Jakarta (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membeberkan komitmen Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam mengendalikan inflasi serta menjaga stabilitas harga barang dan jasa.
Dia mengaku dalam berbagai kesempatan, Presiden Prabowo menekankan agar upaya pengendalian inflasi terus ditingkatkan.
“Beliau (Presiden Prabowo) menyampaikan, pengendalian inflasi, pengendalian barang dan jasa agar tidak memberatkan masyarakat sangat penting,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Selain itu, Presiden Prabowo juga memiliki perhatian tinggi dalam upaya mengatasi persoalan kemiskinan. Hal ini termasuk dalam bidang perumahan, pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), hingga koperasi.
Sedangkan pada jangka menengah, Presiden juga bakal fokus pada program swasembada pangan dan energi. Oleh karena itulah, dia mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk membantu menyukseskan program tersebut.
“Semuanya bukan hanya kepentingan pusat akan mendapat manfaat, tapi kepentingan rakyat. Dan itu akan membawa nama baik kepala daerah juga,” imbuhnya.
Dalam konteks pengendalian inflasi, Tito mengatakan Kemendagri telah menggelar rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah sejak tahun 2022.
Ia mengungkapkan saat ini angka inflasi lebih terkendali. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per 6 Oktober 2024, inflasi year on year (yoy) September 2024 sebesar 1,84 persen. Angka tersebut, ujar Mendagri, masih berada dalam jangkauan target pemerintah pusat.
“Range inflasi yang ditarget adalah 2,5 persen +/- 1 persen. Artinya paling rendah 1,5 persen, paling tinggi 3,5 persen. Ini adalah strategi kita, strategi nasional, Indonesia,” jelas Tito.
Menurut dia, ditetapkannya target tersebut lantaran Indonesia merupakan negara konsumen sekaligus produsen.
Keseimbangan angka inflasi diperlukan untuk menjaga pengendalian harga yang tidak memberatkan konsumen dan produsen. Pasalnya, bila inflasi terlalu tinggi, masyarakat, khususnya yang berada pada kategori tidak mampu, akan mengalami tekanan.
Sebaliknya, bila inflasi terlalu rendah, para produsen akan kesulitan dalam menutup biaya operasionalnya.
“Kita dari (angka inflasi yoy) 5,95 persen di September 2022 (mulai) penugasan, sekarang kita berhasil menurunkan di angka 1,84 persen,” pungkasnya.
Dia mengaku dalam berbagai kesempatan, Presiden Prabowo menekankan agar upaya pengendalian inflasi terus ditingkatkan.
“Beliau (Presiden Prabowo) menyampaikan, pengendalian inflasi, pengendalian barang dan jasa agar tidak memberatkan masyarakat sangat penting,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Selain itu, Presiden Prabowo juga memiliki perhatian tinggi dalam upaya mengatasi persoalan kemiskinan. Hal ini termasuk dalam bidang perumahan, pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), hingga koperasi.
Sedangkan pada jangka menengah, Presiden juga bakal fokus pada program swasembada pangan dan energi. Oleh karena itulah, dia mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk membantu menyukseskan program tersebut.
“Semuanya bukan hanya kepentingan pusat akan mendapat manfaat, tapi kepentingan rakyat. Dan itu akan membawa nama baik kepala daerah juga,” imbuhnya.
Dalam konteks pengendalian inflasi, Tito mengatakan Kemendagri telah menggelar rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah sejak tahun 2022.
Ia mengungkapkan saat ini angka inflasi lebih terkendali. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per 6 Oktober 2024, inflasi year on year (yoy) September 2024 sebesar 1,84 persen. Angka tersebut, ujar Mendagri, masih berada dalam jangkauan target pemerintah pusat.
“Range inflasi yang ditarget adalah 2,5 persen +/- 1 persen. Artinya paling rendah 1,5 persen, paling tinggi 3,5 persen. Ini adalah strategi kita, strategi nasional, Indonesia,” jelas Tito.
Menurut dia, ditetapkannya target tersebut lantaran Indonesia merupakan negara konsumen sekaligus produsen.
Keseimbangan angka inflasi diperlukan untuk menjaga pengendalian harga yang tidak memberatkan konsumen dan produsen. Pasalnya, bila inflasi terlalu tinggi, masyarakat, khususnya yang berada pada kategori tidak mampu, akan mengalami tekanan.
Sebaliknya, bila inflasi terlalu rendah, para produsen akan kesulitan dalam menutup biaya operasionalnya.
“Kita dari (angka inflasi yoy) 5,95 persen di September 2022 (mulai) penugasan, sekarang kita berhasil menurunkan di angka 1,84 persen,” pungkasnya.