Kendari (ANTARA) - Kepala Badan kependudukan dan keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Tenggara (Sultra), Asmar, mengatakan bahwa stunting menghambat perkembangan otak dan fisik bayi sehingga Balita sulit mencapai prestasi di masa depan. 
"Bahkan stunting juga mengakibatkan kondisi rentan terhadap penyakit, dan saat dewasa lebih mudah mengalami penyakit jantung, diabetes, dan yang lainnya," kata Asmar, di Kendari, Selasa.

Asmar menjelaskan, bahwa stunting merupakan kondisi kekurangan gizi pada balita yang berlangsung lama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak, karena mengalami kekurangan gizi menahun.

"Balita stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita umumnya. Sehingga perlunya perencanaan mulai dari proses kehamilan," katanya.

Menurut dia, stunting itu tidak hanya dalam arti pendek, tidak panjang, tetapi dia tidak cerdas, mungkin umurnya harus sudah bisa mengenal warna, belum mengenal warna, mungkin harus sudah bisa merespon cepat, belum bisa merespon cepat, mungkin harusnya sudah bisa bicara mama-papa belum bisa.

Asmar juga mengatakan bahwa kasus stunting di Sultra sudah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya berdasarkan data  hasil survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.

"Dalam waktu dua tahun terakhir kita berhasil menurunkan angka prevalensi stunting dari 31,4 persen menjadi 27,7 persen data hasil survei Studi Status Gizi Indonesia tahun 2022," katanya.

Sukses menurunkan angka stunting tersebut karta Asmar, karena upaya keras tim terpadu, baik dari Pemda, Dinas Kesehatan, Dikbud, Kementerian Agama, BKKBN dalam mengedukasi masyarakat.

"Bahkan sebelum menikah, kami melakukan edukasi selama satu bulan dan usia nikah di instruksikan wajib 19 tahun, agar dapat melahirkan anak yang tidak stunting," kata Asmar.

 

Pewarta : Suparman
Editor : Zabur Karuru
Copyright © ANTARA 2024