Tokyo (ANTARA) - Dua terpidana mati di Jepang menggugat negara itu karena para tahanan diberi tahu hanya beberapa jam sebelum hukuman mati dilaksanakan.
Dua orang tahanan terpidana mati menuntut perubahan dan mencari kompensasi atas dampak praktik "tidak manusiawi" itu, menurut berita media lokal.
Hukuman mati di Jepang dilakukan dengan cara digantung, dan praktik tidak memberi tahu narapidana tentang waktu pelaksanaannya sampai sesaat sebelum eksekusi telah lama dikecam oleh organisasi-organisasi internasional untuk hak asasi manusia.
Hal itu dinilai tidak manusiawi karena tekanan yang diberikan pada para tahanan terpidana mati, yang setiap hari bisa menghadapi hari terakhir mereka.
Pada Kamis (4/11), dalam langkah yang diyakini sebagai yang pertama, dua tahanan yang dijatuhi hukuman mati mengajukan gugatan di pengadilan distrik di kota barat Osaka dengan mengatakan praktik (pemberitahuan singkat) itu ilegal karena tidak memberikan waktu kepada tahanan untuk mengajukan keberatan.
Kedua tahanan terpidana mati itu pun menuntut praktik tersebut harus diubah dan meminta kompensasi 22 juta yen (sekitar Rp2,78 miliar), menurut berita media lokal pada Jumat.
"Terpidana mati hidup dalam ketakutan setiap pagi bahwa hari itu akan menjadi hari terakhir mereka," kata seorang pengacara penggugat seperti dikutip oleh kantor berita Kyodo. "Ini sangat tidak manusiawi," ujar pengacara itu.
Kyodo melaporkan bahwa pengacara penggugat mengatakan tidak ada undang-undang yang mewajibkan tahanan diberitahu tentang eksekusi mereka hanya pada hari pelaksanaannya. Pengacara juga mengatakan bahwa praktik tersebut bertentangan dengan hukum pidana Jepang.
Para pengacara yang bertanggung jawab atas kasus gugatan itu belum dapat dimintai komentar ketika dihubungi oleh Reuters.
Seorang juru bicara di Kementerian Kehakiman Jepang menolak mengomentari tentang kasus tersebut atau tentang cara hukuman mati dilakukan.
Hukuman mati di Jepang biasanya dijatuhkan sehubungan dengan kasus pembunuhan, dan hukuman mati mendapat dukungan yang sangat tinggi di kalangan masyarakat umum negara itu.
Tidak ada eksekusi yang dilakukan di Jepang pada 2020, yang merupakan tahun pertama tanpa eksekusi sejak 2011, dan belum ada hukuman mati yang dilaksanakan pada 2021.
Saat ini ada sekitar 110 orang yang dijatuhi hukuman mati di Jepang, berdasarkan berita media lokal.
Namun, Kementerian Kehakiman Jepang belum dapat dimintai komentar untuk mengonfirmasi angka tersebut.
Sumber: Reuters
Dua orang tahanan terpidana mati menuntut perubahan dan mencari kompensasi atas dampak praktik "tidak manusiawi" itu, menurut berita media lokal.
Hukuman mati di Jepang dilakukan dengan cara digantung, dan praktik tidak memberi tahu narapidana tentang waktu pelaksanaannya sampai sesaat sebelum eksekusi telah lama dikecam oleh organisasi-organisasi internasional untuk hak asasi manusia.
Hal itu dinilai tidak manusiawi karena tekanan yang diberikan pada para tahanan terpidana mati, yang setiap hari bisa menghadapi hari terakhir mereka.
Pada Kamis (4/11), dalam langkah yang diyakini sebagai yang pertama, dua tahanan yang dijatuhi hukuman mati mengajukan gugatan di pengadilan distrik di kota barat Osaka dengan mengatakan praktik (pemberitahuan singkat) itu ilegal karena tidak memberikan waktu kepada tahanan untuk mengajukan keberatan.
Kedua tahanan terpidana mati itu pun menuntut praktik tersebut harus diubah dan meminta kompensasi 22 juta yen (sekitar Rp2,78 miliar), menurut berita media lokal pada Jumat.
"Terpidana mati hidup dalam ketakutan setiap pagi bahwa hari itu akan menjadi hari terakhir mereka," kata seorang pengacara penggugat seperti dikutip oleh kantor berita Kyodo. "Ini sangat tidak manusiawi," ujar pengacara itu.
Kyodo melaporkan bahwa pengacara penggugat mengatakan tidak ada undang-undang yang mewajibkan tahanan diberitahu tentang eksekusi mereka hanya pada hari pelaksanaannya. Pengacara juga mengatakan bahwa praktik tersebut bertentangan dengan hukum pidana Jepang.
Para pengacara yang bertanggung jawab atas kasus gugatan itu belum dapat dimintai komentar ketika dihubungi oleh Reuters.
Seorang juru bicara di Kementerian Kehakiman Jepang menolak mengomentari tentang kasus tersebut atau tentang cara hukuman mati dilakukan.
Hukuman mati di Jepang biasanya dijatuhkan sehubungan dengan kasus pembunuhan, dan hukuman mati mendapat dukungan yang sangat tinggi di kalangan masyarakat umum negara itu.
Tidak ada eksekusi yang dilakukan di Jepang pada 2020, yang merupakan tahun pertama tanpa eksekusi sejak 2011, dan belum ada hukuman mati yang dilaksanakan pada 2021.
Saat ini ada sekitar 110 orang yang dijatuhi hukuman mati di Jepang, berdasarkan berita media lokal.
Namun, Kementerian Kehakiman Jepang belum dapat dimintai komentar untuk mengonfirmasi angka tersebut.
Sumber: Reuters