang sejalan dengan perkembangan zaman.
"Ini bukan sekadar pemindahan ibu kota, tetapi sebuah transformasi tata kelola yang akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik," tutur Hardjuno.