Tangerang, Banten (ANTARA) -
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa tren kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak di Indonesia kini telah mengalami penurunan cukup signifikan.

"Pada beberapa pekan ini, hampir kasusnya itu tidak ada, saya setiap pagi mengecek ke RSCM atau Rumah Sakit Persahabatan. Mungkin ada satu sampai dua kasus, tapi itu pun menjalani terapi," kata Dirjen Kemarmasian dan Alat Kesehatan (Farmalkes) Kemenkes,  Lucia Rizka Andalusia, di Tangerang, Provinsi Banten, Kamis.

Menurutnya, saat ini kasus gangguan ginjal akut atipikal sudah jauh menurun dan hampir tidak ada temuan kasus baru. Bahkan, kondisi layanan medis di RSCM Jakarta hanya tersisa pasien-pasien yang menjalani terapi atau proses penyembuhan.

Selain itu, kata dia, pada perawatan dan pengobatan pasien anak yang mengalami gangguan ginjal akut di tanah air masih menerima obatan Fomepizole.

"Fomepizole masih dilakukan pada anak-anak yang sedang di rawat. Untuk mengadakan lagi, kita lihat nanti kebutuhan-nya," katanya.

Ia menambahkan sejauh ini jika ketersediaan obat farmasi untuk pengobatan anak penderita gagal ginjal itu masih mencukupi sebanyak 246.

"Sekarang kita punya 246, ada donasi dan yang kita beli. Masih cukup kebutuhan-nya, tapi nanti kita stop untuk emergency," kata Lucia Rizka Andalusia .

Sebelumnya, berdasarkan data pada kasus GGAPA di Indonesia tercatat sebanyak 325 orang anak menderita gangguan ginjal akut. Kemudian, terjadi penambahan sebanyak 21 kasus dengan 178 persen-nya meninggal dunia.

Sementara, untuk usia anak pada kasus gangguan ginjal akut tersebut, ditemukan rata-rata usia dengan 1 sampai 5 tahun sebanyak 169 orang, usia dengan kurang dari satu tahun sebanyak 75 orang, usia 11 sampai 18 tahun sebanyak 39 orang dan usia 6 sampai 10 tahun yaitu sebanyak 42 orang.

Baca juga: Cegah gagal ginjal akut, perhatikan frekuensi buang air kecil anak
  Dirjen Farmalkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Lucia Rizka Andalusia. (Azmi Samsul Maarif)

Izin Edar

Dirjen Farmalkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Lucia Rizka Andalusia mengatakan bahwa vaksin COVID-19 jenis IdoVac dengan platform subunit protein yang dikembangkan oleh PT Bio Farma kini telah mendapatkan izin edar untuk digunakan sebagai vaksin primer pada tahap satu dan dua.

"Jadi untuk IndoVac buatan PT Bio Farma saat ini sudah mendapat izin edar atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksinasi primer dosis satu dan dua," ujar Lucia di Tangerang, Kamis.

Ia mengungkapkan, setelah mengalami kelangkaan terhadap dosis vaksin COVID-19 pihaknya terus berupaya melakukan produksi dan menunggu izin terkait penyediaan vaksin dalam negeri tersebut.

Akan tetapi, saat ini setelah mendapat izin EUA dan sertifikasi halal dari BPOM, maka vaksinasi pada masyarakat akan segera dilakukan untuk memperlancar proses vaksinasi kepada masyarakat.

"Dan sekarang IdoVac mudah-mudahan dalam satu dua pekan ke depan, produksinya segera bisa digunakan," ujarnya.

Sementara itu, untuk vaksin dalam negeri lainnya seperti jenis InaVac dengan platform inactivated virus yang dikembangkan tim Universitas Airlangga yang bekerjasama PT Biotis Pharmaceutical Indonesia juga akan segera mendapat izin edar dari EUA dan BPOM.

"Kalau untuk InaVac itu akan segera menyusul mendapat izin edar, mungkin satu sampai dua hari menunggu pengumuman dari BPOM," ungkap dia.

Sebelumnya, Direktur Utama BUMN Farmasi PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir menyatakan kesiapan pihaknya memproduksi 20 juta dosis vaksin IndoVac, untuk tahap awal.

Jumlah tersebut dapat dinaikkan menjadi 40 juta dosis per tahun pada 2023 dengan penambahan fasilitas produksi.

Selanjutnya, kapasitas produksi bisa dinaikkan lagi menjadi 100 juta dosis per tahun pada 2024, tergantung pada kebutuhan dan permintaan.*







Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkes: Tren kasus ginjal akut pada anak turun

Pewarta : Azmi Syamsul Ma'arif
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024