Tangerang (ANTARA) - Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) meminta agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) melanjutkan pembahasan terkait Rancangan Undang-undang (RUU) penyiaran guna terciptanya aturan yang lebih baik.
"Saya mohon dengan sangat kepada Komisi I DPR RI untuk bisa membicarakan segera RUU Penyiaran supaya muncul RUU Penyiaran yang lebih komprehensif, menyangkut perkembangan penyiaran di Indonesia," ucap Rektor UMJ Prof. Dr. Ma'mun Murod dalam keterangan yang dipantau dari laman resminya dari Tangerang, Jumat.
Menurutnya, pembahasan RUU Penyiaran secara kontinyu dinilai penting, karena dunia penyiaran saat ini terus berkembang dengan pesat, sehingga pengukuhan ideologi bangsa Indonesia lebih baik lagi.
"Amendemen RUU penyiaran saat ini masih belum ada tanda berakhir, penyelesaian atau wujud UU yang baru, padahal usianya sudah lebih dari 22 tahun," katanya.
Ia mengaku, dunia penyiaran yang saat ini terjadi dirasa cukup merisaukan, sebab banyaknya platform media baru serta konten siaran yang tidak bisa dikontrol misalnya terkait penyiaran LGBT.
Belum lagi, katanya, banyak pengaruh influencer atau pelaku penyiaran di media sosial kerap memperoleh keuntungan besar dari konten program yang dibuat. Kendati, hal tersebut perlu segera diatur oleh pemerintah.
"Penting adanya pembahasan terkait RUU Penyiaran baru supaya komprehensif dan tetap mengedepankan khas Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UU NKRI 1945," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah mengaku saat ini pihaknya belum menerima naskah RUU Penyiaran. "Kami tidak tahu RUU dari baleg (badan legislatif) akan dibahas pemerintah di periode ini atau periode selanjutnya," katanya.
Dia mengatakan Konferensi Penyiaran ini adalah bagian dari keterbukaan ruang diskusi agar mendapatkan masukan dan sebagai pengayaan dari masyarakat terhadap penyiaran.
"Penting melibatkan masyarakat. Kami juga melibatkan media dan masyarakat kampus," ungkapnya.
Ia pun berharap KPI Pusat mendapatkan saran dan masukan konstruktif dari masyarakat kampus untuk mengetahui pasal-pasal yang perlu penyesuaian dengan perkembangan zaman dan teknologi, serta yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan.
Penguatan kelembagaan merupakan salah satu hal penting karena kondisi KPI, terutama di daerah tidak sehat. Hal itu disebabkan adanya UU tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa urusan penyiaran bukan bagian dari urusan pemerintah daerah.
"Maka dari itu kami dari KPI pusat maupun daerah mendorong agar dilanjutkan pembahasan RUU Penyiaran sehingga bisa sesuai dengan perkembangan zaman," kata dia.
"Saya mohon dengan sangat kepada Komisi I DPR RI untuk bisa membicarakan segera RUU Penyiaran supaya muncul RUU Penyiaran yang lebih komprehensif, menyangkut perkembangan penyiaran di Indonesia," ucap Rektor UMJ Prof. Dr. Ma'mun Murod dalam keterangan yang dipantau dari laman resminya dari Tangerang, Jumat.
Menurutnya, pembahasan RUU Penyiaran secara kontinyu dinilai penting, karena dunia penyiaran saat ini terus berkembang dengan pesat, sehingga pengukuhan ideologi bangsa Indonesia lebih baik lagi.
"Amendemen RUU penyiaran saat ini masih belum ada tanda berakhir, penyelesaian atau wujud UU yang baru, padahal usianya sudah lebih dari 22 tahun," katanya.
Ia mengaku, dunia penyiaran yang saat ini terjadi dirasa cukup merisaukan, sebab banyaknya platform media baru serta konten siaran yang tidak bisa dikontrol misalnya terkait penyiaran LGBT.
Belum lagi, katanya, banyak pengaruh influencer atau pelaku penyiaran di media sosial kerap memperoleh keuntungan besar dari konten program yang dibuat. Kendati, hal tersebut perlu segera diatur oleh pemerintah.
"Penting adanya pembahasan terkait RUU Penyiaran baru supaya komprehensif dan tetap mengedepankan khas Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UU NKRI 1945," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah mengaku saat ini pihaknya belum menerima naskah RUU Penyiaran. "Kami tidak tahu RUU dari baleg (badan legislatif) akan dibahas pemerintah di periode ini atau periode selanjutnya," katanya.
Dia mengatakan Konferensi Penyiaran ini adalah bagian dari keterbukaan ruang diskusi agar mendapatkan masukan dan sebagai pengayaan dari masyarakat terhadap penyiaran.
"Penting melibatkan masyarakat. Kami juga melibatkan media dan masyarakat kampus," ungkapnya.
Ia pun berharap KPI Pusat mendapatkan saran dan masukan konstruktif dari masyarakat kampus untuk mengetahui pasal-pasal yang perlu penyesuaian dengan perkembangan zaman dan teknologi, serta yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan.
Penguatan kelembagaan merupakan salah satu hal penting karena kondisi KPI, terutama di daerah tidak sehat. Hal itu disebabkan adanya UU tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa urusan penyiaran bukan bagian dari urusan pemerintah daerah.
"Maka dari itu kami dari KPI pusat maupun daerah mendorong agar dilanjutkan pembahasan RUU Penyiaran sehingga bisa sesuai dengan perkembangan zaman," kata dia.