Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan pendidikan seks adalah kunci dari penegakan hak otonomi tubuh bagi perempuan, di mana seseorang punya kuasa menentukan apa yang terjadi dengan tubuhnya tanpa ada risiko kekerasan dan paksaan.
"Padahal tidak ada manfaatnya dan merugikan, kalau pada lelaki manfaatnya jelas," kata Hasto dalam diskusi daring "Otonomi Tubuh: Tubuhku adalah Milikku", Kamis.
Hasto menyebutkan kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan, khususnya perempuan, membuat hak otonomi tubuh kaum hawa dilanggar. Dia mencontohkan praktik sunat perempuan yang dilakukan sebagian orang karena minimnya pengetahuan.
Menurut Hasto, jika masyarakat sejak dini diajari tentang tubuh masing-masing, mereka bisa punya pengetahuan mengenai apa yang terbaik untuk diri mereka sendiri. Termasuk praktik pernikahan pada anak yang sistem reproduksinya belum sempurna justru akan merugikan kesehatan, seperti risiko kanker serviks.
Sayangnya, pendidikan seks masih sering diterjemahkan hanya melulu soal hubungan seksual dan kerap masih jadi perbincangan tabu.
Dia menyatakan setiap orang memiliki hak atas otonomi tubuh dan juga berhak untuk membuat pilihan terkait dengan dirinya. Sayangnya, perempuan-perempuan di negara berkembang masih banyak yang belum bisa menggunakan hak tersebut. Tidak semua perempuan tahu dan mengerti bahwa dia berhak memilih urusan kontrasepsi, menikah hingga urusan mengandung.
"Otonomi tubuh sebagai suatu hak universal tentu ini menjadi bagian yang perlu diperhatikan," katanya.
Bila hak dan masalah terkait gender telah diatasi, akan tercipta dukungan besar terhadap perwujudan kualitas kesehatan perempuan serta anak perempuan. Jika perempuan berhak untuk menentukan kapan dirinya akan menikah, perkawinan di bawah umur bisa dihindari sehingga masalah-masalah seperti kematian ibu dan bayi akibat kondisi fisik yang belum matang untuk menikah dan melahirkan bisa ditekan, tambah Hasto.
Dia menyayangkan, dibandingkan kondisi rata-rata negara di kawasan Asia Pasifik, tingkat kematian ibu dan bayi Indonesia masih tinggi.
"Kita masih tetap harus berjuang untuk itu, derajat kesehatan bangsa tentu sangat erat sekali hubungannya kematian ibu dan bayi serta kekerasan pada perempuan. Ini satu hal yang sangat penting untuk kita perhatikan bersama."
"Padahal tidak ada manfaatnya dan merugikan, kalau pada lelaki manfaatnya jelas," kata Hasto dalam diskusi daring "Otonomi Tubuh: Tubuhku adalah Milikku", Kamis.
Hasto menyebutkan kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan, khususnya perempuan, membuat hak otonomi tubuh kaum hawa dilanggar. Dia mencontohkan praktik sunat perempuan yang dilakukan sebagian orang karena minimnya pengetahuan.
Menurut Hasto, jika masyarakat sejak dini diajari tentang tubuh masing-masing, mereka bisa punya pengetahuan mengenai apa yang terbaik untuk diri mereka sendiri. Termasuk praktik pernikahan pada anak yang sistem reproduksinya belum sempurna justru akan merugikan kesehatan, seperti risiko kanker serviks.
Sayangnya, pendidikan seks masih sering diterjemahkan hanya melulu soal hubungan seksual dan kerap masih jadi perbincangan tabu.
Dia menyatakan setiap orang memiliki hak atas otonomi tubuh dan juga berhak untuk membuat pilihan terkait dengan dirinya. Sayangnya, perempuan-perempuan di negara berkembang masih banyak yang belum bisa menggunakan hak tersebut. Tidak semua perempuan tahu dan mengerti bahwa dia berhak memilih urusan kontrasepsi, menikah hingga urusan mengandung.
"Otonomi tubuh sebagai suatu hak universal tentu ini menjadi bagian yang perlu diperhatikan," katanya.
Bila hak dan masalah terkait gender telah diatasi, akan tercipta dukungan besar terhadap perwujudan kualitas kesehatan perempuan serta anak perempuan. Jika perempuan berhak untuk menentukan kapan dirinya akan menikah, perkawinan di bawah umur bisa dihindari sehingga masalah-masalah seperti kematian ibu dan bayi akibat kondisi fisik yang belum matang untuk menikah dan melahirkan bisa ditekan, tambah Hasto.
Dia menyayangkan, dibandingkan kondisi rata-rata negara di kawasan Asia Pasifik, tingkat kematian ibu dan bayi Indonesia masih tinggi.
"Kita masih tetap harus berjuang untuk itu, derajat kesehatan bangsa tentu sangat erat sekali hubungannya kematian ibu dan bayi serta kekerasan pada perempuan. Ini satu hal yang sangat penting untuk kita perhatikan bersama."