Jakarta (ANTARA) - Pemerintah memutuskan tidak jadi mengenakan kenaikan tarif masuk ke Taman Wisata Candi Borobudur kepada wisatawan baik lokal maupun mancanegara, berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo.
Usai menghadiri Rapat Terbatas tentang Pariwisata di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan tarif masuk untuk umum tetap dikenakan sebesar Rp50.000 per orang.
"Intinya tidak ada kenaikan tarif, tetap Rp50.000. Anak-anak pelajar SMA ke bawah tetap Rp5.000," kata Basuki saat ditemui awak media di kawasan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.
Basuki menjelaskan Pemerintah hanya akan membatasi kuota masuk, yakni 1.200 orang per hari dengan mewajibkan pengunjung untuk mendaftar secara daring (online) terlebih dahulu.
Selain itu, lanjut dia, pengunjung juga harus didampingi oleh pemandu wisata yang sudah terdaftar, serta mengenakan alas kaki yang sudah disediakan.
"Tidak boleh pakai sepatu biasa karena itu mengikis batuan, jadi memang disediakan alas kaki untuk naik ke atas," kata Basuki.
Pemerintah menilai kebijakan membatasi kuota pengunjung dilakukan untuk konservasi terhadap candi terbesar bagi umat Buddha tersebut.
Para pengunjung Candi Borobudur selama pandemi tidak diperkenankan naik bangunan candi karena dikhawatirkan rawan terjadi kerumunan dan penularan COVID-19. (ANTARA/Anis Efizudin)
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga pernah mencontohkan cara pelestarian terhadap bangunan objek pariwisata Borobudur ini dengan Mesir yang juga melarang pengunjung untuk naik sampai ke Piramida.
"Seperti Mesir tadi contohnya sudah dilarang sama sekali tidak boleh naik ke piramida. Pak Menko sudah pelajari juga, termasuk Machu Picchu," kata Basuki.
Sebelumnya Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty meminta pemerintah untuk tidak menaikkan tarif masuk ke Candi Borobudur di Jawa Tengah lantaran sektor ekonomi dan pariwisata masih dalam proses pemulihan pasca hambatan pandemi selama dua tahun.
"Saya sarankan ditunda dulu. Jangan sekarang saat ekonomi dan pariwisata kita sedang rebound setelah sekian lama mengalami kesulitan akibat pandemi,” ujarnya dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.
Ervita menilai menaikkan tarif masuk ke Borobudur Rp750.000 untuk wisatawan domestik dan 100 dolar AS atau sekitar Rp1,45 juta untuk wisatawan mancanegara belum tepat dilakukan saat ini.
Ia menyarankan pemerintah untuk menghilangkan kesan negara berbisnis dengan rakyatnya melalui tarif kunjungan wisata yang tinggi mengingat masyarakat juga diberikan hak untuk menikmati warisan masa lalu tersebut.
Menurutnya, Borobudur merupakan tempat ibadah bagi pemeluk agama Buddha, sehingga tidak seharusnya diberi tarif tinggi. Apabila tarif kunjungan tinggi dikhawatirkan hanya orang yang punya uang saja yang bisa ke stupa dan bisa memicu kecemburuan sosial.
"Itu tidak bagus, seakan menikmati wisata itu hanya untuk orang kaya saja," ucap Ervita.
Lebih lanjut anggota parlemen dari daerah pemilihan Jawa Tengah III itu menegaskan dirinya sangat mendukung upaya konservasi candi supaya mengalami kerusakan. Namun upaya tersebut bisa dilakukan dengan membuat dan menerapkan peraturan yang tegas dan ketat sebagaimana dilakukan oleh negara-negara lain terhadap warisan sejarah mereka.
"Misalnya hanya boleh di lantai berapa, atau pembatasan berapa orang ke lantai tertentu, wajib memakai sandal, anak-anak tidak boleh berlarian, itu bisa diatur. Kita bisa bandingkan dengan Ankor Wat di Kamboja kan juga dengan pembatasan-pembatasan, ada puncak yang tidak bisa dinaikin dan sebagainya," terang Ervita.
Saat ini harga tiket masuk kawasan candi untuk wisatawan domestik Rp50 ribu dan wisatawan mancanegara 25 dolar AS.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai rencana kenaikan tarif terkesan terburu-buru dan kenaikan harganya pun sangat tinggi.
“Pelan-pelan saja, atau bertahap, jangan tiba-tiba seperti ini, dan sekali lagi momentumnya sangat tidak tepat. Tiket masuk naik tinggi tidak banyak wisatawan yang datang, dampaknya pedagang sepi lagi. Saran saya sebaiknya ditunda saja,” pungkas Ervita.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemerintah putuskan tidak ada kenaikan tarif masuk Candi Borobudur
Usai menghadiri Rapat Terbatas tentang Pariwisata di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan tarif masuk untuk umum tetap dikenakan sebesar Rp50.000 per orang.
"Intinya tidak ada kenaikan tarif, tetap Rp50.000. Anak-anak pelajar SMA ke bawah tetap Rp5.000," kata Basuki saat ditemui awak media di kawasan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.
Basuki menjelaskan Pemerintah hanya akan membatasi kuota masuk, yakni 1.200 orang per hari dengan mewajibkan pengunjung untuk mendaftar secara daring (online) terlebih dahulu.
Selain itu, lanjut dia, pengunjung juga harus didampingi oleh pemandu wisata yang sudah terdaftar, serta mengenakan alas kaki yang sudah disediakan.
"Tidak boleh pakai sepatu biasa karena itu mengikis batuan, jadi memang disediakan alas kaki untuk naik ke atas," kata Basuki.
Pemerintah menilai kebijakan membatasi kuota pengunjung dilakukan untuk konservasi terhadap candi terbesar bagi umat Buddha tersebut.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga pernah mencontohkan cara pelestarian terhadap bangunan objek pariwisata Borobudur ini dengan Mesir yang juga melarang pengunjung untuk naik sampai ke Piramida.
"Seperti Mesir tadi contohnya sudah dilarang sama sekali tidak boleh naik ke piramida. Pak Menko sudah pelajari juga, termasuk Machu Picchu," kata Basuki.
Sebelumnya Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty meminta pemerintah untuk tidak menaikkan tarif masuk ke Candi Borobudur di Jawa Tengah lantaran sektor ekonomi dan pariwisata masih dalam proses pemulihan pasca hambatan pandemi selama dua tahun.
"Saya sarankan ditunda dulu. Jangan sekarang saat ekonomi dan pariwisata kita sedang rebound setelah sekian lama mengalami kesulitan akibat pandemi,” ujarnya dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.
Ervita menilai menaikkan tarif masuk ke Borobudur Rp750.000 untuk wisatawan domestik dan 100 dolar AS atau sekitar Rp1,45 juta untuk wisatawan mancanegara belum tepat dilakukan saat ini.
Ia menyarankan pemerintah untuk menghilangkan kesan negara berbisnis dengan rakyatnya melalui tarif kunjungan wisata yang tinggi mengingat masyarakat juga diberikan hak untuk menikmati warisan masa lalu tersebut.
Menurutnya, Borobudur merupakan tempat ibadah bagi pemeluk agama Buddha, sehingga tidak seharusnya diberi tarif tinggi. Apabila tarif kunjungan tinggi dikhawatirkan hanya orang yang punya uang saja yang bisa ke stupa dan bisa memicu kecemburuan sosial.
"Itu tidak bagus, seakan menikmati wisata itu hanya untuk orang kaya saja," ucap Ervita.
Lebih lanjut anggota parlemen dari daerah pemilihan Jawa Tengah III itu menegaskan dirinya sangat mendukung upaya konservasi candi supaya mengalami kerusakan. Namun upaya tersebut bisa dilakukan dengan membuat dan menerapkan peraturan yang tegas dan ketat sebagaimana dilakukan oleh negara-negara lain terhadap warisan sejarah mereka.
"Misalnya hanya boleh di lantai berapa, atau pembatasan berapa orang ke lantai tertentu, wajib memakai sandal, anak-anak tidak boleh berlarian, itu bisa diatur. Kita bisa bandingkan dengan Ankor Wat di Kamboja kan juga dengan pembatasan-pembatasan, ada puncak yang tidak bisa dinaikin dan sebagainya," terang Ervita.
Saat ini harga tiket masuk kawasan candi untuk wisatawan domestik Rp50 ribu dan wisatawan mancanegara 25 dolar AS.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai rencana kenaikan tarif terkesan terburu-buru dan kenaikan harganya pun sangat tinggi.
“Pelan-pelan saja, atau bertahap, jangan tiba-tiba seperti ini, dan sekali lagi momentumnya sangat tidak tepat. Tiket masuk naik tinggi tidak banyak wisatawan yang datang, dampaknya pedagang sepi lagi. Saran saya sebaiknya ditunda saja,” pungkas Ervita.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemerintah putuskan tidak ada kenaikan tarif masuk Candi Borobudur