Jakarta (ANTARA) - Ibu-ibu yang tengah memiliki bayi namun terpapar COVID-19 masih bisa menyusui anaknya asalkan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan tanpa gejala berat.
Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Pusat, Nia Umar, S.Sos, MKM, IBCLC, mengatakan sebaiknya ibu dan bayi tidak langsung dipisahkan ketika sang ibu positif COVID-19. Dengan catatan, sang ibu tersebut tidak memiliki gejala yang berat dan bisa melakukan isolasi mandiri.
"Akan lebih berisiko jika dititip kepada orang lain, apalagi misalnya yang dititipin orangtua yang rentan risiko COVID-19. Boleh sama ibunya tapi ibunya harus selalu pakai masker dan jalankan protokol kesehatan yang ketat," ujar Nia dalam Instagram Live Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) pada Minggu.
Nia mengatakan seorang ibu harus paham betul dengan kondisi tubuhnya, jika sudah merasa kepayahan sebaiknya meminta orang terdekat yang tidak terinfeksi untuk menjaga sang bayi.
ASI bisa diberikan secara langsung pada waktu bayi membutuhkannya. Jika tidak bisa menyusui secara langsung, maka ibu dapat memerah ASI untuk diberikan kepada bayinya.
"Biar enggak lupa puting, tetap disusuin dan enggak dipisahkan. Semua protokol kesehatan dijalanin, selesai disusuin titipkan kalau bisa dititip," kata Nia.
"Kalau kondisinya COVID-19 berat, terpaksa kasih ASI perah, ingatkan pada yang dititipin untuk pakai sendok atau pipet. Kalau masih bisa menyusui langsung masker harus dobel, cuci tangan sebelum menyusui, bersihkan area-area sekitar menyusui, protokol kesehatan harus ketat," lanjutnya.
Sementara itu, tidak sedikit ibu yang khawatir jika ASI-nya terkontaminasi dengan virus corona. Maka para ibu yang positif COVID-19 memilih untuk berhenti menyusui.
Ahli gizi Dr. dr Tan Shot Yen, M.Hum mengatakan saat seorang ibu terpapar COVID-19, maka antibodi pun terbentuk dalam tubuhnya. Antibodi tersebut akhirnya ikut mengalir bersama ASI.
"Begitu seorang ibu terpapar maka ada antibodi di dalam susunya. Bayi-bayi yang dipisahkan dari ibunya malah akhirnya membuat dua-duanya down. Kalau ibunya udah positif bayinya belum, saya mengusulkan setiap ibunya mau menyusui harus kudu pakai masker, cuci tangan baru menyusui," kata dr. Tan.
Akan tetapi, pada kasus tertentu yang membuat sang ibu tidak bisa memberikan ASI baik secara langsung atau diperah, dr. Tan memberi pengecualian untuk pemberian susu formula. Namun dengan catatan jika ibunya sudah negatif, harus kembali diberi ASI.
"Kita realistis saja, kalau ibunya dirawat di rumah sakit supaya bisa dapat oksigen dan perhatian khusus, tentu anak harus dititipkan pada orang yang dipercaya. Kita tidak boleh melaparkan bayinya, kita harus realistis," ujar dr. Tan.
"Pada kondisi seperti tidak ada pilihan lain, bisa diberikan susu formula dengan catatan, ingatkan pengasuhnya untuk tidak memberikan pakai dot, supaya nanti kalau ketemu ibunya lagi bisa nenen lagi," kata Nia menambahkan.
Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Pusat, Nia Umar, S.Sos, MKM, IBCLC, mengatakan sebaiknya ibu dan bayi tidak langsung dipisahkan ketika sang ibu positif COVID-19. Dengan catatan, sang ibu tersebut tidak memiliki gejala yang berat dan bisa melakukan isolasi mandiri.
"Akan lebih berisiko jika dititip kepada orang lain, apalagi misalnya yang dititipin orangtua yang rentan risiko COVID-19. Boleh sama ibunya tapi ibunya harus selalu pakai masker dan jalankan protokol kesehatan yang ketat," ujar Nia dalam Instagram Live Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) pada Minggu.
Nia mengatakan seorang ibu harus paham betul dengan kondisi tubuhnya, jika sudah merasa kepayahan sebaiknya meminta orang terdekat yang tidak terinfeksi untuk menjaga sang bayi.
ASI bisa diberikan secara langsung pada waktu bayi membutuhkannya. Jika tidak bisa menyusui secara langsung, maka ibu dapat memerah ASI untuk diberikan kepada bayinya.
"Biar enggak lupa puting, tetap disusuin dan enggak dipisahkan. Semua protokol kesehatan dijalanin, selesai disusuin titipkan kalau bisa dititip," kata Nia.
"Kalau kondisinya COVID-19 berat, terpaksa kasih ASI perah, ingatkan pada yang dititipin untuk pakai sendok atau pipet. Kalau masih bisa menyusui langsung masker harus dobel, cuci tangan sebelum menyusui, bersihkan area-area sekitar menyusui, protokol kesehatan harus ketat," lanjutnya.
Sementara itu, tidak sedikit ibu yang khawatir jika ASI-nya terkontaminasi dengan virus corona. Maka para ibu yang positif COVID-19 memilih untuk berhenti menyusui.
Ahli gizi Dr. dr Tan Shot Yen, M.Hum mengatakan saat seorang ibu terpapar COVID-19, maka antibodi pun terbentuk dalam tubuhnya. Antibodi tersebut akhirnya ikut mengalir bersama ASI.
"Begitu seorang ibu terpapar maka ada antibodi di dalam susunya. Bayi-bayi yang dipisahkan dari ibunya malah akhirnya membuat dua-duanya down. Kalau ibunya udah positif bayinya belum, saya mengusulkan setiap ibunya mau menyusui harus kudu pakai masker, cuci tangan baru menyusui," kata dr. Tan.
Akan tetapi, pada kasus tertentu yang membuat sang ibu tidak bisa memberikan ASI baik secara langsung atau diperah, dr. Tan memberi pengecualian untuk pemberian susu formula. Namun dengan catatan jika ibunya sudah negatif, harus kembali diberi ASI.
"Kita realistis saja, kalau ibunya dirawat di rumah sakit supaya bisa dapat oksigen dan perhatian khusus, tentu anak harus dititipkan pada orang yang dipercaya. Kita tidak boleh melaparkan bayinya, kita harus realistis," ujar dr. Tan.
"Pada kondisi seperti tidak ada pilihan lain, bisa diberikan susu formula dengan catatan, ingatkan pengasuhnya untuk tidak memberikan pakai dot, supaya nanti kalau ketemu ibunya lagi bisa nenen lagi," kata Nia menambahkan.