Hanoi, Vietnam (ANTARA) - Ajang multi cabang olahraga 11 negara Asia Tenggara SEA Games Vietnam 2021 resmi ditutup pada upacara penutupan di Vietnam Asian Indoor Games Stadium, Hanoi, Senin, oleh Perdana Menteri Republik Sosialis Vietnam Pam Minh Chinh.
Ribuan penonton melalui layar LED menyaksikan api yang menyala sejak 12 Mei 2022 di kaldron Stadion Nasional My Dinh dipadamkan tepat pukul 20.55 WIB, menandai pesta olahraga tingkat regional itu telah berakhir.
Pada upacara penutupan itu, diserahkan bendera SEA Games bergambar 11 cincin oleh Ketua Komite Olimpiade Vietnam Nguyen Van Hung ke Ketua Komite Olimpiade Kamboja Khon Thong yang akan menjadi tuan rumah SEA Games 2023.
Selain itu juga diumumkan empat atlet terbaik yakni Nguyen Thi Qanh (Vietnam), Joshua Robert Atkinson (Thailand), Nguyen Huy Hoang (Vietnam) dan Jing Wen Quah (Singapura).
Vietnam sebagai penyelenggara bisa dikatakan sukses dalam menggelar event yang sudah dimulai sejak 1959 dengan nama SEAP Games.
Di tengah pandemi COVID-19 yang masih melanda Asia Tenggara, negara sosialis-komunis ini dapat membuktikan bahwa dengan solidaritas antarbangsa yang tercipta di tingkat regional membuat SEA Games dapat digelar kembali setelah ditunda selama satu tahun.
Warga setempat bahu membahu menyelenggarakan SEA Games untuk menjadi tuan rumah yang ramah demi meninggalkan kesan baik bagi para duta negara.
Keberhasilannya sebagai penyelenggara pun seakan sempurna setelah tim sepak bola Vietnam meraih medali emas dengan mengalahkan Thailand 1-0 di stadion kebanggaannya, My Dinh Stadium, Minggu (23/5), atau satu hari sebelum upacara penutupan.
“Kami berterima kasih sekali atas dukungan yang diberikan 11 negara peserta kepada Vietnam sehingga SEA Games dapat terlaksana dengan baik,” kata Perdana Menteri Republik Sosialis Vietnam Pam Minh Chinh.
SEA Games kali ini cukup mengejutkan. Setelah vakum selama tiga tahun ternyata negara-negara peserta tak sekadar jadi peserta tapi mau berdarah-darah untuk memperebutkan keping medali.
Rupanya, semangat berkompetisi yang sudah digaungkan sejak enam dekade lalu tetap terjaga seperti khasnya ajang multicabang olahraga.
Setiap negara beradu taktik dan strategi untuk mendapatkan tempat terbaik. Luapan kegembiraan dan derai air mata atlet karena meraih kemenangan atau kekalahan menjadi sajian yang tak terlupakan di pentas SEA Games.
Namun, di sisi lain, SEA Games masih tak bisa lepas dari sisi tradisionalnya, yakni memberikan ruang lebih luas kepada tuan rumah sebagai juaranya.
Kali ini pun demikian, Vietnam sebagai tuan rumah ditetapkan menjadi juara SEA Games edisi ke-31 ini dengan 205 emas, 125 perak, 116 perunggu. Disusul Thailand dengan 92 emas, 103 perak dan 136 perunggu.
Kemudian peringkat ketiga diraih Indonesia dengan 69 emas, 91 perak dan 81 perunggu.
Namun bagi Indonesia, SEA Games kali ini benar-benar berbeda.
Untuk kali pertama, negara berpenduduk 270 juta jiwa ini hanya mengirimkan 499 atlet yang terjun di 32 cabang olahraga dan 315 nomor pertandingan atau hanya separuh dari kekuatan di SEA Games Filipina 2019 yakni 841 atlet dari 52 cabang olahraga. Di Manila, Indonesia mengumpulkan 72 emas, 84 perak, serta 111 perunggu yang berakhir di urutan empat.
Walau memangkas jumlah atlet, hasil yang diraih Kontingen Indonesia cukup mengejutkan karena mampu melampaui target empat besar yang ditetapkan pemerintah.
Indonesia mampu bertengger di tempat terhormat, yakni peringkat tiga atau naik satu tingkat dibandingkan capaian di Manila, Filipina tahun 2019.
Sekretaris Jenderal Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Ferry J Kono yang sekaligus sebagai Chef de Mission (CdM) kontingen Indonesia pada SEA Games Vietnam 2021 mengatakan negara kali ini melakukan langkah berbeda dalam menentukan atlet yang akan dikirim ke SEA Games.
Tim review atlet terdiri dari Kemenpora, KONI, KOI, para pakar (akademisi) melakukan analisis menggunakan data terkini dan parameter/indokator lainnya dalam memberikan atlet tiket berlaga di SEA Games.
Walau sempat menimbulkan kontroversi di dalam negeri karena pengurus cabang olahraga merasa paling mengetahui urusan peta kekuatan, namun faktanya capaian Indonesia menjadi lebih baik kali ini.
“Tidak semua nomor diikutsertakan, hanya nomor-nomor yang berpotensi medali saja. Jika kita ikut semua maka sama artinya dengan memberikan kesempatan bagi negara lain untuk mendapatkan medali,” kata Fery.
Berdasarkan data dan analisis Tim Review, pada SEA Games kali ini hampir 90 persen mendekati kenyataan.
“Kita ada 19 medali yang meleset (tidak dapat emas) karena faktor tuan rumah. Tapi beruntungnya kita dapat 10 medali yang tak diduga seperti kick boxing yang dikira satu emas tapi dapat dua emas, panahan juga. Dan bola basket, karena menyangka Filipina masih superior,” kata dia.
Naik peringkat
Dari 32 cabang olahraga yang diikuti tersebut, tiga di antaranya menjadi juara umum yakni menembak, panahan, dan voli. Adapun satu cabang olahraga yang tidak berhasil menyumbang medali, yakni anggar.
Menembak menjadi cabang olahraga yang paling banyak menyumbang medali dengan delapan emas, enam perak, dan dua perunggu. Ini jauh melampaui target tiga emas yang dicanangkan negara sebelum berangkat ke Vietnam.
Cabang olahraga lain yang menjadi juara umum adalah panahan dengan torehan lima emas dan satu perak. Kemudian, disusul panahan yang berhasil mendulang empat emas atau berhasil dilampaui.
Sedangkan cabang olahraga ketiga yang menjadi juara umum adalah bola voli dengan dua emas, satu perak, dan satu perunggu. Ini menjadi kejutan, sebab awalnya PBVSI hanya mematok target dua emas dari nomor indoor dan pantai.
Ada yang tampil melebihi target, ada pula yang jeblok.
Selain anggar, di mana empat atletnya tak meraih medali, cabang olahraga atletik, renang, dan pencak silat juga tampil kedodoran menghadapi persaingan di Asia Tenggara.
Ferry J kono mengatakan perolehan medali Indonesia telah memenuhi harapan Presiden Joko Widodo, yaitu masuk tiga besar meski target 70-an emas meleset.
Pada Minggu pada 22 Mei 2022 menjadi pencapaian medali emas tertinggi selama SEA Games 2021, dengan 10 emas. Sebelumnya jumlah medali terbanyak Indonesia pada 18 Mei dengan sembilan medali.
Terlepas dari itu, SEA Games Vietnam memang berbeda bagi Indonesia, terdapat dua catatan penting di sini.
Pertama, keberhasilan tim bola basket putra meraih medali emas untuk kali pertamanya sejak berpartisipasi pada tahun 1977 dengan meruntuhkan kedigdayaan Filipina.
Filipina yang menjadi juara bola basket hingga penyelenggara 2019 diketahui hanya sempat melepas gelarnya itu kepada Malaysia pada 1979 dan 1989.
Kali ini raja bola keranjang Asia Tenggara itu harus mengakui keunggulan Indonesia yang sudah diperkuat sejumlah pemain naturalisasi.
Kedua, kegagalan tim pencak silat dengan hanya meraih satu medali emas, empat perak dan tiga perunggu.
Bisa dikatakan ini menjadi torehan terburuk sejak pertama kali dipertandingkan di SEA Games ke-14 tahun 1987 bagi cabang olahraga warisan leluhur.
Demikianlah SEA Games selalu ada sejarah yang tercetak di setiap penyelenggaraannya.
Khusus bagi 11 negara peserta, SEA Games Vietnam juga berbeda.
Dengan mengusung semangat “For a Stronger South East Asia”, negara Indonesia, Brunai Darusalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Timor Leste membuktikan bahwa kekuatan komunitas yang dibangun sejak puluhan tahun ini telah membawa kawasan ini kuat di dunia.
Kawasan Asia Tenggara sungguh unik, walau berbeda-beda etis, agama, budaya dan ideologi tak sekalipun negara-negaranya saling berseteru satu sama lain.
Kekuatan kawasan dibangun dengan semangat solidaritas yang tinggi dan enggan mencampuri urusan rumah tangga masing-masing.
Lantaran itu pula SEA Games tetap eksis hingga kini seperti semangat yang disuarakan pada upacara penutupan SEA Games Vietnam “Bersinar Bersama”.
Ribuan atlet, sukarelawan, pengisi acara yang tumpah ruah berpesta di arena Vietnam Asian Indoor Games Stadium di pengujung acara penutupan.
Mereka berjingkrak-jingkrak dan saling berpegangan tangan mengikuti hentakan musik yang dimainkan DJ, yang dipadukan permainan cahaya spektakuler untuk merayakan bahwa pesta olahraga ini telah usai.
Sampai Jumpa di Kamboja 2023.
Ribuan penonton melalui layar LED menyaksikan api yang menyala sejak 12 Mei 2022 di kaldron Stadion Nasional My Dinh dipadamkan tepat pukul 20.55 WIB, menandai pesta olahraga tingkat regional itu telah berakhir.
Pada upacara penutupan itu, diserahkan bendera SEA Games bergambar 11 cincin oleh Ketua Komite Olimpiade Vietnam Nguyen Van Hung ke Ketua Komite Olimpiade Kamboja Khon Thong yang akan menjadi tuan rumah SEA Games 2023.
Selain itu juga diumumkan empat atlet terbaik yakni Nguyen Thi Qanh (Vietnam), Joshua Robert Atkinson (Thailand), Nguyen Huy Hoang (Vietnam) dan Jing Wen Quah (Singapura).
Vietnam sebagai penyelenggara bisa dikatakan sukses dalam menggelar event yang sudah dimulai sejak 1959 dengan nama SEAP Games.
Di tengah pandemi COVID-19 yang masih melanda Asia Tenggara, negara sosialis-komunis ini dapat membuktikan bahwa dengan solidaritas antarbangsa yang tercipta di tingkat regional membuat SEA Games dapat digelar kembali setelah ditunda selama satu tahun.
Warga setempat bahu membahu menyelenggarakan SEA Games untuk menjadi tuan rumah yang ramah demi meninggalkan kesan baik bagi para duta negara.
Keberhasilannya sebagai penyelenggara pun seakan sempurna setelah tim sepak bola Vietnam meraih medali emas dengan mengalahkan Thailand 1-0 di stadion kebanggaannya, My Dinh Stadium, Minggu (23/5), atau satu hari sebelum upacara penutupan.
“Kami berterima kasih sekali atas dukungan yang diberikan 11 negara peserta kepada Vietnam sehingga SEA Games dapat terlaksana dengan baik,” kata Perdana Menteri Republik Sosialis Vietnam Pam Minh Chinh.
SEA Games kali ini cukup mengejutkan. Setelah vakum selama tiga tahun ternyata negara-negara peserta tak sekadar jadi peserta tapi mau berdarah-darah untuk memperebutkan keping medali.
Rupanya, semangat berkompetisi yang sudah digaungkan sejak enam dekade lalu tetap terjaga seperti khasnya ajang multicabang olahraga.
Setiap negara beradu taktik dan strategi untuk mendapatkan tempat terbaik. Luapan kegembiraan dan derai air mata atlet karena meraih kemenangan atau kekalahan menjadi sajian yang tak terlupakan di pentas SEA Games.
Namun, di sisi lain, SEA Games masih tak bisa lepas dari sisi tradisionalnya, yakni memberikan ruang lebih luas kepada tuan rumah sebagai juaranya.
Kali ini pun demikian, Vietnam sebagai tuan rumah ditetapkan menjadi juara SEA Games edisi ke-31 ini dengan 205 emas, 125 perak, 116 perunggu. Disusul Thailand dengan 92 emas, 103 perak dan 136 perunggu.
Kemudian peringkat ketiga diraih Indonesia dengan 69 emas, 91 perak dan 81 perunggu.
Namun bagi Indonesia, SEA Games kali ini benar-benar berbeda.
Untuk kali pertama, negara berpenduduk 270 juta jiwa ini hanya mengirimkan 499 atlet yang terjun di 32 cabang olahraga dan 315 nomor pertandingan atau hanya separuh dari kekuatan di SEA Games Filipina 2019 yakni 841 atlet dari 52 cabang olahraga. Di Manila, Indonesia mengumpulkan 72 emas, 84 perak, serta 111 perunggu yang berakhir di urutan empat.
Walau memangkas jumlah atlet, hasil yang diraih Kontingen Indonesia cukup mengejutkan karena mampu melampaui target empat besar yang ditetapkan pemerintah.
Indonesia mampu bertengger di tempat terhormat, yakni peringkat tiga atau naik satu tingkat dibandingkan capaian di Manila, Filipina tahun 2019.
Sekretaris Jenderal Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Ferry J Kono yang sekaligus sebagai Chef de Mission (CdM) kontingen Indonesia pada SEA Games Vietnam 2021 mengatakan negara kali ini melakukan langkah berbeda dalam menentukan atlet yang akan dikirim ke SEA Games.
Tim review atlet terdiri dari Kemenpora, KONI, KOI, para pakar (akademisi) melakukan analisis menggunakan data terkini dan parameter/indokator lainnya dalam memberikan atlet tiket berlaga di SEA Games.
Walau sempat menimbulkan kontroversi di dalam negeri karena pengurus cabang olahraga merasa paling mengetahui urusan peta kekuatan, namun faktanya capaian Indonesia menjadi lebih baik kali ini.
“Tidak semua nomor diikutsertakan, hanya nomor-nomor yang berpotensi medali saja. Jika kita ikut semua maka sama artinya dengan memberikan kesempatan bagi negara lain untuk mendapatkan medali,” kata Fery.
Berdasarkan data dan analisis Tim Review, pada SEA Games kali ini hampir 90 persen mendekati kenyataan.
“Kita ada 19 medali yang meleset (tidak dapat emas) karena faktor tuan rumah. Tapi beruntungnya kita dapat 10 medali yang tak diduga seperti kick boxing yang dikira satu emas tapi dapat dua emas, panahan juga. Dan bola basket, karena menyangka Filipina masih superior,” kata dia.
Naik peringkat
Dari 32 cabang olahraga yang diikuti tersebut, tiga di antaranya menjadi juara umum yakni menembak, panahan, dan voli. Adapun satu cabang olahraga yang tidak berhasil menyumbang medali, yakni anggar.
Menembak menjadi cabang olahraga yang paling banyak menyumbang medali dengan delapan emas, enam perak, dan dua perunggu. Ini jauh melampaui target tiga emas yang dicanangkan negara sebelum berangkat ke Vietnam.
Cabang olahraga lain yang menjadi juara umum adalah panahan dengan torehan lima emas dan satu perak. Kemudian, disusul panahan yang berhasil mendulang empat emas atau berhasil dilampaui.
Sedangkan cabang olahraga ketiga yang menjadi juara umum adalah bola voli dengan dua emas, satu perak, dan satu perunggu. Ini menjadi kejutan, sebab awalnya PBVSI hanya mematok target dua emas dari nomor indoor dan pantai.
Ada yang tampil melebihi target, ada pula yang jeblok.
Selain anggar, di mana empat atletnya tak meraih medali, cabang olahraga atletik, renang, dan pencak silat juga tampil kedodoran menghadapi persaingan di Asia Tenggara.
Ferry J kono mengatakan perolehan medali Indonesia telah memenuhi harapan Presiden Joko Widodo, yaitu masuk tiga besar meski target 70-an emas meleset.
Pada Minggu pada 22 Mei 2022 menjadi pencapaian medali emas tertinggi selama SEA Games 2021, dengan 10 emas. Sebelumnya jumlah medali terbanyak Indonesia pada 18 Mei dengan sembilan medali.
Terlepas dari itu, SEA Games Vietnam memang berbeda bagi Indonesia, terdapat dua catatan penting di sini.
Pertama, keberhasilan tim bola basket putra meraih medali emas untuk kali pertamanya sejak berpartisipasi pada tahun 1977 dengan meruntuhkan kedigdayaan Filipina.
Filipina yang menjadi juara bola basket hingga penyelenggara 2019 diketahui hanya sempat melepas gelarnya itu kepada Malaysia pada 1979 dan 1989.
Kali ini raja bola keranjang Asia Tenggara itu harus mengakui keunggulan Indonesia yang sudah diperkuat sejumlah pemain naturalisasi.
Kedua, kegagalan tim pencak silat dengan hanya meraih satu medali emas, empat perak dan tiga perunggu.
Bisa dikatakan ini menjadi torehan terburuk sejak pertama kali dipertandingkan di SEA Games ke-14 tahun 1987 bagi cabang olahraga warisan leluhur.
Demikianlah SEA Games selalu ada sejarah yang tercetak di setiap penyelenggaraannya.
Khusus bagi 11 negara peserta, SEA Games Vietnam juga berbeda.
Dengan mengusung semangat “For a Stronger South East Asia”, negara Indonesia, Brunai Darusalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Timor Leste membuktikan bahwa kekuatan komunitas yang dibangun sejak puluhan tahun ini telah membawa kawasan ini kuat di dunia.
Kawasan Asia Tenggara sungguh unik, walau berbeda-beda etis, agama, budaya dan ideologi tak sekalipun negara-negaranya saling berseteru satu sama lain.
Kekuatan kawasan dibangun dengan semangat solidaritas yang tinggi dan enggan mencampuri urusan rumah tangga masing-masing.
Lantaran itu pula SEA Games tetap eksis hingga kini seperti semangat yang disuarakan pada upacara penutupan SEA Games Vietnam “Bersinar Bersama”.
Ribuan atlet, sukarelawan, pengisi acara yang tumpah ruah berpesta di arena Vietnam Asian Indoor Games Stadium di pengujung acara penutupan.
Mereka berjingkrak-jingkrak dan saling berpegangan tangan mengikuti hentakan musik yang dimainkan DJ, yang dipadukan permainan cahaya spektakuler untuk merayakan bahwa pesta olahraga ini telah usai.
Sampai Jumpa di Kamboja 2023.