Kendari (ANTARA) - Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan bahwa dalam pembangunan berkelanjutan harus bisa mengakomodir ketiga aspek, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial sehingga dibutuhkan sinergi antar-"stakeholder".
Hal itu disampaikan saat menjadi "keynote speaker" dalam Seminar "Nasional Perspektif Pelayanan Publik dan Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA)" yang diselenggarakan FISIP Universitas Halu Oleo (UHO) di Kendari, Rabu.
Ia mengatakan pemerintah harus berada di lini depan untuk mengakomodasi seluruh elemen "stakeholder" terkait.
Hery menyebutkan bahwa sebelumnya Ombudsman RI mengunjungi kawasan pertambangan di Sulawesi Tenggara dan melihat secara langsung bahwa area pertambangan menyebabkan lahan gundul.
“Kami lihat kawasan pertambangan gundul, ini perlu diperhatikan kembali tata kelolanya. Pengelolaan pertambangan harus menjalankan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang. Menurut data Kementerian ESDM tingkat kepatuhan terhadap dua jaminan tersebut di lapangan masih rendah, kurang dari 60 persen total pemilik izin usaha pertambangan (IUP).” jelas Hery.
Ia mengatakan dalam pembangunan berkelanjutan ada empat prinsip yang harus dilaksanakan, yakni pemerataan, keadilan sosial, menghargai keanekaragaman, pendekatan integratif, dan perspektif jangka panjang.
Inilah yang harus menjadi pedoman, khususnya bagi pemerintah, kementerian, lembaga, dan pemda sebagai regulator dalam pembangunan berkelanjutan utamanya dalam penyelenggaraan pelayanan publik, kata dia.
"Pendekatannya pada keberlanjutan multiaspek, yakni keberlanjutan politik, hankam, ekologi, ekonomi, ekonomi sektoral/daerah, dan sosial budaya. Jadi intinya pembangunan berkelanjutan bisa terwujud harus ada sinergi yang kuat antar-"stakeholder" dari pusat dan daerah," ujarnya.
Seminar turut dihadiri Wakil Rektor III Universitas Halu Oleo, Dr. Nur Arafah, Pengurus Kadin Pusat Haris Andi Surahman, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo, Prof. Eka Suaib, Sarlan Adijaya Dosen FIB Unhalu dan Rahma Wijayanti Asisten KU V Ombudsman RI.
Hal itu disampaikan saat menjadi "keynote speaker" dalam Seminar "Nasional Perspektif Pelayanan Publik dan Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA)" yang diselenggarakan FISIP Universitas Halu Oleo (UHO) di Kendari, Rabu.
Ia mengatakan pemerintah harus berada di lini depan untuk mengakomodasi seluruh elemen "stakeholder" terkait.
Hery menyebutkan bahwa sebelumnya Ombudsman RI mengunjungi kawasan pertambangan di Sulawesi Tenggara dan melihat secara langsung bahwa area pertambangan menyebabkan lahan gundul.
“Kami lihat kawasan pertambangan gundul, ini perlu diperhatikan kembali tata kelolanya. Pengelolaan pertambangan harus menjalankan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang. Menurut data Kementerian ESDM tingkat kepatuhan terhadap dua jaminan tersebut di lapangan masih rendah, kurang dari 60 persen total pemilik izin usaha pertambangan (IUP).” jelas Hery.
Ia mengatakan dalam pembangunan berkelanjutan ada empat prinsip yang harus dilaksanakan, yakni pemerataan, keadilan sosial, menghargai keanekaragaman, pendekatan integratif, dan perspektif jangka panjang.
Inilah yang harus menjadi pedoman, khususnya bagi pemerintah, kementerian, lembaga, dan pemda sebagai regulator dalam pembangunan berkelanjutan utamanya dalam penyelenggaraan pelayanan publik, kata dia.
"Pendekatannya pada keberlanjutan multiaspek, yakni keberlanjutan politik, hankam, ekologi, ekonomi, ekonomi sektoral/daerah, dan sosial budaya. Jadi intinya pembangunan berkelanjutan bisa terwujud harus ada sinergi yang kuat antar-"stakeholder" dari pusat dan daerah," ujarnya.
Seminar turut dihadiri Wakil Rektor III Universitas Halu Oleo, Dr. Nur Arafah, Pengurus Kadin Pusat Haris Andi Surahman, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo, Prof. Eka Suaib, Sarlan Adijaya Dosen FIB Unhalu dan Rahma Wijayanti Asisten KU V Ombudsman RI.