Padang (ANTARA) - Dokter Spesialis Bedah Onkologi Semen Padang Hospital dr. Rony Rustam, Sp.B (K)Onk mengemukakan kanker payudara kerap terlambat disadari oleh penderitanya, sehingga perempuan harus lebih waspada dan melakukan deteksi dini.
"Sebaiknya setiap wanita memeriksakan diri agar terhindar dari risiko terkena kanker tersebut, idealnya setiap 7-10 hari sesudah hari pertama haid lakukan pemeriksaan mandiri pada payudaranya," kata dia di Padang, Jumat.
Menurut dia jika ditemukan ada benjolan, atau nyeri yang tidak lazim, maka harus diperiksakan ke dokter.
"Jangan malu dan takut karena akan mengancam nyawa jika sudah terlambat," katanya.
Ia menyampaikan saat ini kasus kanker payudara masih cukup tinggi di Indonesia.
Berdasarkan laporan WHO melalui Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (The International Agency for Research on Cancer/IARC) yang terbit Desember 2020, jumlah penderita baru di Indonesia mencapai hampir 400.000 kasus selama 2020 dan 54 persen kasus terjadi pada perempuan.
Ia menjelaskan kanker disebabkan adanya perubahan sel satuan terkecil dari tubuh manusia, namun perubahan sel tersebut sifatnya tidak mengikuti aturan yang berlaku.
"Sel-sel ini membelah dengan cepat dan berkumpul hingga membentuk benjolan, lalu bisa menyebar ke jaringan yang sehat, kelenjar getah bening, atau ke organ lain," ujarnya.
"Dalam mendiagnosis kanker payudara, dokter akan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain sesuai kebutuhan, dengan memperhatikan benjolan, serta melihat apakah ada keterlibatan kelenjar getah bening, dan adanya penyebaran pada organ lain," katanya.
Pada stadium I terdapat beberapa gejala seperti terasa benjolan di payudara dan sering kali tidak berasa nyeri, terdapat perubahan tekstur kulit payudara, kulit payudara mengeras dengan permukaan seperti kulit jeruk.
"Perhatikan juga jika terdapat luka pada bagian payudara yang tidak sembuh, keluar cairan dari puting, terdapat cekungan ataupun tarikan di kulit payudara," katanya menyarankan
Dalam fase awal, jika sudah besar, disertai tukak dan dalam stadium lanjut, baru dirasakan nyeri, itu menunjukan kondisi yang terlambat untuk didiagnosa. Artinya, kondisi kanker sudah cukup parah dan bisa mengancam nyawa penderitanya, lanjut dia.
Ia mengungkapkan ada berbagai faktor resiko yang menyebabkan seseorang terkena kanker payudara baik internal dan eksternal.
Pertama adalah jenis kelamin dan wanita lebih berisiko menderita tumor payudara dibandingkan dengan pria.
Kemudian riwayat keluarga karena wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor payudara berisiko tiga kali lebih besar untuk menderita tumor payudara.
Selanjutnya faktor genetik yaitu mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 meningkatkan risiko tumor payudara sampai 85 persen.
Lalu faktor usia seiring dengan pertambahan umur, faktor hormonal, usia saat kehamilan pertama, terpapar radiasi seperti pada pasien atau petugas yang sering terpapar sinar X saat melakukan pemeriksaan rontgen.
Selanjutnya pemakaian kontrasepsi hormonal seperti oral, implant, dan suntik dan konsumsi alkohol secara berlebihan.
Lalu gaya hidup seperti mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia, bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, merokok atau perokok pasif.
Ia menyarankan saat seseorang telah berusia 40 tahun harus lebih intens memeriksakan diri baik secara medis maupun secara mandiri.
"Sebaiknya setiap wanita memeriksakan diri agar terhindar dari risiko terkena kanker tersebut, idealnya setiap 7-10 hari sesudah hari pertama haid lakukan pemeriksaan mandiri pada payudaranya," kata dia di Padang, Jumat.
Menurut dia jika ditemukan ada benjolan, atau nyeri yang tidak lazim, maka harus diperiksakan ke dokter.
"Jangan malu dan takut karena akan mengancam nyawa jika sudah terlambat," katanya.
Ia menyampaikan saat ini kasus kanker payudara masih cukup tinggi di Indonesia.
Berdasarkan laporan WHO melalui Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (The International Agency for Research on Cancer/IARC) yang terbit Desember 2020, jumlah penderita baru di Indonesia mencapai hampir 400.000 kasus selama 2020 dan 54 persen kasus terjadi pada perempuan.
Ia menjelaskan kanker disebabkan adanya perubahan sel satuan terkecil dari tubuh manusia, namun perubahan sel tersebut sifatnya tidak mengikuti aturan yang berlaku.
"Sel-sel ini membelah dengan cepat dan berkumpul hingga membentuk benjolan, lalu bisa menyebar ke jaringan yang sehat, kelenjar getah bening, atau ke organ lain," ujarnya.
"Dalam mendiagnosis kanker payudara, dokter akan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain sesuai kebutuhan, dengan memperhatikan benjolan, serta melihat apakah ada keterlibatan kelenjar getah bening, dan adanya penyebaran pada organ lain," katanya.
Pada stadium I terdapat beberapa gejala seperti terasa benjolan di payudara dan sering kali tidak berasa nyeri, terdapat perubahan tekstur kulit payudara, kulit payudara mengeras dengan permukaan seperti kulit jeruk.
"Perhatikan juga jika terdapat luka pada bagian payudara yang tidak sembuh, keluar cairan dari puting, terdapat cekungan ataupun tarikan di kulit payudara," katanya menyarankan
Dalam fase awal, jika sudah besar, disertai tukak dan dalam stadium lanjut, baru dirasakan nyeri, itu menunjukan kondisi yang terlambat untuk didiagnosa. Artinya, kondisi kanker sudah cukup parah dan bisa mengancam nyawa penderitanya, lanjut dia.
Ia mengungkapkan ada berbagai faktor resiko yang menyebabkan seseorang terkena kanker payudara baik internal dan eksternal.
Pertama adalah jenis kelamin dan wanita lebih berisiko menderita tumor payudara dibandingkan dengan pria.
Kemudian riwayat keluarga karena wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor payudara berisiko tiga kali lebih besar untuk menderita tumor payudara.
Selanjutnya faktor genetik yaitu mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 meningkatkan risiko tumor payudara sampai 85 persen.
Lalu faktor usia seiring dengan pertambahan umur, faktor hormonal, usia saat kehamilan pertama, terpapar radiasi seperti pada pasien atau petugas yang sering terpapar sinar X saat melakukan pemeriksaan rontgen.
Selanjutnya pemakaian kontrasepsi hormonal seperti oral, implant, dan suntik dan konsumsi alkohol secara berlebihan.
Lalu gaya hidup seperti mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia, bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, merokok atau perokok pasif.
Ia menyarankan saat seseorang telah berusia 40 tahun harus lebih intens memeriksakan diri baik secara medis maupun secara mandiri.