Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) optimistis mampu mengelola amanat negara berupa izin pengelolaan pertambangan yang diberikan kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.
"Bendahara umum kami ini pengusaha tambang juga, dan dia tentu tidak sendirian. Bukan hanya soal bahwa dia sendiri pengusaha tambang, tetapi sebagai pengusaha tambang, dia punya jaringan bisnis di antara komunitas pertambangan ini, sehingga saya kira akan ada ruang yang memadai bagi NU untuk membangun kapasitas usaha pertambangan ini," kata Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
Gus Yahya, sapaan akrabnya, mengungkapkan pihaknya juga sudah menyiapkan langkah-langkah khusus terkait pengelolaan tambang yang berpotensi memberikan dampak terhadap lingkungan.
Ia menyatakan pihaknya memiliki kesadaran dan tanggung jawab moral terkait kesadaran akan lingkungan hidup dan kemaslahatan masyarakat umum.
"Saya sendiri itu secara pribadi sejak 2016-2017, saya sudah berusaha menaikkan wacana tentang perlunya konsensus nasional tentang ekstraksi Sumber Daya Alam," ujarnya.
Menurut Gus Yahya, Indonesia memiliki kekayaan berupa Sumber Daya Alam yang harus dikelola, sehingga pemanfaatannya hanya bisa diperoleh melalui ekstraksi Sumber Daya Alam.
"Kalau kita punya konsensus nasional, ini bisa menjadi dasar untuk melakukan pengawasan dan pengendalian yang lebih baik ke depan. Nah, tapi tanpa menunggu konsensus nasional tentang ekstraksi Sumber Daya Alam itu, NU memberanikan diri untuk masuk aja dulu, nanti kita lihat apapun juga," jelasnya.
Gus Yahya juga menuturkan pihaknya telah siap dengan pembentukan badan hukum khusus dalam pengelolaan tambang.
"Insyaallah kami sudah siapkan desainnya. Itu tadi termasuk bahwa desainnya itu kita bikin koperasi yang anggotanya adalah warga dan kemudian join dengan NU sebagai perkumpulan untuk membuat PT," tutur Yahya Cholil Staquf.
Sebelumnya Presiden Jokowi pada Kamis (30/5) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024 menyebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, bisa mengelola Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK).
"Bendahara umum kami ini pengusaha tambang juga, dan dia tentu tidak sendirian. Bukan hanya soal bahwa dia sendiri pengusaha tambang, tetapi sebagai pengusaha tambang, dia punya jaringan bisnis di antara komunitas pertambangan ini, sehingga saya kira akan ada ruang yang memadai bagi NU untuk membangun kapasitas usaha pertambangan ini," kata Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
Gus Yahya, sapaan akrabnya, mengungkapkan pihaknya juga sudah menyiapkan langkah-langkah khusus terkait pengelolaan tambang yang berpotensi memberikan dampak terhadap lingkungan.
Ia menyatakan pihaknya memiliki kesadaran dan tanggung jawab moral terkait kesadaran akan lingkungan hidup dan kemaslahatan masyarakat umum.
"Saya sendiri itu secara pribadi sejak 2016-2017, saya sudah berusaha menaikkan wacana tentang perlunya konsensus nasional tentang ekstraksi Sumber Daya Alam," ujarnya.
Menurut Gus Yahya, Indonesia memiliki kekayaan berupa Sumber Daya Alam yang harus dikelola, sehingga pemanfaatannya hanya bisa diperoleh melalui ekstraksi Sumber Daya Alam.
"Kalau kita punya konsensus nasional, ini bisa menjadi dasar untuk melakukan pengawasan dan pengendalian yang lebih baik ke depan. Nah, tapi tanpa menunggu konsensus nasional tentang ekstraksi Sumber Daya Alam itu, NU memberanikan diri untuk masuk aja dulu, nanti kita lihat apapun juga," jelasnya.
Gus Yahya juga menuturkan pihaknya telah siap dengan pembentukan badan hukum khusus dalam pengelolaan tambang.
"Insyaallah kami sudah siapkan desainnya. Itu tadi termasuk bahwa desainnya itu kita bikin koperasi yang anggotanya adalah warga dan kemudian join dengan NU sebagai perkumpulan untuk membuat PT," tutur Yahya Cholil Staquf.
Sebelumnya Presiden Jokowi pada Kamis (30/5) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pasal 83A ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2024 menyebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, bisa mengelola Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK).