Jakarta (ANTARA) - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencatat pertumbuhan laba 73,9 persen pada kuartal III 2021 menjadi Rp7,7 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp4,3 triliun.
"Pertumbuhan laba ini utamanya berasal dari pertumbuhan fee based income dan net interest income masing-masing sebesar 16,8 persen dan 17,6 persen secara year on year," kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar saat paparan publik secara virtual di Jakarta, Senin.
Royke menyampaikan, pencapaian tersebut juga merupakan hasil dari transformasi digital BNI yang salah satunya ditujukan untuk penguatan kapabilitas dalam transactional banking.
BNI mencatat kinerja penghimpunan dana murah yang sehat dan merupakan salah satu faktor pendukung kredit yang solid. Komposisi himpunan dana murah atau CASA mencapai 69,7 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
CASA tumbuh 8 persen (yoy) dari Rp431,3 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp465,7 triliun pada kuartal III 2021. CASA mendominasi DPK yang juga tumbuh 1,4 persen (yoy) dari Rp659,52 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp668,55 triliun pada kuartal III 2021.
"Pertumbuhan CASA tersebut berdampak pada penghematan beban bunga sebesar 10 basis poin dari kuartal sebelumnya," ujar Royke.
Sementara itu, Pendapatan Operasional sebelum Pencadangan (PPOP) perseroan tumbuh 21 persen (yoy) yang tercapai dengan adanya struktur pendanaan berbiaya murah yang kuat, di mana berkontribusi dalam pemulihan marjin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) sebesar 50 basis poin (yoy).
Pendapatan Bunga Bersih (NII) meningkat 17,6 persen (yoy) dari Rp24,39 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp28,7 triliun pada kuartal III 2021. Pertumbuhan NII tersebut merupakan efek pendistribusian kredit BNI yang masih tumbuh 3,7 persen (yoy) , yaitu dari Rp550,07 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp570,64 triliun pada kuartal III 2021.
Perseroan juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan non bunga yang kuat sebesar 14,2 persen (yoy) dari Rp8,94 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp10,21 triliun pada kuartal III 2021. Pertumbuhan pendapatan non bunga itu bersumber dari peningkatan kinerja sumber pendapatan jasa atau Fee Based Income (FBI) penting perseroan, seperti pemeliharaan kartu debit dan rekening yang tumbuh 5,8 persen (yoy) dari Rp1,81 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp1,92 triliun pada kuartal III 2021.
Kemudian ada pendapatan layanan ATM dan e-channel yang tumbuh 12,4 persen (yoy) dari Rp1,01 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp 1,14 triliun pada kuartal III 2021. Demikian juga FBI dari layanan trade finance yang meningkat 19,8 persen (yoy) dari Rp901 miliar pada kuartal III 2020, menjadi Rp1,08 triliun pada kuartal III 2021, serta pendapatan komisi dari marketable securities yang tumbuh 54,4 persen (yoy) dari Rp1,04 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp1,59 triliun pada kuartal III 2021.
"Pertumbuhan laba ini utamanya berasal dari pertumbuhan fee based income dan net interest income masing-masing sebesar 16,8 persen dan 17,6 persen secara year on year," kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar saat paparan publik secara virtual di Jakarta, Senin.
Royke menyampaikan, pencapaian tersebut juga merupakan hasil dari transformasi digital BNI yang salah satunya ditujukan untuk penguatan kapabilitas dalam transactional banking.
BNI mencatat kinerja penghimpunan dana murah yang sehat dan merupakan salah satu faktor pendukung kredit yang solid. Komposisi himpunan dana murah atau CASA mencapai 69,7 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
CASA tumbuh 8 persen (yoy) dari Rp431,3 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp465,7 triliun pada kuartal III 2021. CASA mendominasi DPK yang juga tumbuh 1,4 persen (yoy) dari Rp659,52 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp668,55 triliun pada kuartal III 2021.
"Pertumbuhan CASA tersebut berdampak pada penghematan beban bunga sebesar 10 basis poin dari kuartal sebelumnya," ujar Royke.
Sementara itu, Pendapatan Operasional sebelum Pencadangan (PPOP) perseroan tumbuh 21 persen (yoy) yang tercapai dengan adanya struktur pendanaan berbiaya murah yang kuat, di mana berkontribusi dalam pemulihan marjin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM) sebesar 50 basis poin (yoy).
Pendapatan Bunga Bersih (NII) meningkat 17,6 persen (yoy) dari Rp24,39 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp28,7 triliun pada kuartal III 2021. Pertumbuhan NII tersebut merupakan efek pendistribusian kredit BNI yang masih tumbuh 3,7 persen (yoy) , yaitu dari Rp550,07 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp570,64 triliun pada kuartal III 2021.
Perseroan juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan non bunga yang kuat sebesar 14,2 persen (yoy) dari Rp8,94 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp10,21 triliun pada kuartal III 2021. Pertumbuhan pendapatan non bunga itu bersumber dari peningkatan kinerja sumber pendapatan jasa atau Fee Based Income (FBI) penting perseroan, seperti pemeliharaan kartu debit dan rekening yang tumbuh 5,8 persen (yoy) dari Rp1,81 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp1,92 triliun pada kuartal III 2021.
Kemudian ada pendapatan layanan ATM dan e-channel yang tumbuh 12,4 persen (yoy) dari Rp1,01 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp 1,14 triliun pada kuartal III 2021. Demikian juga FBI dari layanan trade finance yang meningkat 19,8 persen (yoy) dari Rp901 miliar pada kuartal III 2020, menjadi Rp1,08 triliun pada kuartal III 2021, serta pendapatan komisi dari marketable securities yang tumbuh 54,4 persen (yoy) dari Rp1,04 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp1,59 triliun pada kuartal III 2021.