Jakarta (ANTARA) - Kontestan Miss Universe 2020 asal Myanmar, Ma Thuzar Wint Lwin mencuri perhatian dunia lantaran dalam babak National Costume ia memperagakan busana tradisionalnya sambil membawa sebuah pesan bertuliskan "Berdoa untuk Myanmar".

Dalam sebuah wawancara dengan The New York Times, Ma Thuzar Wint Lwin berharap bisa menggunakan platform internasionalnya sebagai kontestan untuk mengkritik kudeta militer negara yang terjadi di negaranya dan mendukung gerakan pro-demokrasi.

Ma Thuzar Wint Lwin mengatakan serangan militer yang terjadi di Myanmar telah membuat warganya hidup dalam ketakutan setiap saat.

"Para tentara berpatroli di kota setiap hari dan kadang-kadang mereka membuat penghalang jalan untuk mengganggu orang-orang yang datang,” kata Ma Thuzar Wint Lwin, yang juga dikenal dengan nama Candy demikian dikutip The New York Times pada Minggu.

"Dalam beberapa kasus, mereka menembak tanpa ragu-ragu. Kami takut pada tentara kami sendiri. Setiap kali kami melihatnya, yang kami rasakan hanyalah kemarahan dan ketakutan," imbuh Ma Thuzar Wint Lwin.

Pada minggu-minggu awal gerakan protes, Ma Thuzar Wint Lwin bergabung dengan para demonstran, di mana ia memegang sebuah karton bertuliskan, "Kami tidak menginginkan pemerintahan militer," dan menyerukan pembebasan pemimpin sipil negara itu, Daw Aung San Suu Kyi yang menjadi tahanan rumah sejak kudeta.

Ia juga membagikan botol air kepada pengunjuk rasa di Yangon, kota terbesar Myanmar, dan menyumbangkan tabungannya kepada keluarga yang orang-orang terkasihnya terbunuh.
  Kontestan Miss Universe 2020 asal Myanmar, Ma Thuzar Wint Lwin (ANTARA/Instagram @thuzar_wintlwin)


Ma Thuzar Wint Lin juga menyatakan penentangannya terhadap junta melalui Facebook dengan mengunggah foto hitam-putih dirinya yang ditutup matanya dengan selotip di mulutnya dan tangannya diikat.

Setiap malam di televisi, militer mengumumkan surat perintah penangkapan baru untuk selebriti dan orang lain yang mengkritik rezim. Beberapa dari mereka yang disebutkan adalah orang-orang yang dikenal Ma Thuzar Wint Lwin.

Sebelum berangkat ke Amerika Serikat, ia mengamati dengan cemas untuk melihat apakah namanya masuk dalam daftar buronan militer. Ia melihat laporan tentang orang-orang terkenal yang ditahan ketika mereka mencoba meninggalkan negara itu, jadi ia memutuskan untuk mengenakan hoodie dan kacamata agar tidak dikenali di bandara Yangon.

"Saya harus melewati imigrasi dan saya sangat takut," ujar Ma Thuzar Wint Lwin.

Dalam mengkritik junta dari luar negaranya, Miss Universe Myanmar tidak sendirian.

U Win Htet Oo, salah satu perenang terbaik negara itu, mengatakan dari Australia bahwa ia melepaskan mimpinya untuk pergi ke Olimpiade dan tidak akan bersaing di bawah bendera Myanmar sampai pemimpin rezim, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, disingkirkan dari kekuasaan.



Selain itu, petarung seni bela diri campuran U Aung La Nsang, seorang warga negara Amerika dan salah satu atlet paling terkenal di Myanmar, telah mendesak Presiden Joe Biden untuk membantu mengakhiri penderitaan rakyat Myanmar.

Ma Thuzar Wint Lwin mengatakan ia percaya bahwa tidak akan aman baginya untuk kembali ke Myanmar setelah berbicara menentang rezim. Kini ia tidak tahu ke mana akan pergi setelah kontes berakhir.

Jurusan Bahasa Inggris di East Yangon University ini mengenal gerakan pro-demokrasi sejak kecil. Ia dibesarkan di keluarga kelas menengah, di mana ayahnya seorang pengusaha dan ibunya seorang ibu rumah tangga yang tidak berani membicarakan pemerintahan militer yang sedang berkuasa.

Salah satu kenangan awalnya adalah berjalan dengan ibunya di dekat Pagoda Sule di pusat kota Yangon pada tahun 2007, ketika para biksu memimpin protes nasional menentang kekuasaan militer. Ia berusia 7 tahun.

Saat mereka mendekati pagoda, tentara membubarkan protes dengan menembakkan senjata mereka ke udara. Orang-orang mulai berlari. Ia dan ibunya juga ikut lari.

"Kami sangat takut. Kami pergi ke rumah orang asing dan kami bersembunyi," kata Ma Thuzar Wint Lwin.

Tak lama kemudian, militer menumpas gerakan protes tersebut dengan menembak puluhan orang. Tetapi pada 2011, militer mulai berbagi kekuasaan dengan para pemimpin sipil dan membuka negara, memungkinkan ponsel dan akses internet yang terjangkau masuk.

Ma Thuzar Wint Lwin adalah bagian dari generasi pertama di Myanmar yang tumbuh terhubung sepenuhnya dengan dunia luar dan bagi mereka masyarakat bebas tampak normal. Pada 2015, negara ini pejabat dipilih secara demokratis untuk pertama kalinya dalam lebih dari setengah abad.

"Kami telah hidup dalam kebebasan selama lima tahun. Jangan bawa kami kembali. Kami tahu semua tentang dunia. Kami memiliki internet," katanya.

Ma Thuzar Wint Lwin mulai menjadi model ketika masih di sekolah menengah dan setelah ayahnya pensiun, membantu menghidupi keluarga. Ia adalah salah satu kontestan Myanmar yang jumlahnya tidak sampai selusin yang pernah berkompetisi dalam Miss Universe.

Selama periode 1962 hingga 2011, ketika Tatmadaw (angkatan tentara Myanmar) pertama kali berkuasa, Myanmar sama sekali tidak mengirimkan kontestan.

Ketika Ma Thuzar Wint Lwin tiba di Florida pada 7 Mei, ia diberitahu bahwa koper dengan pakaiannya untuk kompetisi telah hilang dari maskapai penerbangan. Sebagian besar kontestan sudah datang dan sibuk berlatih, membuat video dan melakukan pemotretan.

Seiring berlalunya waktu, tasnya masih belum tiba, tetapi penyelenggara kontes membantunya mencarikan gaun, dan kontestan lain meminjamkan pakaiannya.

Kostum nasionalnya termasuk di antara barang-barang yang hilang. Orang-orang dari Myanmar yang tinggal di Amerika Serikat memberinya pengganti yang menakjubkan dari etnis Chin. Ia memakainya pada hari Kamis (13/5) dan mendapat tepuk tangan dari banyak orang.

Segera setelah mendarat di Florida, ia mengunggah video otobiografi di Facebook yang tidak biasa untuk setiap kontestan kontes kecantikan. Video ini menunjukkan ia mengenakan gaun formal bercampur dengan adegan orang-orang yang melarikan diri dari gas air mata dan seorang tentara menembak seorang pria yang mengendarai sepeda motor.

"Myanmar layak mendapatkan demokrasi. Kami akan terus berjuang dan saya juga berharap komunitas internasional akan memberi kami bantuan yang sangat kami butuhkan," kata Ma Thuzar Wint Lwin dalam video tersebut.
 

Pewarta : Maria Cicilia
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024