Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Data Mineral mengumumkan kenaikan tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga di atas 3.500 volt ampere (VA) dan pemerintah berdaya 6.600 VA hingga di atas 200 kVA.

"Sekarang masih berlaku tarif lama, tetapi untuk yang kita umumkan sekarang ini mulai berlakunya per tanggal 1 Juli 2022," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana di Jakarta, Senin.

Pemerintah beralasan kebijakan menaikkan tarif listrik pelanggan rumah mewah dan pemerintah lantaran besaran empat indikator ekonomi makro meningkat terutama harga minyak mentah dunia yang tinggi, sehingga meningkatkan beban produksi listrik yang dihasilkan oleh perusahaan setrum pelat merah PT PLN (Persero).

Setiap kenaikan 1 dolar AS dari harga minyak mentah dunia berdampak terhadap biaya pokok produksi PLN secara keseluruhan hingga Rp500 miliar.

"Harga minyak mentah masih berkisar 100 dolar AS per barel, sementara asumsi kami di APBN berkisar 63 dolar AS per barel," kata Rida.

Kebijakan menaikkan tarif listrik hanya diberlakukan kepada rumah tangga mampu yang berjumlah 2,09 juta pelanggan atau 2,5 persen dari total pelanggan PLN yang mencapai 83,1 juta. Juga kepada golongan pemerintah yang berjumlah 373 ribu pelanggan atau 0,5 persen.
  PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Jawa Barat (Jabar) menyatakan konsumsi listrik industri otomotif (mesin/otomotif/bengkel) mencatatkan kenaikan pertumbuhan kWh jual tertinggi dibanding jenis usaha lain yakni sebanyak 20,92 persen atau naik dari 17,27 GWh menjadi 20,88 GWh di periode yang sama tahun 2021 (dibandingkan tahun 2020). (ANTARA/HO-Humas PLN Jabar)

Berdasarkan data PLN, angka pelanggan rumah tangga berdaya 3.500 VA sebanyak 1,7 juta pelanggan dan rumah tangga berdaya 6.600 VA ada sebanyak 316 ribu pelanggan dengan tarif yang disesuaikan dari Rp1.444,7 per kilowatt jam (kWh) menjadi Rp1.699,53 per kWh.

Sedangkan pelanggan pemerintah dengan daya 6.600 VA hingga 200 kilovolt ampere (kVA) tarifnya juga mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp1.444,7 kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh. Adapun pelanggan pemerintah dengan daya di atas 200 kVA tarifnya disesuaikan dari Rp1.114,74 kWh menjadi Rp1.522,88 kWh.

Pemerintah mengklaim kenaikan tarif listrik itu hanya memberikan dampak inflasi sebesar 0,019 persen dan berpotensi menghemat kompensasi sebanyak Rp3,1 triliun untuk triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2022.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyatakan kenaikan tarif listrik ini dilakukan guna mewujudkan tarif listrik yang berkeadilan di mana kompensasi diberikan kepada masyarakat yang berhak, sementara masyarakat mampu membayar tarif listrik sesuai keekonomian.

"Ini bukan kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif listrik, tetapi memberlakukan kembali automatic tariff adjustment, di mana ini bisa naik dan bisa turun. Kebetulan saat ini dan dalam proses ini penekanannya adalah mengoreksi bantuan pemerintah yang secara filosofis seharusnya tepat sasaran, kali ini ternyata dinikmati oleh keluarga ekonomi mampu, sehingga bantuan ekonomi ini perlu direalokasikan untuk mendukung program-program pemerintah dengan dampak luas bagi masyarakat ekonomi lemah," kata Darmawan.
  Ilustrasi - Pemanfaatan lampu di kebun buah naga dalam program Electrifying Agriculture PLN. (ANTARA/HO-PLN)


Inflasi 0,019 persen

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan kebijakan menaikkan tarif listrik itu hanya berdampak terhadap inflasi sebesar 0,019 persen.

"Kami sudah hitung dampaknya terhadap inflasi hanya 0,019 persen, jadi hampir tidak terasa," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Rida menjelaskan penyesuaian tarif listrik ini masih berkontribusi dalam menjaga daya beli masyarakat secara keseluruhan karena pemerintah hanya menaikkan tarif listrik untuk golongan rumah tangga dengan ekonomi menengah ke atas atau nyaris mewah.

Menurutnya, kebijakan menaikkan tarif listrik ini berkontribusi menghemat kompensasi sebesar Rp3,1 triliun atau 4,7 persen dari total keseluruhan kompensasi yang pemerintah kucurkan kepada PT PLN (Persero).

Pemerintah memutuskan menaikkan tarif listrik karena empat indikator ekonomi makro mengalami peningkatan, terutama harga minyak mentah dunia yang tinggi, sehingga meningkatkan beban produksi listrik.

Sebelumnya, pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengusulkan penundaan kenaikan tarif listrik untuk golongan pelanggan bisnis dan industri karena bisa memicu inflasi tinggi.
 
"Inflasi akan meningkat jika pemerintah menaikkan secara serentak golongan pelanggan bisnis dan industri yang proporsinya mencapai sekitar 64 persen," ujarnya dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Jumat.
 
Sebelumnya, pemerintah dan parlemen telah menyatakan sepakat untuk menaikkan tarif listrik bagi golongan pelanggan di atas 3.000 volt ampere (VA) melalui skema penyesuaian tarif.
 
Namun, hingga kini kebijakan menaikkan tarif listrik bagi golongan pelanggan yang memiliki kemampuan ekonomi itu belum juga direalisasikan.
 
Fahmy menilai pemerintah masih menghitung dampak kenaikan tarif listrik terhadap kenaikan inflasi lantaran dikhawatirkan mengganggu momentum pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi.
 
Pemerintah semestinya juga harus menghitung dana kompensasi yang dibayarkan kepada PLN lantaran PLN menjual setrum dengan tarif di bawah harga keekonomian akibat tidak diberlakukan skema penyesuaian tarif.
 
"Kalau pemerintah memutuskan menaikkan tarif listrik bagi golongan pelanggan di atas 3.000 VA, sesungguhnya tidak akan memberikan kontribusi terhadap kenaikan inflasi secara signifikan karena proporsinya hanya sekitar 5 persen," terang Fahmy.
 
Lebih lanjut ia menyampaikan apabila pemerintah mempertimbangkan untuk mengendalikan inflasi, maka pemerintah sebenarnya bisa menaikkan tarif listrik golongan pelanggan di atas 3.000 VA dan menunda kenaikan tarif listrik golongan pelanggan bisnis dan industri.
 
"Saat kondisi bisnis dan industri sudah pulih kembali saat itulah pemerintah harus menaikkan tarif listrik. Pasalnya, pelanggan bisnis dan industri merupakan penerima kompensasi terbesar, sehingga dapat meringankan beban APBN untuk alokasi kompensasi listrik," pungkas Fahmy.
 
Sejak Januari 2017, pemerintah tidak memberlakukan skema penyesuaian tarif, sehingga pemerintah harus memberikan kompensasi sebesar selisih pendapatan seharusnya dengan pendapatan sebenarnya. Pada 2021, jumlah kompensasi tarif listrik tercatat sudah mencapai Rp24,6 triliun.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemerintah naikkan tarif listrik di atas 3.500 VA per 1 Juli 2022

Pewarta : Sugiharto Purnama
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024