Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasition menyebut lonjakan konsumsi Pertalite yang terjadi sebesar 10 sampai 15 persen hanya bersifat sementara.
"Kami yakin lonjakan ini hanya temporary saja hanya 10 sampai 15 persen, kemudian kami yakin akan kembali normal," ujarnya dalam tayangan Energy Corner CNBC yang dikutip di Jakarta, Senin.
Alfian menjelaskan bahwa keputusan menaikkan harga Pertamax telah menciptakan pergeseran konsumsi 10 sampai 15 persen dari Pertamax ke Pertalite. Ia menduga peralihan konsumsi itu terjadi karena masyarakat terkejut mengetahui harga Pertamax naik.
Menurut Alfian, masyarakat Indonesia saat ini telah sadar mutu di mana produk Pertamax memiliki kualitas yang lebih baik dengan emisi karbon yang lebih rendah, sehingga lonjakan konsumsi dan kelangkaan Pertalite diprediksi tidak akan berlangsung lama.
Saat ini, Pertamina memiliki berbagai program khusus agar konsumen Pertamax tidak beralih ke Pertalite melalui program-program hadiah maupun promo-promo lainnya.
Tak hanya itu, perseroan juga terus mengedukasi masyarakat untuk memilih BBM berkualitas tinggi dan ramah lingkungan.
"Kami harapkan pergeseran konsumen Pertamax ke Pertalite ini tidak berlangsung lama dan tidak besar jumlahnya," ucap Alfian.
Pada 1 April 2022 lalu, Pertamina telah menaikkan harga Pertamax dari sebelumnya kisaran Rp9.000 sampai Rp9.400 per liter menjadi Rp12.500 sampai Rp13.000 per liter sebagai langkah penyesuaian atas tingginya harga minyak mentah dunia.
Keputusan menaikkan harga Pertamax itu lantas membuat permintaan bahan bakar minyak jenis Pertalite yang dijual Rp7.650 per liter melonjak di beberapa daerah dan memicu kelangkaan stok di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum.
Berdasarkan analisa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mahalnya harga minyak dunia dan memasuki bulan Ramadhan yang diikuti dengan kondisi ekonomi yang berangsur pulih dapat mendorong peningkatan konsumsi BBM.
Pemerintah bersama Pertamina memastikan agar pasokan BBM tersedia terkhusus BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat termasuk Pertalite.
"Kami yakin lonjakan ini hanya temporary saja hanya 10 sampai 15 persen, kemudian kami yakin akan kembali normal," ujarnya dalam tayangan Energy Corner CNBC yang dikutip di Jakarta, Senin.
Alfian menjelaskan bahwa keputusan menaikkan harga Pertamax telah menciptakan pergeseran konsumsi 10 sampai 15 persen dari Pertamax ke Pertalite. Ia menduga peralihan konsumsi itu terjadi karena masyarakat terkejut mengetahui harga Pertamax naik.
Menurut Alfian, masyarakat Indonesia saat ini telah sadar mutu di mana produk Pertamax memiliki kualitas yang lebih baik dengan emisi karbon yang lebih rendah, sehingga lonjakan konsumsi dan kelangkaan Pertalite diprediksi tidak akan berlangsung lama.
Saat ini, Pertamina memiliki berbagai program khusus agar konsumen Pertamax tidak beralih ke Pertalite melalui program-program hadiah maupun promo-promo lainnya.
Tak hanya itu, perseroan juga terus mengedukasi masyarakat untuk memilih BBM berkualitas tinggi dan ramah lingkungan.
"Kami harapkan pergeseran konsumen Pertamax ke Pertalite ini tidak berlangsung lama dan tidak besar jumlahnya," ucap Alfian.
Pada 1 April 2022 lalu, Pertamina telah menaikkan harga Pertamax dari sebelumnya kisaran Rp9.000 sampai Rp9.400 per liter menjadi Rp12.500 sampai Rp13.000 per liter sebagai langkah penyesuaian atas tingginya harga minyak mentah dunia.
Keputusan menaikkan harga Pertamax itu lantas membuat permintaan bahan bakar minyak jenis Pertalite yang dijual Rp7.650 per liter melonjak di beberapa daerah dan memicu kelangkaan stok di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum.
Berdasarkan analisa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mahalnya harga minyak dunia dan memasuki bulan Ramadhan yang diikuti dengan kondisi ekonomi yang berangsur pulih dapat mendorong peningkatan konsumsi BBM.
Pemerintah bersama Pertamina memastikan agar pasokan BBM tersedia terkhusus BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat termasuk Pertalite.