Jakarta (ANTARA) - Manajer Advokasi Koalisi Seni Indonesia (KSI) Hafez Gumay menilai penggunaan nama individu untuk penulisan hak cipta karya musik lebih diutamakan, dibanding ditulis dengan nama suatu kelompok atau band untuk menghindari kejadian tidak diinginkan di masa depan.
"Problem kita yang dikenal oleh hukum itu cuma nama per orang, band (atau nama kelompok) itu sebenarnya bukan entitas hukum, jadi memang harus nama individu," kata Hafez saat ditemui dalam diskusi tentang hak cipta karya musik di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Sabtu malam.
"Kalau di meta data, itu (hak cipta karya) nanti nama individu, bisa nama panggung atau nama asli," sambungnya.
Lebih lanjut, Hafez mencontohkan ada sebuah band yang mengatasnamakan karya-karya musiknya dengan nama band mereka. Seiring berjalannya waktu, band tersebut berpisah karena adanya konflik internal, sehingga berujung pada masalah hak cipta dari lagu-lagu mereka.
Dalam hak cipta suatu karya, pencipta akan mendapatkan hak moral berupa penulisan nama mereka saat karya dipublikasi dan hak ekonomi berupa royalti atau pembagian hasil publikasi karya. Nantinya, pemberian hak ekonomi tersebut akan diberikan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang berwenang mengatur hak cipta karya.
Namun, band tersebut menjadi kesulitan untuk menentukan berapa royalti yang bisa didapatkan masing-masing anggota karena ketidakjelasan penamaan hak cipta sejak awal.
"Dulu mereka bersama, tapi kita nggak tahu di kemudian hari mereka cekcok atau ada yang meninggal, itu bisa jadi masalah juga karena ahli warisnya belum tentu klop dengan anggota lainnya," kata Hafez.
Oleh sebab itu, Hafez menyarankan agar penulisan hak cipta karya harus ditulis dengan nama individu yang terlibat dalam pembuatannya. Hal ini dilakukan untuk memperjelas besaran royalti yang berhak diterima oleh masing-masing orang.
"Penting ketika kita punya lagu atau perjanjian dalam lagu, bagian siapa berapa persen, lebih baik 'fair' dari awal," kata Hafez.
Jika ada salah satu anggota meninggal atau keluar dari band, tetapi hak cipta karya musik mereka ditulis dengan nama individu masing-masing, maka anggota tersebut akan tetap mendapat bagiannya sesuai ketentuan. Bagian dari hak cipta tersebut juga dapat diwakili oleh ahli waris terkait jika anggota band itu dinyatakan sudah meninggal dunia.
"Ketika misalnya si pencipta lagu itu membuat suatu karya, maka karya tersebut akan dilindungi selama dia hidup," kata Hafez.
Dia menambahkan, "Begitu dia meninggal, maka hak ciptanya akan diberikan kepada ahli warisnya selama 70 tahun sejak pencipta tersebut meninggal".
"Problem kita yang dikenal oleh hukum itu cuma nama per orang, band (atau nama kelompok) itu sebenarnya bukan entitas hukum, jadi memang harus nama individu," kata Hafez saat ditemui dalam diskusi tentang hak cipta karya musik di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Sabtu malam.
"Kalau di meta data, itu (hak cipta karya) nanti nama individu, bisa nama panggung atau nama asli," sambungnya.
Lebih lanjut, Hafez mencontohkan ada sebuah band yang mengatasnamakan karya-karya musiknya dengan nama band mereka. Seiring berjalannya waktu, band tersebut berpisah karena adanya konflik internal, sehingga berujung pada masalah hak cipta dari lagu-lagu mereka.
Dalam hak cipta suatu karya, pencipta akan mendapatkan hak moral berupa penulisan nama mereka saat karya dipublikasi dan hak ekonomi berupa royalti atau pembagian hasil publikasi karya. Nantinya, pemberian hak ekonomi tersebut akan diberikan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang berwenang mengatur hak cipta karya.
Namun, band tersebut menjadi kesulitan untuk menentukan berapa royalti yang bisa didapatkan masing-masing anggota karena ketidakjelasan penamaan hak cipta sejak awal.
"Dulu mereka bersama, tapi kita nggak tahu di kemudian hari mereka cekcok atau ada yang meninggal, itu bisa jadi masalah juga karena ahli warisnya belum tentu klop dengan anggota lainnya," kata Hafez.
Oleh sebab itu, Hafez menyarankan agar penulisan hak cipta karya harus ditulis dengan nama individu yang terlibat dalam pembuatannya. Hal ini dilakukan untuk memperjelas besaran royalti yang berhak diterima oleh masing-masing orang.
"Penting ketika kita punya lagu atau perjanjian dalam lagu, bagian siapa berapa persen, lebih baik 'fair' dari awal," kata Hafez.
Jika ada salah satu anggota meninggal atau keluar dari band, tetapi hak cipta karya musik mereka ditulis dengan nama individu masing-masing, maka anggota tersebut akan tetap mendapat bagiannya sesuai ketentuan. Bagian dari hak cipta tersebut juga dapat diwakili oleh ahli waris terkait jika anggota band itu dinyatakan sudah meninggal dunia.
"Ketika misalnya si pencipta lagu itu membuat suatu karya, maka karya tersebut akan dilindungi selama dia hidup," kata Hafez.
Dia menambahkan, "Begitu dia meninggal, maka hak ciptanya akan diberikan kepada ahli warisnya selama 70 tahun sejak pencipta tersebut meninggal".