Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai larangan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) merupakan kebijakan yang tak bijak, tak adil, dan tak beradab.
"Buat apa bikin aturan melepas jilbab saat upacara saja. Sungguh ini aturan dan kebijakan yang tak bijak, tak adil dan tak beradab," ujar Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Cholil mengatakan pelarangan pemakaian jilbab bagi anggota Paskibraka justru malah melanggar aturan konstitusi dan Pancasila. Larangan penggunaan jilbab demi mengangkat nilai-nilai keseragaman yang disampaikan Kepala BPIP Yudian Wahyudi, tak bisa diterima.
"BPIP ini tak patuh, melanggar aturan konstitusi dan Pancasila," kata Cholil.
Cholil menyebut BPIP juga telah melanggar aturannya sendiri dalam pelarangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka yaitu Peraturan BPIP RI Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Bab VII Tata Pakaian dan Sikap Tampang Paskibraka.
Cholil menjelaskan dalam poin tersebut berisi tentang kelengkapan dan atribut Paskibraka, salah satunya aturan penggunaan ciput warna putih untuk anggota putri yang berhijab.
Namun, kata dia, Peraturan BPIP ini 'disunat' oleh Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Tampang Paskibraka.
"Bahwa pada poin 4 ditegaskan pakaian ciput bagi yang berjilbab dihilangkan sehingga poin kelengkapan dan atribut Paskibraka hanya 5 poin," kata dia.
"Sungguh tak bernilai dan tak sensitif keagamaan. Dalam pernyataan kepala BPIP yang menyebutkan pelepasan jilbab hanya pada saat mengibarkan bendera," ujar Cholil menambahkan.
Menurutnya, pernyataan yang disampaikan Yudian Wahyudi tersebut sangat menyakitkan karena telah bermain-main dengan ajaran agama.
Selain itu, pernyataan tersebut juga bukan untuk kebhinekaan, tetapi merupakan bentuk pemaksaan untuk penyeragaman.
Sebelumnya, Kepala BPIP Yudian Wahyudi menjelaskan bahwasanya pelepasan hijab sejumlah anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera.
"Karena memang kan dari awal Paskibraka itu uniform (seragam)," kata dia.
Yudi menjelaskan bahwa penyeragaman pakaian tersebut berangkat dari semangat Bhinneka Tunggal Ika yang dicetuskan oleh Bapak Pendiri Bangsa, yakni Ir. Soekarno.
Namun tak lama berselang, Istana langsung meresponnya dan menyebut bahwa anggota Paskibraka putri diperbolehkan untuk menggunakan hijab.
Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono mengatakan Paskibraka putri tetap menggunakan jilbab saat bertugas dalam upacara peringatan HUT ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur pada 17 Agustus 2024.
"Kami meminta kepada seluruh adik-adik putri yang memang menggunakan jilbab, tetap gunakan itu," kata Heru.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MUI: Pelarangan jilbab bagi Paskibraka oleh BPIP kebijakan tak beradab
"Buat apa bikin aturan melepas jilbab saat upacara saja. Sungguh ini aturan dan kebijakan yang tak bijak, tak adil dan tak beradab," ujar Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Cholil mengatakan pelarangan pemakaian jilbab bagi anggota Paskibraka justru malah melanggar aturan konstitusi dan Pancasila. Larangan penggunaan jilbab demi mengangkat nilai-nilai keseragaman yang disampaikan Kepala BPIP Yudian Wahyudi, tak bisa diterima.
"BPIP ini tak patuh, melanggar aturan konstitusi dan Pancasila," kata Cholil.
Cholil menyebut BPIP juga telah melanggar aturannya sendiri dalam pelarangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka yaitu Peraturan BPIP RI Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Bab VII Tata Pakaian dan Sikap Tampang Paskibraka.
Cholil menjelaskan dalam poin tersebut berisi tentang kelengkapan dan atribut Paskibraka, salah satunya aturan penggunaan ciput warna putih untuk anggota putri yang berhijab.
Namun, kata dia, Peraturan BPIP ini 'disunat' oleh Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Tampang Paskibraka.
"Bahwa pada poin 4 ditegaskan pakaian ciput bagi yang berjilbab dihilangkan sehingga poin kelengkapan dan atribut Paskibraka hanya 5 poin," kata dia.
"Sungguh tak bernilai dan tak sensitif keagamaan. Dalam pernyataan kepala BPIP yang menyebutkan pelepasan jilbab hanya pada saat mengibarkan bendera," ujar Cholil menambahkan.
Menurutnya, pernyataan yang disampaikan Yudian Wahyudi tersebut sangat menyakitkan karena telah bermain-main dengan ajaran agama.
Selain itu, pernyataan tersebut juga bukan untuk kebhinekaan, tetapi merupakan bentuk pemaksaan untuk penyeragaman.
Sebelumnya, Kepala BPIP Yudian Wahyudi menjelaskan bahwasanya pelepasan hijab sejumlah anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera.
"Karena memang kan dari awal Paskibraka itu uniform (seragam)," kata dia.
Yudi menjelaskan bahwa penyeragaman pakaian tersebut berangkat dari semangat Bhinneka Tunggal Ika yang dicetuskan oleh Bapak Pendiri Bangsa, yakni Ir. Soekarno.
Namun tak lama berselang, Istana langsung meresponnya dan menyebut bahwa anggota Paskibraka putri diperbolehkan untuk menggunakan hijab.
Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono mengatakan Paskibraka putri tetap menggunakan jilbab saat bertugas dalam upacara peringatan HUT ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur pada 17 Agustus 2024.
"Kami meminta kepada seluruh adik-adik putri yang memang menggunakan jilbab, tetap gunakan itu," kata Heru.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MUI: Pelarangan jilbab bagi Paskibraka oleh BPIP kebijakan tak beradab