Kendari (ANTARA) - Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distanak) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengarahkan petani untuk ambil asuransi tani sebagai solusi bila gagal panen sebagai langkah antisipasi kerugian akibat banjir ataupun kekeringan.
Kepala Distanak Sultra La Ode Muhammad Rusdin Jaya, di Kendari, Kamis, mengatakan melalui program tersebut petani akan mendapatkan ganti rugi berupa uang sebesar Rp6 juta per hektare lahan yang mengalami kegagalan panen total (puso).
“Gagal panen yang disebabkan berbagai macam faktor seperti banjir, kekeringan, serangan hama dan penyakit serta gangguan dari Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT),” kata Rusdin Jaya.
Rusdin menjelaskan skema pembiayaan asuransi nantinya melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 80 persen melalui Jasindo dan 20 persen sisanya akan diupayakan ditanggung oleh pemerintah daerah masing-masing.
“Saat ini sedang kami upayakan agar 20 persen sisanya bisa ditanggung oleh pemda masing – masing menggunakan APBD sehingga petani tidak lagi terbebani dan hanya fokus melakukan penanaman ulang terhadap lahannya,” katanya.
Menurut dia, skema asuransi ini sudah sempat berjalan pada periode tahun 2020 hingga 2023 silam di beberapa daerah di Sultra yakni Kota Kendari, Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Timur, Bombana.
“Tetapi datanya belum pasti, apakah 20 persen itu ditanggung oleh APBD atau petani secara mandiri sehingga inilah yang akan kita dorong agar ke depannya petani tidak menanggung sepeserpun dalam program asuransi ini,” katanya.
Ia menambahkan, program asuransi ini tidak hanya berlaku bagi petani saja melainkan juga bisa dirasakan oleh peternak yang memiliki asuransi ternak khusus sapi dan kerbau untuk mendapatkan perlindungan dari resiko penyakit, perubahan iklim, banjir dan kekeringan.
Kepala Distanak Sultra La Ode Muhammad Rusdin Jaya, di Kendari, Kamis, mengatakan melalui program tersebut petani akan mendapatkan ganti rugi berupa uang sebesar Rp6 juta per hektare lahan yang mengalami kegagalan panen total (puso).
“Gagal panen yang disebabkan berbagai macam faktor seperti banjir, kekeringan, serangan hama dan penyakit serta gangguan dari Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT),” kata Rusdin Jaya.
Rusdin menjelaskan skema pembiayaan asuransi nantinya melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 80 persen melalui Jasindo dan 20 persen sisanya akan diupayakan ditanggung oleh pemerintah daerah masing-masing.
“Saat ini sedang kami upayakan agar 20 persen sisanya bisa ditanggung oleh pemda masing – masing menggunakan APBD sehingga petani tidak lagi terbebani dan hanya fokus melakukan penanaman ulang terhadap lahannya,” katanya.
Menurut dia, skema asuransi ini sudah sempat berjalan pada periode tahun 2020 hingga 2023 silam di beberapa daerah di Sultra yakni Kota Kendari, Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Timur, Bombana.
“Tetapi datanya belum pasti, apakah 20 persen itu ditanggung oleh APBD atau petani secara mandiri sehingga inilah yang akan kita dorong agar ke depannya petani tidak menanggung sepeserpun dalam program asuransi ini,” katanya.
Ia menambahkan, program asuransi ini tidak hanya berlaku bagi petani saja melainkan juga bisa dirasakan oleh peternak yang memiliki asuransi ternak khusus sapi dan kerbau untuk mendapatkan perlindungan dari resiko penyakit, perubahan iklim, banjir dan kekeringan.