Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan masih ada 68 nelayan Indonesia yang menjalani proses hukum di luar negeri karena pelanggaran melintas batas negara.
Direktur Penanganan Pelanggaran KKP Teuku Elvitrasyah dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, menyampaikan pelanggaran melintas batas yang dilakukan oleh nelayan Indonesia masih cukup tinggi.
"Masih ada nelayan kita yang menjalani proses hukum di Malaysia, India, Thailand dan Papua Nugini, sekitar 68 orang," ujarnya.
Teuku juga mengungkapkan dalam jangka waktu tiga tahun terakhir sebanyak 140 nelayan Indonesia ditangkap di berbagai negara.
Oleh sebab itu pihaknya saat ini terus mendorong pendekatan pemberian pemahaman dan penyadartahuan kepada nelayan.
Salah satu pendekatan yang dilakukan baru-baru ini termasuk sosialisasi tentang larangan melintas batas kepada nelayan yang digelar di Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh.
"Ini upaya kami membina nelayan Indonesia agar tidak ditangkap oleh aparat negara lain karena melakukan pelanggaran lintas batas," ujar Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Antam Novambar.
Antam menuturkan banyaknya nelayan Indonesia ditangkap di luar negeri terjadi karena masih banyak nelayan tradisional Indonesia yang belum memahami dan mengetahui dengan jelas batas wilayah laut dengan negara lain.
Hal tersebut, lanjutnya, disebabkan sejumlah faktor antara lain tidak dilengkapi dengan alat navigasi dan komunikasi yang memadai dan tidak memiliki peta laut.
"Ini perlu diberikan pemahaman, baik dari sisi aturan maupun pemahaman teknis terkait dengan batas wilayah agar mereka tidak melanggar," kata Antam.
Kegiatan pemberian pemahaman larangan melintas batas yang dilaksanakan di Idi Rayeuk tersebut menyasar nelayan-nelayan tradisional yang selama beberapa tahun terakhir ini banyak ditangkap oleh aparat negara lain.
Dalam kegiatan yang dilaksanakan pada 22 Juni 2021 tersebut, KKP juga melibatkan Kementerian Luar Negeri, pemerintah daerah, aparat penegak hukum terkait dan Pemimpin Adat/Panglima Laot yang ada di Idi Rayeuk.
Direktur Penanganan Pelanggaran KKP Teuku Elvitrasyah dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, menyampaikan pelanggaran melintas batas yang dilakukan oleh nelayan Indonesia masih cukup tinggi.
"Masih ada nelayan kita yang menjalani proses hukum di Malaysia, India, Thailand dan Papua Nugini, sekitar 68 orang," ujarnya.
Teuku juga mengungkapkan dalam jangka waktu tiga tahun terakhir sebanyak 140 nelayan Indonesia ditangkap di berbagai negara.
Oleh sebab itu pihaknya saat ini terus mendorong pendekatan pemberian pemahaman dan penyadartahuan kepada nelayan.
Salah satu pendekatan yang dilakukan baru-baru ini termasuk sosialisasi tentang larangan melintas batas kepada nelayan yang digelar di Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh.
"Ini upaya kami membina nelayan Indonesia agar tidak ditangkap oleh aparat negara lain karena melakukan pelanggaran lintas batas," ujar Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Antam Novambar.
Antam menuturkan banyaknya nelayan Indonesia ditangkap di luar negeri terjadi karena masih banyak nelayan tradisional Indonesia yang belum memahami dan mengetahui dengan jelas batas wilayah laut dengan negara lain.
Hal tersebut, lanjutnya, disebabkan sejumlah faktor antara lain tidak dilengkapi dengan alat navigasi dan komunikasi yang memadai dan tidak memiliki peta laut.
"Ini perlu diberikan pemahaman, baik dari sisi aturan maupun pemahaman teknis terkait dengan batas wilayah agar mereka tidak melanggar," kata Antam.
Kegiatan pemberian pemahaman larangan melintas batas yang dilaksanakan di Idi Rayeuk tersebut menyasar nelayan-nelayan tradisional yang selama beberapa tahun terakhir ini banyak ditangkap oleh aparat negara lain.
Dalam kegiatan yang dilaksanakan pada 22 Juni 2021 tersebut, KKP juga melibatkan Kementerian Luar Negeri, pemerintah daerah, aparat penegak hukum terkait dan Pemimpin Adat/Panglima Laot yang ada di Idi Rayeuk.