Kendari (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) membantah dalil-dalil yang disampaikan pemohon pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati nomor urut 3 Muhammad Endang SA-Wahyu Ade Pratama Imran di Mahkamah Konstitusi.
Kuasa Hukum KPU Konsel Baron Harahap mengatakan bahwa dalil pemohon yang menyatakan nyaris semua kecamatan di Konsel tidak dilakukan pemeriksaan C6 oleh KPPS sebelum menyalurkan hak pilihnya, hal tersebut dinilainya tidak jelas atau kabur.
"Menurut termohon dalil tersebut kabur sebab pemohon tidak menyebutkan secara pasti lokus pemilihan yang dimaksud," kata Baron dikutip melalui akun youtube MK di Kendari, Kamis.
Ia menyampaikan, bahwa dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2020 tidak lagi digunakan Formulir C6 seperti pada pemilu 2019 lalu, tetapi menggunakan Formulir C Pemberitahuan-KWK.
"Selain itu, dalil bahwa hampir di seluruh TPS di Kecamatan Laonti, perhitungan suara dilakukan sebelum pukul 13.00 Wita, menurut termohon dalil tersebut sumir. Sebab pemohon tidak menyebut TPS mana yang dimaksud yang melakukan perhitungan suara sebelum jam 13.00 Wita," tegas Baron.
Kata Baron, KPU juga menilai bahwa beberapa dari dalil pemohon mencampur-adukkan antara kewenangan lembaga KPU dan Bawaslu.
"Hal ini dapat dilihat dari dalil pemohon atas tindak lanjut KPU soal money politic yang merupakan kewenangan Bawaslu. Nah, pemohon berarti mencampuradukkan seolah menempatkan KPU adalah bagian dari Bawaslu," tuturnya.
KPU juga membantah dalil pemohon yang menyebut bahwa dilakukannya pencetakan masker untuk petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) dengan mencantumkan tagline yang diusung paslon petahana pemenang Pilkada Konsel, namun hanya memasang logo pemerintah Kabupaten Konawe Selatan.
Dari dalil-dalil yang disampaikan paslon Endang-Wahyu, KPU menilai bahwa pokok-pokok permohonan yang ada bukan merupakan kewenangan MK.
Menurutnya, pelanggaran-pelanggaran dalam pokok permohonan tersebut merupakan kewenangan lembaga lain dalam proses penanganannya yaitu ada Bawaslu, Gakkumdu, atau peradilan umum lainnya sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 152 Undang-Undang (UU) pemilihan.
"Karena dalil-dalil pemohon kabur dan sumir, maka alasan hukum bagi MK untuk menyatakan permohonan pemohon a quo, tidak dapat diterima dalam pokok perkara," ungkapnya.
Di tempat yang sama, kuasa hukum paslon pemenang Pilkada Konsel Surunuddin Dangga-Rasyid, Andre Darmawan menilai bahwa dalil yang diajukan paslon Endang-Wahyu tidak sejalan dengan tuntutan permohonan untuk dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU).
"Setelah mencermati permohonan dari pemohon, walaupun judulnya adalah tentang pembatalan keputusan KPU tentang rekap hasil perhitungan suara, tapi ternyata dalam dalil permohonan itu adalah mengenai dalil yang tidak satupun membahas hasil perhitungan suara. Sehingga menurut pihak terkait, MK tidak berwenang untuk mengadili perkara ini," kata Andre.
Sebelumnya pihak Endang-Wahyu yang diwakili kuasa hukumnya, Veri Junaidi menilai, pilkada Konsel 2020 tidak berjalan dengan jujur dan adil.
Pihaknya mendalilkan 7 pokok dugaan pelanggaran. Diantaranya paslon nomor urut 2 yang merupakan calon petahana Surunuddin Dangga-Rasyid diduga melakukan praktik mahar politik, politik uang, dan kampanye hitam yang menyerang pribadi calon bupati Konsel Muhammad Endang SA.
Petahana juga disebut melibatkan camat, kepala desa, dan aparatur sipil negara (ASN), serta penyalahgunaan wewenang untuk mendulang suara. Selain itu, Veri juga menyebut bahwa KPU Konsel tidak netral karena mencetak masker untuk PPDP setempat dengan slogan yang dibawa paslon petahana.
Kuasa Hukum KPU Konsel Baron Harahap mengatakan bahwa dalil pemohon yang menyatakan nyaris semua kecamatan di Konsel tidak dilakukan pemeriksaan C6 oleh KPPS sebelum menyalurkan hak pilihnya, hal tersebut dinilainya tidak jelas atau kabur.
"Menurut termohon dalil tersebut kabur sebab pemohon tidak menyebutkan secara pasti lokus pemilihan yang dimaksud," kata Baron dikutip melalui akun youtube MK di Kendari, Kamis.
Ia menyampaikan, bahwa dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2020 tidak lagi digunakan Formulir C6 seperti pada pemilu 2019 lalu, tetapi menggunakan Formulir C Pemberitahuan-KWK.
"Selain itu, dalil bahwa hampir di seluruh TPS di Kecamatan Laonti, perhitungan suara dilakukan sebelum pukul 13.00 Wita, menurut termohon dalil tersebut sumir. Sebab pemohon tidak menyebut TPS mana yang dimaksud yang melakukan perhitungan suara sebelum jam 13.00 Wita," tegas Baron.
Kata Baron, KPU juga menilai bahwa beberapa dari dalil pemohon mencampur-adukkan antara kewenangan lembaga KPU dan Bawaslu.
"Hal ini dapat dilihat dari dalil pemohon atas tindak lanjut KPU soal money politic yang merupakan kewenangan Bawaslu. Nah, pemohon berarti mencampuradukkan seolah menempatkan KPU adalah bagian dari Bawaslu," tuturnya.
KPU juga membantah dalil pemohon yang menyebut bahwa dilakukannya pencetakan masker untuk petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) dengan mencantumkan tagline yang diusung paslon petahana pemenang Pilkada Konsel, namun hanya memasang logo pemerintah Kabupaten Konawe Selatan.
Dari dalil-dalil yang disampaikan paslon Endang-Wahyu, KPU menilai bahwa pokok-pokok permohonan yang ada bukan merupakan kewenangan MK.
Menurutnya, pelanggaran-pelanggaran dalam pokok permohonan tersebut merupakan kewenangan lembaga lain dalam proses penanganannya yaitu ada Bawaslu, Gakkumdu, atau peradilan umum lainnya sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 152 Undang-Undang (UU) pemilihan.
"Karena dalil-dalil pemohon kabur dan sumir, maka alasan hukum bagi MK untuk menyatakan permohonan pemohon a quo, tidak dapat diterima dalam pokok perkara," ungkapnya.
Di tempat yang sama, kuasa hukum paslon pemenang Pilkada Konsel Surunuddin Dangga-Rasyid, Andre Darmawan menilai bahwa dalil yang diajukan paslon Endang-Wahyu tidak sejalan dengan tuntutan permohonan untuk dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU).
"Setelah mencermati permohonan dari pemohon, walaupun judulnya adalah tentang pembatalan keputusan KPU tentang rekap hasil perhitungan suara, tapi ternyata dalam dalil permohonan itu adalah mengenai dalil yang tidak satupun membahas hasil perhitungan suara. Sehingga menurut pihak terkait, MK tidak berwenang untuk mengadili perkara ini," kata Andre.
Sebelumnya pihak Endang-Wahyu yang diwakili kuasa hukumnya, Veri Junaidi menilai, pilkada Konsel 2020 tidak berjalan dengan jujur dan adil.
Pihaknya mendalilkan 7 pokok dugaan pelanggaran. Diantaranya paslon nomor urut 2 yang merupakan calon petahana Surunuddin Dangga-Rasyid diduga melakukan praktik mahar politik, politik uang, dan kampanye hitam yang menyerang pribadi calon bupati Konsel Muhammad Endang SA.
Petahana juga disebut melibatkan camat, kepala desa, dan aparatur sipil negara (ASN), serta penyalahgunaan wewenang untuk mendulang suara. Selain itu, Veri juga menyebut bahwa KPU Konsel tidak netral karena mencetak masker untuk PPDP setempat dengan slogan yang dibawa paslon petahana.